Mohon tunggu...
Agus Netral
Agus Netral Mohon Tunggu... Administrasi - Kemajuan berasal dari ide dan gagasan

Peneliti pada YP2SD - NTB. Menulis isu kependudukan, kemiskinan, pengangguran, pariwisata dan budaya. Menyelesaikan studi di Fak. Ekonomi, Study Pembangunan Uni. Mataram HP; 081 918 401 900 https://www.kompasiana.com/agusnetral6407

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antisipasi Dampak Kependudukan di Desa

1 November 2019   08:44 Diperbarui: 1 November 2019   08:59 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Agus Netral, SE

Dampak kependudukan merupakan konsekuensi dari terus meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Dengan penduduk yang terus bertambah, maka kebutuhan terhadap berbagai rupa barang dan jasa untuk keperluan pangan, sandang dan papan juga mengalami peningkatan.

Peningkatan produksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia itulah yang akan terus membebani bumi dengan segala akibat ekologisnya seperti pemanasan global, menghilangnya berbagai spesies hewan dan tanaman serta terjadinya aneka rupa bencana di berbagai pelosok bumi. Demikian pula dampak kependudukan itu juga akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri yaitu dengan semakin kuatnya persaingan yang berakibat pada terjadinya pengangguran dan kemiskinan. Mereka yang lemah akan terus tertinggal, sementara yang sudah kuat akan terus maju.

Dampak kependudukan akan berpengaruh terhadap kualitas kehidupan dimana saja di bumi termasuk di pedesaan. Walaupun terhindar dari polusi udara akibat lalu lintas kendaraan dan asap pabrik, akan tetapi pertambahan penduduk dari waktu ke waktu di desa akan berpengaruh besar juga bagi kehidupan warganya. Berikut beberapa dampak kependudukan yang bisa terjadi di pedesaan;

  • Pengurangan lahan pertanian karena bertambahnya pemukiman.
  • Dengan semakin meningkatnya kebutuhan perumahan bagi keluarga yang baru menikah setiap saat, maka lahan pertanian itu terancam berkurang dari tahun ke tahun. Dan dalam jangka panjang tidak menutup kemungkinan lahan pertanian itu akan ditutup oleh pemukiman. Kalau itu terjadi bisa dibayangkan akan terjadi, yaitu ancaman kekurangan pangan dan pekerjaan bagi warga desa
  • Meningkatnya jumlah sampah.
  • Produksi sampah di pedesaan tidak terlepas dari semakin tingginya kebutuhan terhadap produk industri makanan dan peralatan rumah tangga yang ujung-ujungnya akan menghasilkan sampah. Ketika musim hujan, selokan dan parit dipenuhi oleh sampah plastik beraneka rupa yang berakibat saluran air jadi mampet dan naik ke badan jalan. Lalu karena tidak semua desa bahkan sebagian besar desa tidak memiliki tata kelola sampah yang baik maka selokan yang mampet merupakan kejadian berulang.
  • Hilangnya berbagai spesies binatang dan tumbuhan.
  • Sebagai akibat dari ulah manusia dalam penggunakan insektisida dan pestisida yang berlebihan, sudah sejak lama beberapa jenis binatang dan burung sudah tidak terdengar dan nampak lagi di sawah-sawah, seperti burung bangau dan kunang-kunang. Semuanya itu terjadi karena egoisme manusia, sehingga seperti burung bangau pergi, memilih mengalah.
  • Bencana kekeringan dan banjir yang mengancam
  • Sekarang ini semua orang mengeluh, tentang terpaan panas matahari yang berlangsung cukup lama, dimana berbulan-bulan hujan belum juga turun. Lalu kalau hujan turun maka tidak diduga-duga banjir bandang dan longsor yang akan terjadi. Intensitas bencana kekeringan dan banjir ini, tidak ada yang bisa memastikan akan semakin berkurang untuk waktu kedepan ini, sehingga generasi mendatang akan potensial terancam kekeringan yang berkepanjangan serta banjir yang meluluhlantakkan pemukiman dan persawahan.
  • Pengangguran dan kemiskinan
  • Sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, akan memunculkan persaingan dalam memperebutkan sumber daya ekonomi yang ada. Selanjutnya persaingan itu akan menghadirkan orang-orang yang kalah, yaitu mereka yang belum bisa mendapatkan pekerjaan dan aktifitas yang ujungnya menjadi pengangguran dan setengah pengangguran. Ini akan berlanjut seperti lingkaran setan karena tidak memiliki penghasilan, maka mereka potensial menjadi keluarga miskin, yaitu yang tidak akan mampu menopang kehidupannya secara layak di desa. Akibat selanjutnya adalah mereka terancam menjadi kekurangan gizi, dengan pertumbuhan anaknya menjadi tidak normal (stunting).

