Mohon tunggu...
Lilik Agus Purwanto
Lilik Agus Purwanto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

belajar, belajar, mari terus belajar follow twitter: @aguslilikID web: http://aguslilik.info

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pensiun Diganti Pesangon: Masihkah Tertarik menjadi PNS?

25 Maret 2015   13:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:03 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14272703512027667751

[caption id="attachment_405260" align="aligncenter" width="560" caption="PNS (Tribunnews.com)"][/caption]

aguslilik.info - Rencana perubahan kebijakan pemerintah untuk menghilangkan Tunjangan bulanan bagi pensiunan PNS semakin mengelinding deras. Rencana ini di dasari analisa bahwa APBN jebol setiap tahunnya, jika pensiunan PNS mendapat tunjangan bulanan. Sebagaimana kebijakan yang telah berjalan lama, bahwa pemerintah harus menangung biaya hidup PNS yang telah purna tugas hingga meninggal dan dapat diwariskan sampai anak ke-2. Kendati dalam struktur gaji yang dibayarkan kepada PNS kala masih aktif telah dipotong untuk dana pensiun, namun hal itu tidak mampu menutup biaya pensiun yang dibayar negara ketika sang pegawai telah pensiun.

Sampai sekarang pemerintah tengah melakukan simulasi kebijakan baru terhadap mekanisme pembayaran pensiun ini. Pemerintah merencanakan akan merubah system pembayaran uang pensiun yang semula dibayarkan tiap bulan ini menjadi dibayar sekaligus ketika pegawai PNS tersebut purna tugas. Atas kebijakan yang akan dijalankan ini, menurut PLT Ketua Asosiasi Dana Pensiun SUheri kepada detik.com, kedepan PNS akan memperoleh pesangon pada kisaran Rp 100 juta ketika pensiun, dan apabila mereka menghendaki dana pensiun tersebut lebih besar dari 100 juta mungkin iuran bulanannya diatas 600 ribu.

Kerja Jadi PNS Tidak Menarik Lagi

Kendati hal ini baru lah rencana, namun telah menimbulkan pro dan kontra, bagi pihak yang mendukung rencana ini beralasan, bahwa dengan perubahan system pembayaran pesangon menjadi sekaligus dibayar diawal dengan nominal tertentu akan banyak meringankan APBN dan sekaligus dana APBN bisa dialokasikan kepada kegiatan pembangunan yang lain. Dari sudut pandang pegawai PNS tentunya hal ini sangat meresahkan, kendati nilai yang dijanjikan oleh pemerintah atas pesangon tersebut besar, namun itu tidak lantas menjamin kehidupan mereka pada masa tua. Rata-rata pensiunan PNS itu kisaran 55-60 tahun, dengan umur yang sudah purna tersebut apa yang bisa diperbuat dengan uang 100juta. Dibanding 100juta bagi mereka lebih baik menerima gaji pokok setiap bulan sebagai bekal masa pensiun.

Perlu dijadikan pertimbangan oleh pemerintah, tidak semua pensiunan PNS bisa mencukupi kebutuhan masa pensiun mereka dengan usaha mandiri meski berbekal modal 100 juta. Justru malah sebaliknya dihawatirkan dana sebesar itu akan habis dalam waktu yang pendek untuk konsumsi saja. satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah, usia pensiun bukan lagi usia yang produktif dalam menjalankan usaha, kendati memang sebagian orang mampu sukses dalam usia pensiun. Dihawatirkan, jika kebijakan pensiun ini dirubah bukan tidak mungkin para PNS akan mencoba untuk mempersiapkan masa pensiunnya dikala mereka masa aktif, bisa saja mereka membuka usaha atau malah lebih ekstrim lagi menumbuhkan jiwa korup karena kekawatiran masa pensiun yang pasti memakan biaya yang besar.

Jika memang nantinya pemerintah merealisasikan rencananya untuk membayar pesangon bagi PNS, akan timbul stigma baru bagi para pemburu kerja. Jika saat ini gaji PNS masih jauh dibawah standar gaji swasta, dikawatirkan akan terjadi mobilisasi perpindahan dari pegawai PNS ke pegawai swasta. Hal ini disebabkan karena PNS bagi masyarakat sudah tidak memiliki daya tarik lagi. Sementara selama ini kenapa orang rela menjadi PNS meski gaji yang diperoleh rendah dibawah gaji swasta karena program pensiunnya yg tidak dimiliki oleh swasta.

Saat ini pola pikir masyarakat sudah jauh mengalami pergeseran. Jika pada saat lampau masyarakat bekerja itu dikarenakan pengabdian, dan sebuah bentuk loyalitasnya sebagai warga negara, sekarang telah berubah menjadi bekerja untuk memenuhi standar layak kehidupan. Jika dulu kelayakan kehidupan bisa dicapai dari prestige (nama baik) dari pangkat, dan jabatan, maka saat ini kelayakan hidup diukur dari seberapa banyak uang yang dimiliki dan seberapa mampu fasilitas pribadi yang dimiliki mereka mampu membangun prestige. Melihat kondisi yang sedemikian, mampukah pemerintah membuat standar kehidupan layak masyarakat saat ini, kendati memberikan subsidi BBM dan mengatur BPJS saja masih amburadul.

Kalkulasi Pemerintah Jangan Berhenti pada Angka APBN

Untuk menjawab dampak yang akan terjadi sebagaimana disampaikan diatas, hendaknya pemerintah harus memperhitungkan segala aspek kemungkinan yang akan terjadi, termasuk aspek politik, sosial – ekonomi, dan budaya. Jangan mengiring masyarakat Indonesia ini menjadi masyarakat yang matrealistis yang semua dikalkulasi dengan matematika keuangan. Beban APBN memang akan terjadi, namun juga harus diperhitungkan kerugian lainnya jika rencana tersebut diubah. Bisa dibayangkan, jika jutaan PNS yang tersebar di seluruh negeri ini 60% saja melakukan mobilisasi perpindahan kerja dari PNS menjadi Pegawai Swasta, mampukah pemerintah menyediakan lapangan kerja, mampukah pemerintah, menanggung dampak sosial sebagaimana disampaikan diatas?

Yang harus dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah, bagaimana membangun PNS ini menjadi pegawai yang memiliki kinerja yang bagus dan semakin professional dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian, maka kuantitas jumlah PNS bisa dikurangi jumlahnya sejalan dengan pensiunnya generasi tua, dengan tidak menambah jumlah PNS namun meningkatkan kualitas profesionalitas kerja mereka sehingga tidak ada pos-pos yang percuma.

Jika stigma PNS membebani anggaran APBN karena jumlahnya, maka terobosan saat ini adalah melakukan moratorium recruitmen PNS dan meningkatkan kualitas dan kapabilitas tenaga yang ada. Biarkan saja pembayaran pensiun bulanan tetap menjadi daya tarik mereka, dan jika dimungkinkan pembayaran PNS berhenti ketika mereka meninggal dunia dan tidak lagi menjadi warisan bagi anaknya. Untuk dana santunan janda PNS dan anaknya pemerintah bisa membuat program semacam asuransi investasi yang secara sukarela setoran dananya yang juga bisa dikelola Taspen atau lembaga investasi lainnya pada saat mereka masih aktif sebagai pegawai negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun