Mohon tunggu...
Agus Hermawan
Agus Hermawan Mohon Tunggu... -

Cuma wartawan biasa-biasa saja. Menulis hal-hal biasa dari dunia politik, perkotaan dan ketidakadilan yang menimpa masyarakat kebanyakan. Percaya bahwa hidup tidak selalu harus dijalani dengan serius, tetapi dengan kebahagiaan dan tawa serta kejujuran. Menikmati waktu luangnya dengan seorang istri, putra, putri, serta sepeda kesayangannya.. Senang jika Anda juga bersedia menjadi teman...

Selanjutnya

Tutup

Nature

Masuki 2011 dengan Kalender 2010

23 Desember 2010   01:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:29 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1293065828204182065

DI KANTOR saya saat ini teman-teman sedang ribut dan merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Kurang pas. Mereka seakan memasuki tahun 2011 tanpa kepastian. Resah dan seperti hilang arah. Saya sendiri tidak ikut resah karena menurut saya persoalannya sepele. Tahun 2011, kantor kami enggak mencetak kalender untuk tahun 2011 ! Jadilah, hidup tanpa kalender kantor itu seperti kiamat. Sejumlah teman melempar pertanyaan. "Ini pertanda apa, memasuki tahun baru tanpa kalender?" "Bagaimana saya menjelaskan ke relasi yang setiap tahun dapat kalenderkantor?" "Menghemat atau kelupaan?" "Buat saya kalender kantor itu sudah bagian dari image perusahaan" kata yang lain. Sebenarnya enggak separah itulah. Dunia digital sudah menyediakan calendar di mana saja bukan? Handphone, jam tangan hingga I-pad,  komputer tablet lainnya sudah tersedia menu kalender, lengkap dengan agenda kegiatan yang siap kita isi. Bahkan di Yahoo atau Gmail pun ada kan? Atau, setiap hari kan di pojok atas koran sudah ditulis hari apa dan tanggal  berapa bukan? He..he Cuma entahlah, kalender yang menempel di diding rupanya sudah menjadi bagian dari hidup kita semua. Jika hari penting, biasanya kita menandai atau memberi lingkaran hari atau tanggal dimaksud. Ada lho, emaknya teman saya, yang setiap bangun di pagi hari harus menyobek kalender cina. Itu lo, kalender yang cuma sehari selembar itu. Kalender semacam itu harus dibawa ke mana pun, dia menginap. Sekali saja, jadwal menyobek kalender terlewat di pagi hari, seharian dia akan uring-uringan, hilang mood dan cemberut sepanjang siang. Ya, kalender itu sudah menjadi bagian hidup kita rupanya. Sering saya melihat di kampung-kampung, lembaran kalender yang sudah lewat bertahun-tahun masih ditempel di dinding bilik rumah atau warung. Biasanya, bukan karena angka atau tanggalnya yang mereka perlukan, tetapi gambar pemandangan atau gadis cantik di atasnya. Atau jangan-jangan orang kampung sudah berpikir lama, ngapain ganti kalender baru? Atau, jangan-jangan kearifan lokal mereka sudah menjalani hidup "go green" yang sekarang  orang kota ramai-ramai mengkampanyekannya dan sok go green? Toh, angka-angka dan hari-harinya sama dengan tahun-tahun sebelumnya :) Kembali ke kalender kantor saya. Buat teman-teman saya, kalender kantor yang setiap tahun selalu keren itu memang paling ditunggu. Didesain khusus dan  keren serta enak dipasang di dinding rumah, toko atau kantor, atau di meja jika itu kalender meja. Kalender itu  bisa kumpulan foto, infografis atau kartun pilihan. Biasanya setiap tahun ada temanya dari tema lingkungan, pariwisata atau apa saja. "Kalender kantor kita itu lengkap soalnya ada hari pasarannya," ujar seorang teman mengenai keunggulan kalender kantor. Jadilah, kalender itu laris manis ditunggu saudara, teman atau relasi yang masih menggunakan hari pon, legi, pahing dengan angka-anga superkecil di bawah angka besar. Jika pulang kampung, saat lebaran atau natal tahun baru, mereka rasanya sudah bangga sekali membawa kalender kantor dan membagikannya ke sanak keluarga. Saya sendiri sudah membeli kalender 2011 dari perempatan Pondok Indah, Jakarta. Cuma 7.000 perak. Kalender sangat sederhana. Cuma angka-angka biru atau merah di kertas putih. "Mau yang mana pak?" kata si asongan saat saya membeli kalender itu. Saya bingung, apa bedanya. Ups, ternyata memang kalender semacam itu ada dua jenis: yang hari pasarannya jawa atau bulan komariah dengan huruf arab, serta yang hari pasarannya sepertinya kalender cina karena dalam huruf cina. Kalau dipolitisir, kalender itu sangat demokratis dan menghargai keberagaman. Di meja saya pun ada kalender lain, dari majalah Maxim. Cuma kok rasanya merasa enggak sopan, jika saya memasang kalender itu di kantor, apalagi di rumah. Apa kata orang, haji kok kalendernya enggak islami. Gambarnya berupa foto-foto perempuan cantik dalam ukuran umum dengan pose-pose mengajak bobok atau seperti kegerahan karena semua menggunakan baju tidur, atau baju minim. Saya lebih suka melihatnya sendiri dan diam-diam. :) Sejauh ini belum dibentuk Majelis Kehormatan Kalender (MKK) atau Tim Pencari Fakta Kalender (TFK) di kantor kami, untuk mengetahui kenapa kalender yang demikian penting itu tidak dicetak. Ha,..ha... Yang pasti di balik  kartu Natal dan Tahun Baru 2011 dicetak angka-angka mirip kalender-- keciiillll sekali, perlu suryakanta atau loop untuk melihatnya. Tidak lupa ada lambang segitiga recycle dengan tulisan: "Mari kita hemat kertas, Fungsikan kartu ini sebagai kalender meja"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun