"Kelas menengah", hidup yang serba pas-pasan, rumah type RSSS alias Rumah Sangat Sederhana Sekali hehe... Itukah yang dimaksud? Kalau iya, kayaknya itu saya banget dech.
Lalu bagaimana saya menyikapinya? OK sekalian curhat ya Pemirsa, begini ceritanya:
Ada poin-poin yang bisa dijadikan catatan saya dalam hidup.
1. Bersyukur adalah kunci kebahagiaan
Kebahagian itu datang dari hati yang ikhlash, menerima yang sudah digariskan Yang Maha Kuasa dan bersyukur. Bukan artinya kita tidak boleh kaya, ambilah setiap kesempatan untuk menjadi kaya tapi tidak menjadi seorang ambisius. Kalau memang upaya kita sudah maksimal dan hasilnya masih belum bisa kaya ya harus kita terima.
Untuk bisa lebih bersyukur saya mencoba membalik pola pikir saya dengan cara ini:
Contoh ketika saya mendapatkan hanya bisa mengendarai motor ketika berangkat kerja, saya tidak berpikir harus bisa mengendarai mobil. Tapi saya berpikir bagaimana seandainya saya hanya bisa mengandalkan naik sepeda atau berjalan kaki.
2. Bedakan "kebutuhan" dan "keinginan"
Belilah sesuatu yang benar-benar kita butuhkan, bukan sekedar yang kita inginkan.
Memang apa sih sebenarnya kebutuhan hidup, tidak ada yang luar biasa kok. Cuma makan, minum, punya tempat berteduh, pendidikan anak ya gak usah maksain harus sekolah mahal sekolah di SD Negeri juga ijazahnya sama kok. Saya ajarkan anak juga untuk hidup sederhana, mandiri, dan mengerti keadaan orang tuanya.
Jauhi gaya hidup, buat apa sich bepergian ke luar negeri untuk berlibur? Sementara kampung halaman sekitar kita juga bisa kita jadikan destinasi, bahkan gratis dan banyak berkahnya dengan bersilaturahmi bersosialisasi dengan orang-orang sederhana dan bersahaja.
3. Seandainya saya ditakdirkan menjadi orang kaya.
Bolehkan saya berangan menjadi miliarder ya Pemirsa hehe... Saya tidak akan merubah model hidup saya yang sekarang, saya tidak akan menggunakan melebihi kebutuhan saya sebagai manusia saat ini. Lalu buat apa sisa kekayaan yang melimpah ruah itu, saya akan gunakan untuk kegiatan sosial kalau perlu semuanya.
Saya ingat sebuah hikayat seorang yang menolak kaya dengan membiarkan kebun kurmanya membusuk, ternyata kurma busuknya malah ditawar saudagar dengan harga lebih mahal karena bertepatan dengan seoarang penguasa yang membutuhkan kurma busuk tersebut sebagai obat untuk wabah yang menyerang masyarakatnya.
Selain itu saya punya cerita tentang seorang Bijak dengan seorang Penduduk yang hidupnya merasa sumpek dan merasa tidak pernah bahagia:
Penduduk: "Tuan saya merasa hidup saya sumpek, berilah saya nasihat!"
Orang Bijak: "Kamu di rumah punya ayam?"
Penduduk: "Tidak Tuan!"
Orang Bijak: "Belilah ayam dan pelihara di dalam rumah bersamamu"
Keesokan harinya Penduduk datang kembali.
Penduduk: "Tuan, saya masih merasa sumpek sekarang harus bagaimana?"
Orang Bijak: "Kalau begitu sekarang belilah kambing, dan pelihara bersama ayammu"
Keesokan harinya Penduduk datang kembali.
Penduduk: "Tuan, saya masih merasa sumpek adakah cara lain yang bisa saya lakukan?"
Orang Bijak: "Kalau begitu sekarang belilah sapi, dan pelihara bersama kambing dan ayammu"
Keesokan harinya Penduduk lagi-lagi datang kembali.
Penduduk: "Tuan, hidup saya tambah susah saja rasanya. Malah tambah repot dan sumpek dengan semua kekayaan saya"
Orang Bijak: "Baiklah, sekarang jual semua sapi, kambing, dan ayammu"
Keesokan harinya Penduduk mengaku hidupnya merasa lebih leluasa dan bahagia, dia bisa mengambil hikmah dari kekosongan hidup yang dialaminya. Ternyata dengan kekosongan kita bisa menikmati ruang lebih leluasa dalam arti luas.
Tentunya saya mempelajari cerita-cerita di atas secara pleksibel dan luwes, bukan berati saya tidak mau dan tidak boleh kaya. Tapi kadang kekosongan hidup secara relatif bisa lebih membahagiakan.
Terakhir saya coba kembali mengingat kutipan seorang tokoh konsep hidup minimalis Joshua Fields Millburn:
"You dont need more space, but you need less stuff" _ Joshua Fileds Millburn
Sampai saat ini saya jalani hidup seperti air mengalir, walau pun tidak lebih hidup saya pas-pas saja. Pas mau makan makanan ada, pas mau minum minuman tersedia biar pun sekedar air putih. Pas mau apa pun ada saja jalannya tanpa direncanakan jauh-jauh sebelumnya, rezeki datang secara tidak disangka.
Saya mau kaya, karena tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.
Terakhir saya sampaikan, semua hal di atas bersifat relatif tergantung pribadi yang menjalaninya. Perbedaan pendapat adalah wajar untuk hal yang sepatutnya kita pelajari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H