Sistem awal yang menjadi fondasi dari bank tersebut adalah pinjaman diberikan kepada kelompok dan membangun kesadaran debitur bahwa dana tersebut harus bergulir untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota kelompok.Â
Dengan cara ini, pengawasan bukan dilakukan oleh bank namun oleh masyarakat sendiri sehingga peminjam yang tidak bertanggung jawab akan menerima sanksi sosial.
 Perbankan juga perlu mendidik bankir untuk memahami pertanian sehingga persentase petani yang gagal bayar juga rendah. Aktivitas tersebut merupakan salah satu strategi beberapa bank pertanian di dunia agar memiliki kinerja yang memuaskan.
Perbaikan tidak hanya harus dilakukan oleh perbankan, namun juga oleh petani sendiri. Selama ini  petani tidak pernah memiliki farm record atau pencatatan usahatani. Petani selalu beranggapan pencatatan usahatani merupakan suatu aktivitas yang merepotkan dan tidak memiliki implikasi pada usahataninya.Â
Padahal, pencatatan usahatani merupakan suatu komponen penting saat petani ingin meminjam kredit ke lembaga keuangan. Dengan melihat catatan usahatani, maka pihak bank akan menilai suatu usaha layak atau tidak untuk diberikan pinjaman modal.Â
Keadaan tersebut seharunya menjadi perhatian para pendamping petani, terutama Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), untuk mendorong petani aktif melakukan pencatatan usahatani.Â
Arah kegiatan penyuluhan pertanian perlu didesain untuk mengakomodasi pencatatan usahatani ini dalam rangka meningkatkan akses petani terhadap permodalan dari lembaga keuangan resmi.
Semoga tulisan ini dapat memberikan sebuah gambaran tentang pentingnya kredit bagi sektor pertanian serta potensi pengembangannya di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H