Mohon tunggu...
Agus LS.
Agus LS. Mohon Tunggu... -

Mahasiswa S2 Matematika di UCLA (Los Angeles). Political and economic issues enthusiast.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melawan Kebodohan

1 Mei 2016   15:39 Diperbarui: 1 Mei 2016   17:35 1147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stupidity (123rf.com)

Aktivis perjuangan hak-hak sipil kaum kulit hitam di Amerika Serikat, Martin Luther King, Jr. pernah berujar, “Tidak ada yang lebih berbahaya di dunia ini daripada pengabaian yang tulus dan kebodohan yang bersungguh-sungguh.”

Minggu lalu sebuah media online Indonesia mengabarkan bahwa telah ditemukan anak bidadari berkulit putih saat gerhana matahari baru-baru ini di sebuah desa di Sulawesi Tengah. Masyarakat sekitar meyakini bahwa ini adalah makhluk jelmaan. Lantas, mereka memakaikan baju kepada ‘makhluk’ tersebut, kemudian didoakan. Konon, ‘makhluk’ ini sewaktu-waktu bisa berubah menjadi anak-anak dan dapat membawa bencana pada daerah tersebut.

Tahun lalu di daerah lain, tepatnya di sekitar Sidoarjo, Jawa Timur, masyarakat sekitar digegerkan dengan peristiwa jatuhnya sebuah kitab suci raksasa dari langit. Konon kitab suci tersebut tiba-tiba saja jatuh di sebuah rumah warga. Sontak, desa tersebut gempar. Masyarakat berduyun-duyun datang untuk memohon keajaiban dari sebuah benda yang jatuh dari langit. Sumbangan seikhlasnya dipungut dengan dalih untuk perawatan benda pusaka tersebut.

Masih di Indonesia, kabar serupa datang dari sebuah desa di Jombang. Pada tahun 2009, kota Jombang dan sekitarnya dihebohkan oleh penemuan batu petir ajaib oleh seorang ‘dukun cilik’ bernama Ponari yang bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Batu tersebut cukup dicelupkan ke air, lalu diminum. Ribuan orang datang ke rumah Ponari untuk memohon kesembuhan lewat ‘batu ajaib’ tersebut. Lewat sumbangan seikhlasnya, Ponari meraup uang miliaran rupiah. Masyarakat dengan sungguh-sungguh percaya akan keajaiban batu tersebut.

Memang terdengar seperti cerita rakyat di zaman kerajaan dulu, tapi ini semua nyata dan benar adanya.

Sebegitu bodohnyakah? Di era digital ini?

Banyak dari kita yang telah mengenyam pendidikan yang cukup dan punya akal sehat yang jernih mungkin dengan gampangnya menghujat kebodohan saudara-saudara kita di daerah tersebut. “Bodoh sekali! Jelas-jelas itu sesuatu yang bodoh dan tidak masuk akal!,” mungkin begitu komentar kita.

Yang tidak kita sadari adalah orang-orang itu menganggap apa yang mereka percayai tersebut sebagai kebenaran. Dalam pengalaman dan keterbatasan pengetahuan hidup mereka, memang seperti itulah yang mereka pikir seharusnya terjadi, dan seharusnya adalah sebuah kebenaran.

Mereka dengan sungguh-sungguh menganggap bahwa anak bidadari lazim ditemukan, bencana alam disebabkan oleh makhluk jelmaan, gerhana terjadi karena ada raksasa menutupi matahari, kitab-kitab nabi masih turun ke bumi sampai hari-hari ini, penyakit manusia ditimbulkan oleh roh jahat, dan batu-batuan ajaib memang jatuh dari langit.

Apa yang kita anggap jelas-jelas keliru, mereka anggap kebenaran. Mereka percaya akan kebodohan-kebodohan tersebut secara bersungguh-sungguh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun