Mohon tunggu...
Lilik Agus Purwanto
Lilik Agus Purwanto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

belajar, belajar, mari terus belajar follow twitter: @aguslilikID web: http://aguslilik.info

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Saham Partisipasi Migas Daerah Diperketat: Siap-siap Oknum BUMD Gigit Jari

26 Maret 2015   14:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:58 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14273559911889785383

[caption id="attachment_405453" align="aligncenter" width="600" caption="kilang Migas (poskotanews.com)"][/caption]

Sudah bukan menjadi rahasia lagi pemberian saham partisipasi 10% bagi daerah yang memiliki lahan migas saat ini masih banyak disalah gunakan. Kewajiban pemberian saham partisipasi bagi daerah penghasil migas yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2004, tentang kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Dampak dari peraturan ini menjadikan Pemda (pemerintah daerah) seakan mendapat durian runtuh. Sebelum adanya peraturan ini, daerah hanya bisa melihat dan gigit jari manakala kekayaan alam di daerahnya dikeruk dan mereka sepeserpun tidak bisa menikmati dari hasil kekayaan alamnya. Untuk melakukan pembangunan Pemda hanya mengandalkan APBN dan alokasi DAK (Dana Alokasi Khusus) dari pemerintah pusat untuk pembangunan daerahnya, Kendati daerah memiliki kewenangan untuk memperoleh pendapatan daerah (PAD) atas retribusi dan pajak daerah, yang dikumpulkan dari berbagai usaha pelayanan masyarakat dan penyediaan fasilitas.  Untuk memberikan rasa keadilan, dan mendorong pembangunan daerah kemudian pemerintah Pusat memiliki inisiatif untuk memberikan saham partisipasi  yang nilainnya ditentukan sebesar 10 persen.

Namun apa dikata, ternyata pemberian saham partisipasi tersebut pun belum mencapai sasaran seperti yang diharapkan. Sasaran yang diharapkan oleh pemerintah dengan pemberian saham, tentunya tidak hanya sekedar agar daerah dapat menikmati hasilnya saja, namun Pemda dapat berpartisipasi dalam keikut-sertaan dalam pengelolaan, sehingga dengan sendirinya akan berdampak kepada kondisi sosial – ekonomi masyarakat.

Adanya peluang partisipasi justru dipahami oleh daerah sebagai sumber pungutan baru bagi raja-raja kecil (para pejabat daerah), sehingga membuka peluang bagi para pemburu rente yang mendompleng lewat kepemilikan saham partisipasi daerah yang cenderung berpotensi lahan KKN (korupsi kolusi dan nepotisme) baru.  Dijeratnya ketua DPRD Bangkalan yang juga mantan bupati, Fuad Amin Imron, dalam kasus suap jual beli pasokan gas untuk PLTG di bangkalan dan Gresik merupakan contoh kongrit dari kegagalan pemerintah daerah dalam memanfaatkan peluang partisipasi saham ini. Masih banyak kasus-kasus serupa yang menjangkit pejabat didaerah karena adanya peluang ini.

Jangan Hanya Jadi Calo

Maraknya kasus suap migas didaerah sejatinya disebabkan oleh banyak hal, selain sebagaimana disampaikan diatas, sebagian besar BUMD yang dibentuk pemerintah daerah untuk berpartisipasi langsung dalam pengelolaan migas tidak memiliki kemampuan dalam pengelolaan alokasi migas yang diberikan kepada mereka. Para pemburu rente dengan mudahnya mengatur regulasi daerah demi mendapatkan keuntungan yang berlipat. Modus permainan para pemburu rente ini sebagian besar memanfaatkan ketidak tahuan BUMD itu sendiri dalam mengelola migas, mereka mengandeng swasta untuk menjual alokasi migas. Pemerintah daerah hanya berpuas diri mendapatkan jatah fee atau selisih harga beli dan jual saja, yang nilainya lebih kecil dari pihak swasta.

