Mohon tunggu...
Agusman Se
Agusman Se Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Karyawan swasta yang hobby bulutangkis. Ayah dari 3 orang anak. Alamat agusman_se@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok, Gubernur yang Tak Diinginkan

11 Maret 2016   20:47 Diperbarui: 11 Maret 2016   20:53 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapapun pasti tahu bahwa Gubernur DKI Jakarta yang sebenarnya adalah Jokowi, bukan Ahok. Jokowi lah yang diberi mandat untuk memimpin Jakarta periode 2012 sampai 2017. Dan sampai detik ini mandat itu belum pernah dicabut secara langsung oleh rakyat Jakarta. 

Pada perjalanannya, fakta mengharuskan Jokowi meninggalkan jabatan Gubernur DKI sebelum masa baktinya habis, untuk kemudian menjadi Presiden RI. Ahok yang ketika itu menjabat sebagai wakil gubernur otomatis menerima tugas untuk  menyelesaikan periode mandat tersebut sampai 2017. Dengan kata lain, Ahok menjadi gubernur DKI bukan karena dipilih oleh rakyat Jakarta tapi karena faktor kecelakaan politik.

Sekarang, kurang lebih setahun menjelang Jakarta memilih gubernur baru untuk periode berikutnya, Ahok blingsatan. Ia paling heboh dan paling ambisius menyambut datangnya pilgub tersebut. Merasa hebat padahal tidak hebat, merasa pantas padahal tidak pantas, merasa disukai padahal tidak disukai. Itulah Ahok.

Lalu demi mewujudkan ambisinya itu, upaya lobi ke partai-partai pun dilakukan. Berharap ada partai besar mau mengusungnya atau paling tidak mendukungnya sebagai calon gubernur. Tapi fakta bicara lain, kecuali Nasdem yang gurem itu, partai-partai lain pemilik suara besar di DKI menanggapi dingin lobi Ahok. Mereka ogah-ogahan bahkan cenderung malas meladeni sepak terjang Ahok yang tengil, kepedean dirinya akan dipilih dan menang pilgub DKI 2017.

Panik karena "aksi jual dirinya" ke partai ditanggapi dingin, Ahok pun memanfaatkan jaringan teman Ahok sebagai kendaraan menuju pilgub 2017. Ia akan maju lewat jalur independen dan yakin jaringan teman Ahok mampu mengumpulkan sejuta KTP pendukung. Sungguh sebuah langkah panik dan cenderung putus asa. Memang sudah berapa lama teman Ahok ada? Apa bisa mereka menggerakkan pemilik suara agar memilih Ahok? Apa iya semua pemilik KTP pasti pilih Ahok? Apa iya teman Ahok mampu menandingi mesin partai yang jelas lebih berpengalaman dan memiliki jaringan yang luas?

Ahok ibarat anak haram, ia harusnya tahu diri dan sadar bahwa kahadirannya tak diinginkan oleh siapapun, tidak oleh partai tidak pula oleh rakyat Jakarta. Atau paling tidak, tak ada bukti bahwa ia adalah pemimpin yang diharapkan siapapun di Jakarta. Tidak kemarin, tidak sekarang dan tidak untuk masa yang akan datang. Jadi tak usah petantang petenteng kaya orang bener, jangan kepedean, jangan sok-sokan dengan hasil survey-survey yang menyebut dirinya paling unggul. Ingat bakal calon lain belum bergerak, mesin-mesin partai juga belum dipanaskan apalagi dijalankan.

Ahok harusnya sadar bahwa ia telah gagal dalam memainkan peran politik dan gagal membangun hubungan baik dengan partai - terutama dengan partai yang telah mengangkat namanya. Jadi akan lebih bijak jika sekarang Ahok bekerja saja dengan baik sampai masa jabatan yang aslinya amanatkan kepada Jokowi itu selesai, sambil tentunya mempersiapkan diri memasuki masa pensiun, pulang ke Belitung. Daripada mimpi yang kejauhan untuk maju dan menang di pilgub DKI 2017.

 

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun