Program Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) - KompasTV kini telah memasuki musim ke-7. Kali ini saya tertarik pada mengutip salah satu bahan materi yang disajikan Didi Sunardi pada penampilan 9 besar Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) Season 7" yang ditayangkan di Kompas TV (11/5/2017), yang masih tetap menghadirkan sosok komika kuli bangunan dengan kesederhanaan dan pengalaman hidupnya. Pada penampilannya kali ini Didi Sunaridi mencoba sedikit mengkritisi adegan-adegan yang selalu ditampilkan dalam setiap film Warkop DKI.
Grup Warkop DKI atau yang lebih dikenal Dono, Kasino dan Indro sebagai personilnya, siapa sih yang tidak kenal ketiga nama ini. Generasi awal tahun 80-an pasti sudah sangat familiar dengan film-film yang sudah dihasilkan oleh salah satu legenda grup lawak indonesia ini. “Jodoh boleh diatur, depan bisa belakang bisa, sama juga bohong, makin lama makin asyik” itu hanyalah beberapa judul sekian banyak judul film yang sudah dihasilkan, yang saya rasa filmya pun sudah mencapai puluhan jumlahnya.
Untuk sebagai catatan kecil bahwa sampai dengan saat ini pun masih ada stasiun tv swasta yang masih tetap menayangkan beberapa judul filmnya. Mungkin hampir semua filmnya sudah berulang-ulang kali ditayangkan di televisi pada saat hari libur nasional, lebaran, natal dan tahun baru bahkan sampai dengan hari ini pun masih ada beberapa judul film Warkop DKI yang ditayangkan pada malam hari hingga menjelang tengah malam dalam setiap bulannya. Yang perlu digaris bawah dan perlu kita ketahui bahwa dalam setiap penayangan semua judul filmnya oleh stasiun televisi swasta, semuanya gratis alias cuma-cuma tanpa ada sedikit bentuk tanggung jawab moral berupa royalty yang bisa diberikan baik kepada personil Warkop DKI yang tersisa (Indro) ataupun ahli waris keluarga personil lainnya (Alm. Dono & Alm. Kasino).
Dalam setiap film Warkop DKI pada masa itu hampir selalu dibumbui dengan kehadiran Warkop Angels” atau “Bidadari Warkop” dengan dandanan cantik serta busana seksinya yang alhasil saat itu trik ini berhasil dan menjadi magnet dan daya tarik tersendiri para penikmat film untuk tetap antri di loket karcis bioskop pada era tahun 80 – 90-an, yang notabene genre film di Indonesia yang trend dan laku di pasaran saat itu adalah genre film komedi di tengah gempuran film asing dengan genre film actionnya.
Selalu ada saja adegan yang bisa membuat kita tertawa hingga terpingkal-pingkal dalam setiap filmnya. Dari abang tukang becak yang ditabrak bemo terus tersangkut di atas pohon, kemudian ada pengendara sepeda ontel yang tiba-tiba kaget kemudian hilang kesimbangan dan jatuh ke dalam sungai. Ini belum termasuk pejalan kaki atau orang yang sedang mengecat tiba-tiba tertimpa kaleng cat atau tangga yang dinaikinya. Yang saya sebutkan di atas mungkin hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak adegan yang sering ditampilkan dalam setiap film Warkop DKI. Namun jarang sekali kita menyadari atau tidak terpikir sama sekali bahwa yang menjadi objek penderita, bahan candaan dan tertawaan dalam film tersebut mengapa terkadang orang biasa yang bisa dikategorikan sebagai orang miskin, pesan moral apa sih yang tersimpan dalam setiap filmnya, apakah kemiskinan itu biasa dijadikan hiburan bahan candaan atau tertawaan dalam sebuah film ?.
“Miskin itu menderita, kemiskinan itu adalah musuh bangsa, maka tetaplah berusaha untuk tidak menjadi miskin”, begitu mungkin pesan moral yang disampaikan kepada penonton dalam setiap film Warkop DKI, yang disampaikan indro di akhir penampilan Didi Sunardi di babak 9 besar Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) Season 7" yang ditayangkan di Kompas TV(11/5/2017).
Tidak ada yang salah dalam hal kemiskinan, terlahir dalam keadaan miskin tidak menjadikan kita harus menjadi miskin seumur hidup dan hal ini bukanlah hal yang untuk disesali. Tinggal kita untuk selalu berusaha bangkit, berusaha maksimal dengan segala jenis potensi dan bakat yang kita miliki untuk keluar dari kemiskinan. Boleh miskin secara materi asal jangan sampai miskin hati yang terkadang hal ini bisa membuat kita untuk mengalalkan segala cara untuk meraih kekayaan walaupun cuma sesaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H