Mohon tunggu...
Agus Pribadi
Agus Pribadi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Mencoba menghayati kehidupan dan menuliskannya dalam cerita-cerita sederhana. Kunjungi juga tulisan saya di http://aguspribadi1978.blogspot.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengarang Itu Bukan Pekerjaan Mekanis

12 Agustus 2013   19:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:23 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengarang atau menulis fiksi (cerpen) bukanlah pekerjaan mekanis. Dalam arti dengan mudah dapat diproduksi setiap saat. Bukan pekerjaan seperti mem-fotokopi tulisan-tulisan. Mengarang membutuhkan waktu dan momen yang tepat. Meski tanpa dipungkiri banyak juga pengarang yang sangat produktif menulis. Mungkin mereka memang diberi kelebihan dalam mengembangkan ide-ide mengarangnya.

Momen dan waktu yang tepat dalam arti seorang pengarang melakukan pergulatan intelektual, kreatifitas, dan imajinasinya. Mengarang bukanlah pekerjaan kutip sana kutip sini. Bukan pula pekerjaan comot sana comot sini. Mengarang merupakan pekerjaan menyulam kata-kata menjadi sebentuk karangan utuh (cerpen).

Saya agak kurang mood jika membaca persyaratan menulis (cerpen) tertentu, misalnya untuk kepentingan pemuatan di media tertentu atau kepentingan lomba. Misalnya harus dengan panjang sekian, dengan tema ini dan itu, serta persyaratan lainnya. Jika saya berusaha memenuhi persyaratan itu maka berarti saya harus memaksakan diri untuk menulis cerpen seperti itu. Wah, saya menjadi sedikit kehilangan selera menulis. Memang semua persayarat itu tidaklah salah.Namun bagi saya pribadi agak membebani, andaipun saya memenuhinya mungkin harus dengan kerja ekstra dan pikiran kurang rileks.

Saat ini saya biasa menulis cerpen dengan panjang minimal 5000 karakter sekitar 4 lembar A4 TNR 12 spasi 1,5. Rata-rata cerpen yang saya tulis dengan panjang tersebut. Cukup pendek memang. Barangkali karena saya termasuk salah satu penulis yang “kalem”, dalam arti tidak suka/bisa menulis berpanjang-panjang kalimat. Biasanya saya akan menulis cerpen jika mendapatkan ide yang menurut saya kuat dan layak untuk ditulis. Ide memang sangat banyak bertebaran, namun ide yang pas cukup jarang buat saya. Jika ada ide yang pas, baru akan saya tuliskan menjadi sebuah cerpen. Awalnya saya menulis mengalir saja. Jika baru mendapat 3000 karakter, saya akan memperpanjangnya pada dialog dan narasi sampai minimal 5000 karakter. Panjang itu bagi saya menjadi panjang minimal cerpen-cerpen saya. Biasanya saya akan mengirimnya ke koran, atau pilihan lainnya saya akan langsung memostingnya ke Kompasiana. Belum banyak memang cerpen-cerpen saya yang termuat di koran. Belum ada juga yang saya jadikan antologi menjadi sebuah buku karya seorang diri.

Saya barangkali ingin menulis dengan efektif, hemat kata, dan mengena sasaran. Itu mungkin gaya menulis (cara) saya. Sebagai salah satu rujukan saya barangkali gaya menulis Hemingway yang mempunyai ciri : kalimat dan paragraf pendek, dan menunjukkan bukan memberitahukan. Dalam bahasa awam saya barangkali menulis cerpen yang bening.

Jadi, untuk saat ini saya lebih enjoy dengan menulis cerpen menurut kehendak hati saya. Adapun jika cocok untuk kepentingan tertentu (media, lomba) boleh jadi akan saya kirimkan ke sana. Karena, mengarang bukanlah pekerjaan mekanis.

Salam Kompasiana!

Banyumas, 12 Agustus 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun