Pendahuluan
Di salah satu sudut rumah seorang kenalan, saya menemukan sesuatu yang menarik: sepasang panah dan busur yang terpajang di dinding, berbalut debu sebagai tanda usianya. Menurut pemilik rumah, panah dan busur itu telah berada di sana selama tiga dekade, diperoleh dari seseorang yang hobi berburu di hutan pada masanya.Â
Melihat mata panah yang terbuat dari besi runcing, saya pun bertanya-tanya: apakah alat ini efektif untuk berburu hewan besar seperti babi hutan? Jawabannya, tentu saja tidak mudah.
Babi hutan dikenal memiliki kulit tebal, otot keras, dan daya tahan luar biasa. Panah seperti itu, dengan mata besi runcing sederhana, lebih cocok untuk hewan kecil atau sedang seperti burung, tupai, atau rusa kecil.Â
Meskipun demikian, panah ini tetap menjadi artefak yang kaya cerita, menjadi saksi gaya hidup yang berbeda di masa lalu. Menurut pemilik rumah mata panah dan busur yang dipajang di dinding rumahnya sudah ada sejak tahun 80an.
Tradisi Berburu di Masa Lalu
Lebih dari tiga puluh tahun lalu di Jawa Barat, berburu dengan panah dan busur bukan hal yang asing meski sudah mulai tergeser oleh senjata modern. Aktivitas berburu pada masa itu lebih sering dilakukan sebagai hobi atau tradisi daripada kebutuhan hidup.Â
Kawasan hutan yang masih luas seperti di Sukabumi atau Garut, menyediakan ruang bagi para pemburu untuk menyalurkan hobi mereka. Meski keterbatasan alat seperti panah tradisional, sering kali membatasi jenis hewan yang bisa diburu.
Memanah di Era Modern
Kemarin, saya berkesempatan mengunjungi sebuah area memanah yang dirancang untuk olahraga. Di sana, puluhan target berbentuk lingkaran terpajang rapi, penuh bekas lubang mata panah.Â