Kepengarangan adalah proses yang tidak boleh berhenti. Ungkapan dari salah seorang penulis fiksi (pengarang) ini masih terpatri di hati saya. Namun demikian saya masih bertanya-tanya. Proses yang seperti apa? Bagaimana bentuknya?
Dalam sains, ada istilah metamorfosis yang artinya proses perubahan bentuk pada makhluk hidup sepanjang rentang kehidupannya. Misalnya pada metamorfosis sempurna pada Kupu-kupu, dimulai dari telur-larva(ulat) - pupa(kepompong) - dewasa.
Dalam pergulatan seorang pengarang, saya menganalogikan dengan metamorfosis dalam sains di atas.
Saya membuat alur pengarang menemukan jati dirinya adalah sebagai berikut :
Niat menulis - sastra bumi - apresiasi sastra - sastra
Niat Menulis
Niat menulis seperti telur yang berpotensi menjadi kupu-kupu jika telah melewati fase larva dan pupa. Niat menulis menghadirkan sebuah kemantapan untuk berlatih melalui praktek menulis, dalam hal ini menulis fiksi (mengarang). Seseorang yang telah mempunyai niat yang kuat untuk mengarang telah selangkah lebih maju dibandingkan dengan mereka yang belum atau tidak mempunyai niat mengarang. Maka sebagai langkah awal untuk menjadi seorang pengarang adalah mempunyai niat yang kuat untuk memulai mengarang.
Sastra Bumi
Sastra Bumi seperti larva (ulat) yang bagi sebagian orang merupakan sesuatu yang dijauhi. Setiap orang yang telah melakukan kegiatan mengarang sebagai perwujudan dari niat menulisnya yang kuat, hasil mengarangnya itu saya sebut sebagai sastra bumi. Sastra bumi milik setiap pengarang, baik yang masih muda maupun yang sudah lama berkecimpung dalam kepengarangan. Karya-karya yang dihasilkan dalam sastra bumi beraneka ragam karena ditulis oleh pengarang dari beragam latar belakang. Karya-karya yang dianggap kurang bagus bagi sebagian pembaca merupakan sesuatu yang dijauhi.
Apresiasi Sastra
Apresiasi Sastra seperti pupa (kepompong) yang berada dalam keadaan menahan diri dan hidup seadanya (sederhana). Pembaca bisa berasal dari pembaca biasa, bisa juga berasal dari kritikus sastra. Di sinilah sastra bumi diuji, apakah mampu eksis dengan kritikan yang kadang datang bertubi-tubi dan tajam, atau akan mundur teratur dan merasa diri tidak berbakat menjadi seorang pengarang.
Sastra
Sastra seperti kupu-kupu yang nampak indah dan bermanfaat. Keindahan literasi menjadikan sebuah tulisan enak dibaca. Bermanfaat karena menyegarkan jiwa dan bermakna mendalam, membuatnya menjadi tulisan yang tidak biasa.
Demikian saya menggambarkan mengenai proses seseorang menjadi pengarang yang menghasilkan karya sastra (sastrawan). Dari proses tersebut, setiap pengarang (penulis fiksi) berpeluang dan berkesempatan untuk menjadi seorang sastrawan.
Hal ini berbeda dengan proses metamorfosis tidak sempurna yang tanpa melalui fase pupa, dengan alur :
Telur – larva - nimpha (muda) - imago (dewasa)
Saya menganalogikan dengan proses kepengarangan yang membuat batasan-batasan yang sulit sehingga seolah-olah tidak bisa dijangkau oleh setiap pengarang. Berikut alurnya :
Bakat –Sastra Langit- Sastra
Melihat alur di atas, orang akan merasa segan atau takut untuk mendekatinya. Seakan urusan menulis harus didahului dengan bakat yang menonjol. Seakan urusan menulis sastra jauh dari sebagian besar orang biasa sehingga tidak bisa dirintis dari awal. Seakan sastra berada di atas langit, bahkan melewati langit yang jauh tidak terhingga di atas sana.
Demikian tulisan saya. Tentunya sebuah tulisan subjektif dari perspektif awam saya pribadi. Mohon maaf jika ada kesalahan konsep atau kesempitan dalam berpikir.
Banyumas, 2 Januari 2012
Agus Pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H