Dampak kependudukan seperti yang diuraikan itu terus mengancam di desa baik sekarang maupun untuk masa yang akan datang. Dengan demikian perlu dilakukan berbagai langkah antisipasi sehingga dampak itu bisa diminimalkan, yaitu dengan kebijakan pengendalian penduduk di desa, karena semua itu berawal dari penduduk.

Adapun kebijakan pengendalian penduduk itu berupa pelaksanaan program Keluarga Berencana dengan himbauan jumlah kepemilikan anak rata-rata 2 orang anak per keluarga di desa. Dengan kebijakan 2 anak, maka penduduk di desa akan bisa tumbuh seimbang yaitu pergi 2 (ayah dan ibu) dan datang 2 (anak) -- laki perempuan sama saja. Sehinga dalam jangka panjang penduduk di satu desa jumlahnya relatip akan tetap, dan ini akan menguntungkan bagi ketersediaan lahan pertanian di desa serta untuk antisipasi berbagai dampak kependudukan lainnya. Demikian pula dari segi kualitas kehidupan, sebuah keluarga akan bisa lebih fokus terhadap 2 anak sehingga bisa melahirkan generasi yang lebih berkualitas.

Mungkin kita akan bertanya, bukankah program KB sudah sejak lama dilaksanakan dan jalan terus sampai sekarang, ibu-ibu sudah memakai alat kontrasepsi di desa?

Apa yang dikemukakan dalam pertanyaan itu tentu saja benar, akan tetapi terkait dengan program pengendalian penduduk itu harus ada alat kontrol atau indikator yang jelas dan harus tersedia di desa oleh pemerintah desa. Sehingga diketahui kondisi sekarang dan target yang akan dtuju terkait pengendalian penduduk.

Sedangkan selama ini harus diakui fakta data yang ada di desa tidak bisa dipastikan berapa rata-rata jumlah kepemilikan anak per keluarga misalnya, walaupun ibu-ibu banyak yang sudah memakai alat kontrasepsi. Apakah rata-rata kepemilikan anak sudah rata-rata 2 anak ataukah 4 dan seterusnya belum diketahui dengan jelas. Demikian pula dengan indikator demografi lainnya terkait pengendalian dampak kependudukan di desa, masih dalam posisi diabaikan oleh pemerintah desa.

Lebih-lebih lagi dengan adanya kenyataan mengenai data Total Fertility Rate (TFR) atau Angka Kelahiran Total yaitu jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang wanita selama masa usia suburnya (antara umur 15-49 tahun), yang merupakan indikator penting dalam pengendalian penduduk. Data yang dihasilkan oleh BPS ini ternyata hanya sebatas wilayah provinsi penghitungannya. Jadi jangankan di desa, di kabupaten saja tidak tersedia data TFR itu. Ini salah satu penyebab sehingga indikator demografi tidak menjadi populer di desa. Walaupun sebenarnya bisa saja diganti dengan pendekatan yang sederhana yaitu jumlah rata-rata kepemilikan anak per keluarga.

Target yang belum jelas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun