Mohon tunggu...
agus purbawa
agus purbawa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pascasarjana PSDAP/AL UNEJ

Belajar memahami perilaku atmosfer bumi

Selanjutnya

Tutup

Financial

Macet dan Tragedi Kepemilikan Bersama

9 April 2023   19:23 Diperbarui: 9 April 2023   20:02 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda mengalami kemacetan berjam-jam saat berkendara di jalur Gumitir Jember -- Banyuwangi? Jalur ini menjadi salah satu jalur yang cukup padat oleh kendaraan, terutama pada saat musim liburan atau pada hari-hari tertentu seperti hari raya. Saat kemacetan terjadi, suasana jalan khas dataran tinggi yang sejuk dan berkelok-kelok mendadak berganti dengan polusi asap berbagai kendaraan baik motor maupun mobil yang merayap bak semut merah. 

Kemacetan sebenarnya bisa meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas dan memicu peningkatan tingkat stress bagi pengendara yang terjebak dalam antrian kendaraan yang panjang. Selain karena faktor alam seperti longsor di musim hujan, jalur gumitir juga rawan macet akibat kendaraan besar seperti truk yang mengalami mogok. Namun demikian jalur yang berkelok dengan tanjakan dan turunan yang rawan kecelakaan ini tetap menjadi jalur yang diminati masyarakat.   

Jalan raya merupakan contoh dari tragedi kepemilikan bersama. Umumnya tragedi kepemilikan jalan bersama ini memang hanya terlihat nyata di kota-kota besar. Sering kita mendengar istilah "Tua di Jalan" bagi warga pekerja di ibukota untuk menggambarkan betapa parahnya kemacetan di Jakarta sebagai contohnya. Walaupun kota-kota kecil kini juga mulai menunjukkan gejala yang serupa seiring meningkatnya jumlah kendaraan pribadi. Tak terkecuali jalur Gumitir Jember-Banyuwangi.

Mengutip laman DataIndonesia.id, bahwa Polri menyatakan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 152,51 juta unit pada 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 126, 99 juta unit atau 83,27% diantaranya berupa sepeda motor. Sebanyak 19,31 juta kendaraan bermotor di Indonesia merupakan mobil penumpang. Lalu, ada 5,76 juta kendaraan berjenis mobil beban hingga akhir tahun 2022 lalu. Polri juga mencatat 212.744 bus yang berlalu-lalang di Indonesia. 

Sementara kendaraan khusus hanya 84.378 unit saja. Lebih lanjut, berdasarkan wilayah, Jawa Timur tercatat menjadi provinsi dengan kendaraan bermotor terbanyak di Indonesia. Jumlahnya mencapai 24,27 juta unit per 31 Desember 2022. DKI Jakarta menempati urutan kedua dengan jumlah kendaraan bermotor mecapai 21,65 juta unit.

Memang tak bisa dipungkiri, peningkatan kemampuan ekonomi akan memotivasi masyarakat untuk lebih konsumtif salah satunya dengan membeli kendaraan pribadi. Dalam hal ini Pemerintah Indonesia sebenarnya telah mulai melakukan upaya perubahan paradigma. Paradigma transportasi umum sebagai pengganti kendaraan pribadi. Namun fenomena kemacetan sepertinya masih saja terjadi.  Mari kita tengok sejenak negara tetangga kita Singapura. 

Suasana yang berbeda terlihat dengan banyaknya masyarakat tua dan muda berjalan kaki tanpa terlihat letih. Kemacetan hampir tidak pernah terjadi. Kondisi yang sama bisa kita temui di Jepang. Pemerintahnya menjamin sarana transportasi terintegrasi dan bisa diakses dengan gampang. Didukung lagi dengan ketepatan jadwal waktu bus dan kereta, membuat makin nyaman menggunakan transportasi umum. Tak kalah pentingnya kondisi infrastruktur yang nyaman bagi pejalan kaki mulai dari trotoar, halte bus dan kursi taman yang banyak tersedia. 

Penerapan pajak kendaraan yang tinggi juga bisa mendorong masyarakat enggan menggunakan kendaraan pribadi. Singapura misalnya telah menerapkan tarif SIM yang mahal dan pajak kendaraan yang cukup tinggi. Selain itu mereka juga mengubah jalan menjadi barang privat dengan penerapan sistem pay-as-you-go yang menyebabkan tarif lebih mahal saat berkendara mobil pada jam sibuk di jalan-jalan tertentu sehingga masyarakat lebih enggan memakai mobil pribadi.

Pendapat ahli ekonomi politik, Elinor Ostrom tentang pengelolaan sumberdaya yang dilaksanakan secara kolektif, menggunakan kearifan lokal, kepercayaan dan kesepakatan bersama, bisa mengatasi tragedi kepemilikan bersama. Munculnya sekelompok masyarakat yang berinisiasi untuk mengurangi volume kendaraan sekaligus meminimalisir kemacetan yakni Nebengers adalah salah satu contoh fenomena ini. Komunitas ini dikenal dengan aksi nebeng atau menumpang kendaraan yang searah untuk mengisi kapasitas kursi penumpang pada kendaraan tersebut. Rata-rata pemilik kendaraan yang memberi tumpangan bertujuan untuk mengoptimalkan ruang kosong dalam kendaraan pribadinya.

Penyelesaian tragedi kepemilikan bersama yaitu kemacetan di jalan raya sebagai masalah bersama harus melibatkan semua pihak. Peran pemerintah melalui regulasi atau pajak, privatisasi menjadikan jalan yang berbayar, serta kearifan lokal yang perlu terus dikembangkan secara masif, diharapkan menjadi solusi masalah ini. Peningkatan kualitas sarana transportasi publik juga penting untuk terus ditingkatkan agar masyarakat mulai beralih ke moda transportasi publik daripada kendaraan pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun