Seminar yang diselenggarakan oleh Tim KKP XXIX FISIP Unismuh Makassar di Desa Taeng mengajak peserta untuk menghayati dan mengimplementasikan prinsip-prinsip politik profetik sebagai jalan menuju perubahan sosial yang lebih adil.
Desa Taeng, 15 November 2024 -- Pada 15 November 2024, di Desa Taeng, Kecamatan Pallangga, berlangsung seminar bertema "Politik Profetik: Menjadi Agen Perubahan Melalui Kepemimpinan yang Beretika dan Berpihak pada Rakyat". Seminar ini dihadiri oleh mahasiswa, akademisi, serta masyarakat umum yang antusias untuk mendalami konsep politik profetik dan bagaimana konsep ini dapat diterapkan dalam kehidupan politik Indonesia saat ini.
Acara ini diselenggarakan oleh Tim KKP XXIX FISIP Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, dengan tujuan untuk memperkenalkan konsep politik yang berfokus pada etika dan keadilan sosial, serta memberikan wawasan tentang bagaimana para pemimpin dapat menjadi agen perubahan yang memperjuangkan hak-hak rakyat. Tema yang diangkat, politik profetik, bukan sekadar sebuah konsep abstrak, melainkan sebuah ajakan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai moral dan etika dalam dunia politik.
Ali Shariati, seorang pemikir sosial dan teolog asal Iran, adalah salah satu tokoh utama yang mencetuskan istilah politik profetik dalam konteks yang lebih luas. Shariati mengembangkan konsep ini dalam karyanya yang berfokus pada integrasi antara agama dan politik. Menurutnya, politik yang profetik adalah politik yang menuntut keberpihakan pada kaum tertindas dan berjuang untuk keadilan sosial, bukan politik yang hanya mengutamakan kekuasaan atau kepentingan elit. Bagi Shariati, seorang pemimpin harus menjadi "nabi" bagi masyarakat, yang tidak hanya berbicara tentang kekuasaan, tetapi berjuang untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan lebih manusiawi.
Cornel West, seorang filsuf dan aktivis sosial asal Amerika, juga mengembangkan gagasan serupa dalam konteks politik Barat. Bagi West, politik profetik adalah politik yang terhubung dengan misi moral untuk memperjuangkan keadilan sosial dan menentang ketidaksetaraan, serta berfokus pada suara-suara yang terpinggirkan dalam masyarakat. Menurutnya, pemimpin yang profetik adalah mereka yang mampu membela kaum miskin dan tertindas, serta tidak takut melawan kekuatan dominan yang menindas.
Dalam seminar ini, Bapak Irwan Alim, dosen FISIP Unismuh Makassar, menjelaskan bahwa politik profetik mengajak para pemimpin untuk memahami bahwa politik yang baik adalah politik yang berpihak pada rakyat, terutama mereka yang termarjinalkan. "Politik profetik adalah politik yang berakar pada etika, yang berani berjuang untuk keadilan, dan yang menuntut perubahan sosial yang nyata. Ini bukan hanya soal mendapatkan kekuasaan, tetapi tentang bagaimana kekuasaan itu digunakan untuk kepentingan umat," kata Irwan dengan penuh keyakinan.
Adrian Al Fatih, tenaga pengajar Study islam yang juga sebagai Narasumber, mengangkat topik tentang Kekuasaan yang menolong, sebuah konsep yang ditemukan dalam ajaran Al-Qur'an. Adrian menjelaskan bahwa dalam perspektif Islam, kekuasaan bukan hanya dimaksudkan untuk kepentingan pribadi atau golongan, tetapi untuk menolong dan memperjuangkan kesejahteraan umat. "Dalam Al-Qur'an, kekuasaan dipegang oleh mereka yang mampu menjalankan amanah untuk kepentingan rakyat, untuk keadilan dan kemakmuran umat manusia," ujarnya. Kekuasaan yang menolong ini adalah kekuasaan yang berpihak pada yang tertindas dan mengutamakan kesejahteraan bersama.
Adrian kemudian mengutip ayat dari Surah Al-Isra' (17:80) yang berbunyi.
"Dan katakanlah, Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku ke tempat masuk yang benar, dan keluarkanlah aku dari tempat keluar yang benar, dan jadikanlah bagiku dari sisi Engkau suatu kekuasaan yang menolong." (Al-Isra' 17:80)
Ayat ini mengajarkan bahwa kekuasaan yang sejati bukan hanya untuk melindungi kepentingan pribadi atau golongan, melainkan untuk menolong dan memberikan perlindungan bagi umat manusia. Kekuasaan yang menolong adalah kekuasaan yang digunakan untuk menegakkan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, tanpa memandang status sosial atau ekonomi.