Mohon tunggu...
Agus Pribadi
Agus Pribadi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Mencoba menghayati kehidupan dan menuliskannya dalam cerita-cerita sederhana. Kunjungi juga tulisan saya di http://aguspribadi1978.blogspot.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fiksi Misteri] Adakah Dunia Fiksi itu Nyata?

8 Januari 2012   05:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:11 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejak dulu, saat aku membaca novel, puisi, dan cerpen-cerpen. Ada tanya yang menyesak di dadaku. Adakah dunia fiksi itu nyata?

Pertanyaan itu mungkin terdengar aneh. Tapi aku benar-benar ingin mengetahui jawabnya. Jika memang fiksi itu dunia nyata. Aku ingin pergi ke sana, menghirup segarnya udara di sana. Merasakan segarnya buah di sana. Berkenalan dan berbincang dengan orang-orang di sana.

Jika memang fiksi itu dunia nyata. Adakah kematian di sana? Adakah kepalsuan di sana? Adakah waktu di sana? Beserta beribu pertanyaan yang selalu menghimpit ruang kesadaranku.

Jika memang fiksi itu dunia nyata. Dimanakah dunia itu berada? Dalam pikiran manusia? Dalam bongkahan kata-kata? Di atas langit inspirasi? Atau dimanakah?

Tolong tunjukkan aku. Adakah yang mengetahuinya? Tolong aku diantarkan ke sana. Aku sangat merindunya. Aku telah jenuh berada di dunia nyata. Dimana polusi di mana-mana. Kepalsuan dimana-mana. Pamrih menjadi hal biasa.

***

Suatu hari, entah malam, entah pagi. Gelap. Aku berjalan menyusuri lorong. Entah lorong waktu, entah lorong fiksi. Saat aku melewati lorong, aku menemukan sebuah dunia yang lain. Udara begitu segar. Waktu terasa mengambang. Sesosok perempuan nan cantik berjalan ke arahku. Sepertinya aku pernah mengenalnya. Siapakah dia? Aku berpikir sejenak. Sementara perempuan itu kian dekat ke arahku. Ah, aku ingat.

Dia Sulasih, tokoh fiksi yang pernah kubuat. Aku berada di dunia fiksi? Gak mungkin! Gadis itu tersenyum saat melewatiku. Kakinya yang jenjang mengayun pelan menuju ke taman kota. Ia duduk, dengan rambut terurai dibelai semilir angin. Aku terpaku, terpesona. Sejenak kemudian aku berjalan dan duduk di sampingnya.

“Boleh aku duduk di sampingmu?” aku duduk di bangku panjang di sampingnya.

“Silahkan.” Sulasih tersenyum.

Perempuan itu melihat rindangnya pepohonan, kemudian berkata,

“Apa kamu telah bosan berada di duniamu? Di sini memang damai. Kamu boleh tinggal di sini kapanpun kamu mau. Namamu Agus kan? Terimakasih kamu telah menuliskan kisahku.”

“Aku hanya penasaran tentang duniamu?”

“Ah, penulis memang sama.”

“Aku bukan penulis. Aku baru belajar menulis.”

“Sama saja.”

***

Aku diajak berjalan-jalan menyambangi dunia rekaan manusia. Eh, aku kok jadi ragu, jangan-jangan aku salah, belum tentu ini dunia rekaan manusia. Kalau bukan rekaan manusia, lantas rekaan siapa? Ah, entahlah. Aku puas telah menapaki dunia yang selama ini aku rindukan.

Aku berpamitan pada Sulasih. Aku harus cepat-cepat kembali ke duniaku, agar tidak tersesat. Suatu saat aku mungkin akan kembali, dan mengajak Sulasih bermain ke duniaku.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun