Mohon tunggu...
Lilik Agus Purwanto
Lilik Agus Purwanto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

belajar, belajar, mari terus belajar follow twitter: @aguslilikID web: http://aguslilik.info

Selanjutnya

Tutup

Politik

DPR Terpecah: Bukti DPR RI Belum "Mau" Move On

31 Oktober 2014   17:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:03 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_370845" align="aligncenter" width="600" caption="sumber: republika.com"][/caption]

Petaka perpecahan DPR kini kian meruncing dengan terbentuknya AKD (Alat Kelengkapan DPR) tandingan versi KIH. DPR yang sedianya sesegera mungkin merampungkan berbagai agenda yang menumpuk sampai kini belum bisa bekerja dengan baik akibat dari kekisruhan perebutan posisi ketua dan komisi.

Pertikaian ini bermula dari revisi UU MD3 yang merubah tatanan pemilihan AKD. KMP (Koalisi Merah Putih) dengan berbagai manuver politiknya telah memenangkan berbagai pertarungan di senayan. Dari mulai revisi UU MD3, RUU Pilkada, hingga menyapu bersih posisi pimpinan di DPR dan MPR. Tentunya hal ini menimbulkan polemik yang tak berkesudahan.

Secara politik memang menjadi sesuatu hal yang lumrah jika KMP sebagai partai yang kalah dalam pertarungan Pilpres tempo lalu berusaha untuk memperkuat bargaining position politiknya untuk dapat mengimbangi kekuatan KIH yang berhasil menempatkan Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk 5 tahun mendatang. perimbangan kekuasaan ini dibuktikan oleh KMP yang menguasai mayoritas parlemen dengan melakukan manuver politiknya dengan segala kemampuan yang mereka miliki. Akan menjadi hal yang wajar secara pandangan politik atas langkah yang mereka ambil.

PDIP dan Koalisi Indonesia Hebatnya, nampaknya menjadi tidak berdaya ketika melawan pertarungan hebat yang terjadi di parlemen. Kekuatan lobby dan manuvernya tidak mampu membendung hasrat kemenangan politik KMP untuk sesegera mungkin melakukan perimbangan kekuasaan. Kondisi yang sedemikian ini merupakan bagian dari konsekwensi dari asas trias politika yang kita anut. Dimana kekuatan politik terbagi menjadi tiga bagian yakni, eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Posisi ini yang mendorong adu kuat kekuasaan untuk saling melakukan perimbangan kekuatan.

Berebut Kekuasaan Manifestasi Penghianatan Amanat Rakyat

Parlemen yang sedianya menjadi bagian dari pendorong kemajuan bangsa dan alat control masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah telah berubah wajah menjadi ladang kekuasaan partai politik. Sempitnya pemikiran akan menang kalah, dan kekuasaan telah merubah makna esensial dari sebuah keterwakilan dan tujuan dari pemilu itu sendiri. Haus nya akan kekuasaan dari kedua kubu di parlemen merupakan sebuah bukti kongret wujud dari ketidak dewasaan dari wakil rakyat. Tragedi terpecahnya parlemen tentunya kita sebagai masyarakat sangat menyayangkan. Baik bagi kedua belah kubu saat ini masyarakat benar-benar telah mengecam tindakan mereka.

Terpilihnya anggota dewan perwakilan rakyat periode 2014-2019 sejatinya adalah harapan baru bagi rakyat setelah selama 10 tahun terakhir DPR mengalami situasi “moral Hazard”, dengan banyaknya anggota dewan yang menjadi mafia anggaran, terjerat kasus korupsi, dan tindakan-tindakan tercelah lainnya. Namun sangat disayangkan ketika harapan dan kepercayaan itu mulai tumbuh, kembali kita disuguhi agedan yang teramat memalukan bak anak kecil berebut permen kekuasaan.

Tidak berlebihan kiranya jika almarhum Gus Dur (Presiden RI-4) berseloroh bahwa DPR bak taman kanak-kanak. Meskipun banyak ditentang oleh banyak orang termasuk anggota dewan itu sendiri, buktinya tindakan mereka pun mencerminkan hal yang sedemikian memalukan. Ketika mereka mengebu-ngebu berkampanye untuk menyedot perhatian masyarakat, kedatangan mereka bak pahlawan kesiangan. Namun ketika mereka telah berhasil duduk di parlemen, mereka seperti amnesia terhadap semua janji-janjinya.

DPR Tandingan dan Konsekwensi Mosi Tidak Percaya Rakyat

Jika pertikaian kekuasaan ini terus berlarut-larut dan tidak kunjung diselesaikan, dihawatirkan akan mempengaruhi konstelasi politik nasional dan mendorong tidakan masyarakat untuk mencabut mandatnya. Ketidak becusan wakil rakyat dalam mengemban aspirasi rakyat, dan terus-terusan mengerus kepercayaan public bukan tidak mungkin hal ini akan memancing persepsi negative rakyat dan kemudian mengakumulasi tindakan turun kejalan untuk mencabut mandatnya. Dan mendorong negara pada kondisi krisis politik yang justru akan merugikan sektor-sektor yang lain.

Meski praktek mossi tidak percaya terhadap anggota parlemen ini belum pernah terjadi di Indonesia, bukan mustahil ini bisa terjadi. Kekuatan rakyat telah terbukti berkali-kali berhasil mondorong krisis yang berakibat terjadinya sebuah perubahan total dalam rezim kenegaraan. Contoh saja ketika krisis 1998, ketika DPR tidak mampu berbuat apa-apa atas situasi politik terjadi di tanah air, rakyat tanpa secara serta merta bergerak secara simultan dan tanpa terorganisir turun kejalan dan berhasil membuat Presiden Soeharto turun dari tahta kepresidenan yang telah 32 tahun dia duduki. Sebut saja Jokowi, yang baru saja terpilih, dengan komposisi peta kekuatan koalisi yang secara matematika jauh lebih kecil dukungannya dibanding KMP, justru mampu memenangkan pertarungan dalam perebutan kursi RI-1.

Hal yang sedemikian ini harusnya menjadi pertimbangan mereka dalam mengambil sebuah tindakan kekonyolan dalam perebutan kekuasaan. Apalagi umur mereka dalam parlemen belum genap 100 hari. Dihawatirkan masyarakat akan jenuh dan terakumulasi menjadi sebuah gerakan yang tidak terbendung lagi dan mendorong krisis politik yang kita semua tidak inginkan.

Harapan kita sebagai rakyat, adalah kedewasaan dalam berpolitik mereka yang duduk di parlemen. Jangan hanya melulu kekuasaan saja yang dikedepankan, namun rakyat dan agenda-agenda kerja mereka harus segera dilaksanakan. Kali ini kepercayaan publik yang dipertaruhkan, seyogya nya mereka sesegera move on dari keterpurukan citranya, dan kembali berdiri memikul amanah rakyat(AP).

Tulisan Terkait:

- Kabinet Kerja Jokowi di Minggu Pertama

- Ini saatnya kerja Pak Presiden, Hentikan simbol-simbol Politikmu

- Menikmati Kemenangan Jokowi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun