[caption caption="anggota dewan (detik.com)"][/caption]
Pasca riuh membahas anggaran dana kunjungan DPR RI ke Amerika yang ditaksir bernilai sekitar 4,5 Milyar rupiah, kini kembali publik dibuat terperanggah karena kenaikan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Banyak kalangan publik menilai, melihat kondisi perekonomian Indonesia yang sedang dilanda krisis, juga kondisi masyarakat yang sedang susah, belum lagi menilik kinerja DPR yang hingga kini belum bisa memenuhi ekspektasi publik, sehingga kenaikan tunjangan ini dinilai tidak tepat momentumnya.
Menurut Badan Urusan Rumah Tangga DPR pihaknya telah mengajukan kenaikan tunjangan anggoa dewan yang besarannya rata-rata 8 juta hingga 11 juta, namun oleh pihak pemerintah hanya disetujui 50 persennya saja. Â Perihal pengajuan kenaikan tunjangan tersebut Menteri Keuangan telah menyetujui kenaikan tunjangan melalui surat No S-520/MK.02/2015, berikut adalah perubahan besaran sebagai berikut:
[caption caption="sumber: harian media Indonesia"]
Disayangkan
Kondisi perekonomian yang tengah lesu, dan banyaknya tenaga kerja yang mengalami PHK, menjadikan kenaikan tunjangan ini banyak disoal. Anggota DPR dianggap tidak memiliki empati terhadap kondisi rakyat yang sedang dijerat krisis. Belum lagi, kenaikan anggaran ini tidak sejalan dengan kinerja anggota dewan yang dirasa hingga kini belum dapat memuaskan publik, dibanding dengan kekisruhan yang selama ini mereka buat. Bahkan Hingga kini DPR masih memiliki tunggakan 37 Prolegnas yang masih tertunda hingga kini.
Senada dengan itu peneliti dari Indonesia Budget Center Roy Salam seperti dilansir media Indonesia (16/9) menegaskan bahwa anggota DPR sepatutnya menahan diri dengan meminta pemerintah menaikkan tunjangan. Kami harap DPR mau mengoreksi kebijakan itu. Rakyat Rakyat tidak memperoleh apa-apa. Ditenggah terpuruknya rupiah mestinya anggaran negara digunakan untuk hal-hal produktif, bukan konsumtif. Menaikkan tunjangan DPR sama halnya dengan menyerap anggaran untuk hal-hal konsumtif, ujarnya.
Jika kita menilik berbagai polemik anggaran anggota dewan dari mulai keinginan pembangunan gedung baru dan renovasi ruang kerja, anggaran kunjungan kerja, dana aspirasi, dan beberapa fasilitas yang dinikmati oleh anggota dewan memang terlalu berlebihan. Rasa sensitif ( sense of crisis) yang dimiliki oleh anggota dewan sedemikian lemah, hal itu mencerminkan bahwa keterpilihan mereka dalam legislative belum sepenuhnya menyentuh akar konstituen.
Seharusnya, hal yang kini dilakukan oleh lembaga legislatif adalah fokus untuk mengejar ketertinggalan target-target pekerjaan yang masih menumpuk, juga memperbaiki citranya yang terlanjur terpuruk dimata masyarakat.
Judul satir diatas memang sengaja saya pergunakan, tidak semata-mata mencari sensasi, namun itu adalah sebuah ungkapan rasa keprihatinan kita sebagai rakyat. Pertumbuhan ekonomi yang kini cuma 4,5 persen, daya beli yang turun sebesar 40 persen, serta melemahnya nilai tukar rupiah hingga mencapai Rp 14.365 / dollar AS adalah keterpurukan yang tidak bisa dihindari. Keterpurukan perekonomian mengakibatkan berbagai industri dan usaha sektor rill tidak mampu menahan diri dan pengurangan tenaga kerja menjadi alasan logis.