Jika kesempatan partisipasi ini dipergunakan dengan baik oleh pemerintah daerah, bukan tidak mungkin akan berdampak besar terhadap pembangunan daerah. Selain pembagian hasil deviden dari pengolahan migas tersebut, pemerintah daerah juga bisa berpartisipasi dalam hal suplai SDM, dan fasilitas pendukung yang lain. Dengan adanya alokasi jual migas yang diberikan kepada BUMD seharusnya membuka peluang sumber dana yang lebih besar oleh daerah dengan langsung bertransaksi dengan end user (customer akhir), dan mencegah peluang transaksi bawah meja yang cenderung menguntungkan perorangan, dan merugikan Pemda.

Kedepan BUMD harus memiliki kemampuan dan tenaga professional dalam rangka keikut sertaan dalam pengelolaan migas ini. Pemerintah daerah jangan mau dibodohi oleh para pemburu dollar yang mementikan diri mereka sendiri dengan mengorbankan kepentingan masyarakat yang ada didaerah itu.

Partisipasi Harus Diperketat

Ide pengetatan pemberian porsi saham partisipasi pemerintah daerah harus didukung dengan semangat bahwa daerah harus diuntungkan, dan mencegah terjadinya transaksional calo-calo baik dilingkungan pemda itu sendiri maupun pemain-pemain swasta.

Menurut penuturan menteri ESDM, Sudirman said, kepada Koran kompas rabu (25/3), bahwa pengetatan pemberian saham ini ditujukan untuk menghindari para pemburu rente mendompleng lewat kepemilikan saham partisipasi yang dimiliki daerah. Kedepan syarat tambahan pemberian saham ini antara lain, BUMD tersebut 100 persen sahamnya harus dimiliki daerah penghasil migas. Jika blok migas berada di lebih dari satu daerah, maka saham BUMD dimiliki kombinasi daerah yang terdapat blok migas tersebut.  Adanya peraturan baru ini akan melarang BUMD menjual atau mengadaikan sahamnya kepada pihak lain, tukasnya.

Praktek yang terjadi dilapangan saat ini BUMD dalam pengolahan maupun penjualan alokasi gas yang diberikan oleh operator, BUMD mengandeng swasta dalam menjalankan operasionalnya, sementara BUMD hanya menjadi perantara saja, dan hasil yang diperoleh merupakan hasil dari perhitungan selisih yang nilainya hampir setara dengan marketing fee saja. selain itu, para pejabatnya pun tidak ketinggalan menjadi makelar dalam transaksi jual beli alokasi gas tersebut kendati alokasinya itu milik BUMD. Seperti kasus fuad amin misalnya, para pejabat merasa memiliki kekuasaan penuh dalam mengatur regulasi daerah dalam menentukan kuota gas, dan keuntungan yang diperoleh oleh para pejabat berupa marketing fee untuk memuluskan transaksi jual beli gas tersebut.

Sebagai dampak dari model transaksi ini banyak fihak yang dirugikan, pertama adalah daerah itu sendiri, karena akibat dari system yang seperti itu, pendapatan daerah yang semula harusnya besar, harus berbagi rente dengan para pejabatnya sendiri dan para pemain swasta yang seharusnya tidak ada. Kerugian lain terjadi kepada end user (pabrik, dll), yang seharunya memperoleh harga beli migas dengan harga yang murah, oleh Karena panjangnya rantai broker menjadikan harga menjadi mahal. Tentunya hal ini juga akan berdampak terhadap biaya produksi yang mereka tanggung.

Dengan banyaknya kecurangan-kecurangan yang terjadi sebagai akibat longgarnya aturan pemerintah ini, harus segera dilakukan perbaikan dari sisi peraturan dan regulasi. Disisi lain, daerah harus sesegera mungkin berbenah untuk membangun kualitas SDM nya, dan memperketat regulasi didalam internal mereka sendiri, sehingga pemerintah daerah tidak hanya menjadi perantara saja, namun mampu menjadi pemain utama yang diharapkan akan mampu memperbaiki keungan daerah dan pasti akan berdampak kepada pembangunan daerah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun