Hari itu waktu sudah sore sekitar pukul 16.15 saya diajak ngobrol oleh salah satu teman, namanya mang Didin, Beliau menceritakan dan memberikan sebuah realita, bahwasannya ada seorang nenek, dikenal dengan sebutan Nani, usia nya 72th hidup sebatang kara didaerah Pemakaman Depok belakang Clauster Atlanta perumahan GMG.
Semasa mudanya si nene sering _ngibing_ disetiap ada acara hajatan, karakter itu masih terbawa sampe usia tua, maka anak-anak dari si nene merasa malu jika ia harus tinggal bersama, ditambah ada kesan dianggap kurang waras oleh warganya. Alhasil si nene memilih untuk hidup sendiri.
Mendengar cerita itu, hati mulai tergerak ingin segera bertemu dan berkunjung kelokasi rumahnya si nene yang tak jauh lokasinya dari Pesantren Bunyan yang ada di Bekasi
Hari pertama saya bertemu dengan si nene, saya merasa kaget dan teraneh-aneh, ada juga seorang nene yang hidup di tengah pemakaman umum, jauh dari warga dan listrik pun tidak ada, saya pun langsung bertemu dan dikenalkan mang Didin kepada si Nene.
Sesampainya di lokasi, Nene Nani ini banyak menceritakan kisahnya bermula dari masa mudanya.
Namun lebih kepada intinya si Nene  menceritakan kondisi rumahnya kala itu ia dirikan hanya berupa saung yang beratapkan dari daun kelapa dan jerami, hal itu membuat si nene merasa harus sesering mungkin melakukan perbaikan terhadap saungnya yang berukuran 4x4 saja, dan itu sudah sekaligus dapur wc dan kamar tidur.
Karena sering bocor ketika waktu hujan, si nene ini merasa putus asa, sebab kaki nya pun penuh dengan luka dan penyakit kulit yang diderita, disaat mau merapikan saungnya, beliau bertemu dengan seorang pemuda, sebutlah namanya bang Nana.
Nana ini orang yang sangat peduli kepada kehidupan si nene, ketika ia melihat saungnya si nene yang harus dibenahi agar bisa ditempati dengan nyaman, bang nana mencari ke beberapa warga yang rumahnya sedang melakukan renovasi, ia meminta beberapa plastic yang sudah tidak terpakai dengan alasan untuk bisa mengganti atap saung si nene tersebut.
Saya menghentikan pembicaraan ini dengan si nene, dan melirik ke sekeliling rumahnya, dan mencatat apa saja yang sekiranya bisa bantu untuk keperluan keseharian si nene.
Saya pun berbincang dengan mang Didin terkait ini, " nene butuh untuk kesehariannya, sebab belum ada yang bisa memberinya secara rutin, meskipun kadang ada saja orang yang sekedar nyimpang ikut berteduh di saung nya dan membantu beberapa hal yang bisa dibantu untuk si nene."
Â
pukul setengah 11 siang, saya berkomunikasi dengan kawan -- kawan, membicarakan keperluan untuk si nene. Alhamdulillah ada kabar baik yang bisa saya sampaikan kepada si nene nanti, ada yang ingin istiqomah membantu mensubsidi sembako disetiap bulannya, seketika itu saya langsung berdoa, Ya Allah semoga amal baik ini menjadikan asbab keberkahan, kelancaran dan amal kebaikan yang Allah catat untuk kita.