Rasulullah saw bersabda, "Barang siapa membangun Masjid karena Allah walaupun selubang burung bertelur, atau lebih kecil baginya, Allah bangunkan rumah baginya, seperti itu pula di surga" (HR. Ibnu Majah). Begitu mulianya orang-orang yang membangun masjid, mendirikan dan meramaikannya dengan kegiatan keagamaan.Â
Ikhlas sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Al-Nawawi, "Mensucikan panca indra, baik secara dhahir maupun batin, dan meninggalkan segala perkara yang merusaknya" begitulah keikhlasan, maka orang yang membangun masjid dengan keikhlasan harus mampu melepaskan dari segala keanekaragam keinginan syahwat dan keinginan lainnya yang menyebabkan keikhlasannya terkikis.
Begitu mulianya orang-orang yang ikhlas atau sering disebut mukhlis, sehingga digambarkan bahwa orang-orang yang ikhlas itu seperti halnya ia berjalan di atas pasir, tidak pernah terdengan suara langkah kakinya, namun terlihat jelas tapak tilas dimana ia telah melakukannya, begitulah analogi orang yang membangun masjid dengan keikhlasan, sehingga ia telah berbuat dengan sepenuh hati tanpa merasa bahwa ia adalah orang yang berjasa, lebih-lebih untuk populeritas, namun amalaiyahnya terlihat jelas bukti bangunan yang megah menjadi saksi atas perbuatannya.
Masjid berasal dari kata bahasa Arab, yaitu sajada-yasjudu, yaitu bersudud, maksudnya bahwa masjid adalah isim makan yang berarti adalah tempat sujud.Â
Masjid adalah tempat ibadah bagi kaum muslimin, khususnya untuk menunaikan ibadah shalat lima waktu dan beberapa kegiatan agama lainnya, baik dalam ibadah seperti fungsi di atas, masjid merupakan tempat yang paling mulia sebagai tempat berjusud bangi hamba, mungkin basa jadi seseorang mencari ketenangan di guwa, gunung, pinggir pantai, atau tempat-tempat nyaman lainnya, namun masjid tentunya lebih terjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat mendekati pada kemusyrikan.Â
Sedangkan dalam bidang muamalah misalnya masjid sebagai kegiatan musyawarah, urun rembuk, pengumpulan zakat dan beberapa kegiatan lainnya yang berkenaan dengan urusan umat.
Bahkan pada zaman Nabi Muhammad saw, fungsi masjid juga sebagai rencana strategi mengumpulkan sahabat untuk mengatur siasat perang, dan begitu juga pada awal penyebaran Islam di tanah air, bahwa masjid juga sering diidentikan dengan pemerintahan, karena para pemerintah atau para raja dan jajarannya memanfaatkan masjid sebagai tempat untuk mengatur pemerintahan, sebagai bukti sejarah adalah bahwa sampai hari ini khusunya di wilayah Jawa, posisi masjid Agung selalu dekat dengan alon-alon dankantor Bupati.
Pada bulan Ramadhan, masjid menjadi satu-satunya sentral yang paling center dan meriah, selain dimanfaatkan untuk shalat tarawih, tadarus al-Quran serta i'tikaf. I'tikaf artinya adalah berdiam, mengurung diri dalam masjid untuk mencari ketenangan demi mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala.Â
Mensucikna diri dari hadats, berniat i'tikaf, seperti "saya berniat i'tikaf di dalam Masjid karena Allah ta'ala" kemudian menjalankan shalat sunah, dilanjutkan dengan berdzikir, tasbih, tahmid, takbir dan tahlil, serta memperbanyak doa, dimantabkan dengan memperbanyak membaca Al-Quran (tadarus serta menelaah serta memahaminya dengan benar ayat ayat al Quran, dengan khitmat) .
Lebih-lebih pada bulan Ramadhan, kemeriahan, kesejukan, serta kebersamaan begitu terjalin dalam sebuah ikatan ukhuwah islamiyah dalam suasana Ramadhan. Terkadang juga tradisi takjil menjelang maghrib pun menjadikan masjid sebagai wadah berkumpulnya kaum muslimin. Masya Allah, la haula wala quwwata illa billahil 'aliyuil adzim (tiada daya, tiada upaya kecuali atas pertolongan Allah).
Pada saat ini, masjid begitu megah di bangun di beberapa tempat baik di kota maupun pelosok desa, nyaris  tidak ditemukan masjid yang terbuat dari pohon bambu dan anyaman dari bahan yang sama, beratapkan daun kelapa atau jerami, atau bahkan kulit kayu, semuanya telah berubah menjadi bangunan yang kokoh dan megah bagai Istana.Â