Tidak terasa dalam hitungan minggu bulan Ramadan tahun 2019 ini sudah makin mendekat dan suasananya sudah makin kental terasa. Bisa dilihat dari mulai banyaknya minimarket hingga supermarket modern yang telah menyusun puluhan botol sirop aneka warna dan rasa dari berbagai jenis merek.
Semuanya sudah mulai tertata rapi di etalase toko sambil menunggu datangnya konsumen yang tergoda untuk membeli. Tidak lupa aneka macam jenis kurma pun sudah terbungkus rapi dalam wadah kemasan plastik sekali pakai yang sudah diberikan label harga sesuai dengan berat isinya.
Pemakaian kemasan dan kantong berbahan plastik selama bulan Ramadan akan meningkat berkali-kali lipat jika dibandingkan pada hari biasa. Mulai dari pemakaian sendok, kantong belanjaan, wadah makanan siap saji hingga sedotan dan gelas plastik sekali pakai, yang biasa digunakan sebagai wadah minuman es cendol, sop buah hingga kolak pisang.
Pemandangan seperti ini akan mudah sekali kita temukan pada pasar beduk dan pasar dadakan di tepi-tepi jalan lainnya, yang hanya muncul setahun sekali ketika bulan Ramadan tiba. Dengan dalih akan mendapatkan keuntungan yang besar, para penjual yang mencoba peruntungannya di pasar beduk ini nanti otomatis juga masih akan banyak menggunakan kantong plastik.
Dengan alasan harganya yang murah, ringan, kuat, dan tahan air, membuat kantong plastik masih tetap menjadi pilihan favorit para konsumen sebagai media untuk membawa barang hasil belanjaan mereka. Ini belum termasuk dengan penggunaan gelas plastik, sedotan hingga styrofoam sekali pakai yang akhirnya cuma akan dibuang dan menumpuk di tempat sampah.
Pemberlakuan kebijakan kantong plastik tidak gratis di retail modern per 1 maret 2019 oleh Asosiasi Perusahaan Retail Indonesia, masih belum begitu menampakkan hasil apalagi kalau untuk diterapkan pada jenis pasar dadakan seperti ini. Mengingat kebijakan serupa sebelumnya sudah pernah coba diberlakukan pada retail-retail modern dengan ketentuan kepada konsumen yang membutuhkan kantong plastik diharuskan untuk membayar senilai Rp200,00 per kantong plastik.
Namun aturan tersebut kurang begitu berhasil yang selanjutnya menghilang begitu saja terhitung sejak 1 Oktober 2016 setelah mengalami berbagai protes dan penolakan dari berbagai pihak.
Indonesia kini masih tetap betah menempati posisi kedua tertinggi setelah Cina sebagai salah satu negara penyumbang jumlah sampah plastik laut terbanyak dan itu bukan sebuah prestasi yang membanggakan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendukung pemerintah dan beberapa pihak dalam membersihkan prestasi sampah ini. Mulai dari Greeneration Indonesia dengan produk “Tas bagGoes” yang diklaim dapat dipakai berulang kali hingga 1.000 kali, inovasi kantong nabati “telobag”, yang bisa menyatu kembali dengan tanah sebagai kompos dalam waktu 2 – 6 bulan hingga pemberlakuan kembali kebijakan kantong plastik tidak gratis baru-baru ini.
Namun masalah sampah seperti kantong plastik ini masih akan terus dianggap sebagai masalah kecil dan sepele, yang tidak hanya cukup dengan mengumpulkan atau membuang sampah pada tempatnya. Butuh kesadaran diri, usaha, kerja keras serta dukungan dari banyak pihak guna mendukung usaha pemerintah Indonesia untuk mengurangi sampah plastik hingga 70 persen pada tahun 2025.