Argumentasi Larangan Poliandri
Dr. Agus Hermanto, MHI
Poliandri adalah bentuk pernikahan yang dilarang oleh agama. Poliandri adalah seorang perempuan memiliki suami lebih dari satu. Hal ini dilarang karena bertentangan dengan Nash dan juga ijma, sedangkan secara logika bahwa orang yang melakukan poliandri seperti halnya sebuah kamar mandi yang memiliki satu bak dan 2-4 kran, maka akan menimbulkan sebuah persoalan baru ketika bak dalam kamar mandi tersebut terisi penuh oleh empat kran misalnya ketika timbul suatu pertanyaan, kran manakah yang memenuhi bak tersebut, akan sulit dianalisis hingga disimpulkan.
Begitu juga dalam poliandri, ketika seorang perempuan memiliki empat suami, lalu perempuan ini hamil, maka laki-laki manakah yang menghamili nya. Dalam penentuan nasab akan terjadi kekacauan, sehingga anak yang dilahirkan akan menemui ambigu kepada laki-laki mana yang berhak menjadi wali pernikahannya.
Argumentasi ini mungkin dianggap kuno, karena saat ini telah ada sebuah teknologi yang mampu menentukan genetika seseorang melalui tes DNA, namun demikian Islam tidak serta merta membolehkan dengan dapat terlihatnya hasil DNA tersebut.
Islam adalah agama yang menjaga kehormatan, sehingga dalam maqasid syari'ah, unsur utama yang harus dijaga adalah agama, sedangkan agama melalui nash telah melarang terjadinya poliandri, begitu juga ijma para ulama, kemudian unsur kedua adalah jiwa, perempuan adalah insan yang juga memiliki kehormatan yang harus dijaga, sehingga ketika dia memiliki suami lebih dari satu, pastilah akan kerap terjadi pertikaian antara satu laki-laki dengan laki-laki lainnya, begitu juga secara fisik, mungkinkah wanita melayani biologis laki-laki lebih dari satu dalam setiap saatnya, tentunya hal ini akan mengancam jiwanya. Unsur selanjutnya adalah menjaga akal, secara logika sangatlah tidak wajar dan bertentangan dengan akal sehat manusia jika satu perempuan harus memiliki pasangan lebih dari satu. Unsur selanjutnya adalah nasab, jelas nasab anak yang dilahirkan akan mengalami ketidak jelaskan kepada siapa disandarkan, belum lagi bagaimana jika terjadi keturunan yang cacat. Unsur selanjutnya adalah menjaga harta, jika terjadi poliandri, maka siapakah yang berhak memberi nafkah, suami pertama, kedua atau ketiga dan keempat.
Dari pertimbangan tersebut di atas cukuplah kuat untuk menentukan alasan bahwa poliandri adalah haram hukumnya dan bertentangan dengan fitrah manusia pada umumnya, karena manusia itu diciptakan secara fitrah adalah sama, jika orang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan fitrah manusia pada umumnya berarti ia melakukan pelanggaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H