Beberapa hari ini saya selalu mendapatkan surat cinta dari redaksi. Intinya surat tersebut menyampaikan bahwa tulisan saya terindikasi melakukan kesalahan dan tidak dapat ditampilkan. Awalnya saya binggung bagaimana mengatasi hal tersebut. Saya juga tidak tahu kesalahan apa yang saya lakukan. Surat pertama datang saat saya menambahkan gambar dalam tulisan yang saya buat. Saya pikir pasti karena saya salah menuliskan sumber referensinya. Saat itu saya putuskan untuk tidak jadi menambahkan gambar. Akhirnya tulisan saya dapat dimuat. Hal tersebut membuat saya yakin bahwa benar saya salah menuliskan referensi gambarnya. Ternyata tidak selesai sampai disitu. Berikutnya saya kembali mendapatkan surat cinta yang sama dari redaksi. Saya pikir mungkin tulisan saya terlalu sedikit, sehingga tidak memenuhi batas minimal jumlah kata tulisan yang akan dimuat. Kali ini saya hanya menyesal saja kenapa kok saya tidak menulis. Kejadian ini berlangsung 4 kali berturut-turut dengan ending yang sama. Tulisan saya dimuat. Tanpa saya konfirmasi, tanpa saya menyanggah, tanpa saya mengupload bukti-bukti bahwa saya tidak melanggar ketentuan. Saya tidak mau pusing dengan hal tersebut. Saya anggap memang sedang ada gangguan dalam sistem. Saya juga tidak tahu apakah rekan-rekan lainnya juga ada yang mengalami seperti saya. Mudah-mudahan tidak ada yang mengalami hal tersebut. Awal menerima surat cinta tersebut, saya merasa kaget dan binggung kenapa saya terindikasi melanggar ketentuan. Setelah saya coba mencari informasi lebih dalam terkait ketentuan yang sudah ditetapkan, saya juga tidak menemukannya. Ternyata toh akhirnya tulisan saya dimuat juga.
Tadi sebelum menulis ini saya membaca judul buku yang isinya belum saya baca. Judulnya "nggak usah kebanyakan teori dech". Entah buku itu isinya apa, genrenya apa saya juga belum tahu. Judul bukunya sangat provokatif. Dari judulnya, penulis maunya langsung praktek. Apakah teori itu tidak penting ? Apakah dengan langsung praktek, artinya lebih baik ? atau jika belajar sesuatu hasilnya akan lebih cepat kita langsung praktek ?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul di benak ketika sekilas saya melihat buku tersebut. Setiap kita mempelajari hal yang baru, biasanya akan ada pelajaran teorinya sebelum praktek. Praktek dilaksanakan setelah pelajaran teori diberikan. Apakah bisa seseorang belajar suatu hal baru tanpa belajar teori terlebih dahulu ? rasanya kok gak ada ya ? Kalo ada pembaca yang tahu bahwa ada hal yang bisa dipelajari tanpa teori atau sesuatu yang tidak ada teorinya tapi bisa dipraktekkan, dapat menuliskannya di komentar. Judul buku tersebut sepertinya ditujukan kepada orang yang banyak berteori namun tak pernah mempraktekkannya. Seperti misalnya seseorang yang punya segudang teori tentang bagaimana diet. Namun orang tersebut tidak pernah mempraktekkannya. Dia selalu memberikan pelajaran kepada orang lain bagaimana cara diet yang baik, namun dia sendiri masih gemuk, kelebihan berat badan. Jika seperti itu maka pantas jika orang yang diajarinya akan bilang "nggak usah kebanyakan teori dech!".
Begitupun dengan menulis. Banyak teori tentang bagaimana menulis. Semenjak SD, bahkan sekarang semenjak TK, kita sudah diajarkan menulis. Sudah tidak perlu lagi banyak teori yang kita butuhkan untuk menulis. Om Jay pernah berpesan untuk segera menuliskan apapun yang ada dipikiran. Menulis setiap hari. Jadi kalo masih ada pembaca yang mengatakan kalo ingin jadi penulis, tapi tidak menulis setiap hari, maka ia masuk dalam golongan yang suka kebanyakan teori. Jangan pernah lelah untuk menulis. Tuliskan apapun itu setiap hari. Jika tiba-tiba anda ingin berhenti menulis, katakan "nggak usah kebanyakan teori dech!" pada diri anda sendiri. Semoga kalimat itu menjadi mantra yang ampuh bagi saya. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H