Saya melihatnya seperti melihat perpaduan unik antara saya dan istri seperti hidung saya mancung sementara hidung anak saya lebih pesek, tapi rambutnya jauh lebih lebat daripada rambut saya yang tipis dan kini nyaris botak. Kulit saya putih, sedangkan kulitnya agak gelap namun ia memiliki perawakan tinggi besar jauh berbeda dari tubuh saya yang kurus kecil.Â
Perbedaan-perbedaan ini tidak lagi menjadi sumber kekhawatiran, melainkan menjadi bukti bahwa setiap individu memang unik.
Belajar dari Anak
Kini, anak saya telah berusia 13 tahun. Ia memiliki mata yang sangat mirip dengan saya, dan sikapnya mencerminkan perpaduan sifat saya dan ibunya.Â
Pada usia ini ia mulai mencari jati diri, namun tetap membawa banyak nilai dan kebiasaan yang kami tanamkan sejak kecil. Saya bangga melihat bagaimana ia tumbuh menjadi pribadi yang penuh potensi, meskipun perjalanan kami sebagai orang tua masih panjang.
Sebagai seorang ayah saya mengajari anak saya tentang kehidupan, juga belajar darinya melaui apa yang ditunjukan dalam tumbuh kembangnya. Ia mengingatkan saya untuk terus berpikir optimis, mencoba hal-hal baru, dan bersyukur atas setiap momen kecil dalam hidup.
Refleksi dan Pesan untuk Ayah Baru
Sebagai seorang ayah, saya belajar bahwa menjadi orang tua adalah pelajaran untuk semua baik sebagai ayah maupun bagi anak itu sendiri. Saya menyadari pentingnya menerima anak apa adanya, mensyukuri keunikan mereka, dan menjadi teladan yang baik dalam setiap langkah.Â
Saya juga akhirnya menyadari bahwa kecemasan awal saya adalah wujud cinta yang tulus, yang kini berkembang menjadi rasa syukur yang mendalam.
Melalui tulisan ini saya ingin berbagi kepada para orang tua, terutama ayah-ayah baru di luar sana: Tidak ada yang benar-benar siap menjadi orang tua. Tetapi dalam proses ini, kita akan terus belajar, tumbuh, dan menemukan makna baru tentang cinta dan kehidupan.Â
Nikmati setiap momen, karena setiap fase dalam tumbuh kembang anak adalah anugerah yang tak tergantikan.