Syariah puasa telah disyari'ahkan oleh para umat terdahulu sebelum datangnya syariah Islam, maka disebut sebagai (syar'u man qablana). Puasa merupakan ibadah yang pahalanya langsung dibalas oleh Allah swt, berbeda dengan ibadah lainnya.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadist qudsi, dari Rasulullah saw, Allah berfirman, “Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa, ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya” (HR. Bukhari dan Muslim). Ibadah puasa diwajibkan kepada setiap muslim, baligh, aqil, yang yang sehat secara jasmani dan rohani.
Dalam firman Allah swt, dikatakan, "Wahai orang-orang yang beriman, diperintahkan kepada kalian untuk berpuasa, sebagaimana diperintahkan kepada orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang yang bertaqwa" (QS. Al Baqarah: 183).
Iman adalah keyakinan kepada hal yang wajib diimani, yaitu iman kepada Allah, malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah, hari akhir serta qadha dan qadar. Iman itu sendiri terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu iman taqlidiy, adalah imannya orang yang memahami ketauhidan secara umum, dan biasanya dimiliki oleh orang awam.
Kedua, iman tahqiqiy, yaitu imannya orang yang ada pada dirinya kemudian ditambah dengan belajar kepada para guru, sehingga mendapatkan keyakinan yang lebih baik, daripada sekedar iman taqlidiy. Ketiga, iman istidlaliy, yaitu iman seseorang yang ada pada dirinya ditambah dengan bukti-bukti kebesaran Allah yang ditunjukkan langsung kepadanya.
Keimanan merupakan bekal untuk dapat menjalankan ibadah, karena tanpa keimanan mustahil seseorang akan mampu menjalankan ibadah puasa yang sangat berat, yaitu menahan lapar dan dahaga mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari serta hal hal yang mendekati pada perkara yang mengarah pada hubungan badan. Hal ini merupakan hubungan vertikal antara manusia degan sang Khaliq yaitu Allah swt, yang sering disebut habluminallah.
Selain hubungan vertikal, ternyata ibadah puasa juga selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga habluminannas atau hubungan antara manusia dengan manusia lainnya pun menjadi perhatian khusus.
Selain puasa merupakan ibadah juga menjaga nilai toleransi kepada sesama manusia, seperti kita menahan dari lapar dan dahaga adalah hal yang dialami oleh faqir miskin, sehingga tidak ada pembeda antara mereka dalam menjalankan ibadah puasa, dan orang kaya pun dalam waktu yang bersamaan dapat merasakan bagaimana rasanya orang miskin, yang selalu merasakan lapar dan dahaga.
Pada bulan Ramadhan pula diperintahkan untuk membagikan zakat kepada delapan asnaf (delapan golongan orang yang berhak menerima zakat) agar pada waktu yang sama orang miskin pun dapat meramaikan kemenangan, yaitu hari idul fitri, yang merupakan hari kemenangan bagi kaum muslimin setelah menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh.
Pada malam harinya selama ramadhan semua bersujud menjalankan shalat tarawih secara berjamaah juga merupakan spirit yang sama yaitu menggapai ketaawaan kepada Allah swt, tanpa membedakan si kaya dan miskin, seperti itulah ajaran Islam mengajari nilai-nilai toleransi dalam kehidupan.
Nilai tasamuh (toleransi) tertanam pada setiap orang-orang yang beriman, sehingga orang yang mungkin tidak dapat menjalankan ibadah puasa karena hal syara' yang menyebabkan dirinya mendapatkan rukhsah pun harus juga menjaga sikap ketika makan, misalnya sedang safar ataupun haidh bagi perempuan, sikap tidak mengumbar diri pada saat buka bagi para musafir atau perempuan yang sedang haidh juga merupakan bentuk toleransi bahwa ajaran Islam mengajarkan akhlakul karimah.