Mohon tunggu...
Agus Dedi Putrawan
Agus Dedi Putrawan Mohon Tunggu... Dosen - Agus Dedi Putrawan

zero to hero

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bagaimana Belajar Jujur, Tulus dan Berintegritas dal Perjumpaan?

15 Juli 2019   23:17 Diperbarui: 15 Juli 2019   23:21 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto arsip kegiatan

Jika ini yang dilatih terus menerus maka Konsekuensinya adalah kejujuran, pilihan aktivitasnya mau latihan jujur atau mau latihan bohong (itu terserah anda). Dalam konteks ini seorang pembohong harus pintar mengarang dari pada orang yang jujur yang mengatakan apa adanya.

Kedua, Directif.

 Kita menggunakan bahasa untuk mengajak, menyuruh, menyarankan, melarang seseorang atas dasar kebaikan, kita yakini sesuatu yang akan dilakukan seseorang itu adalah baik untuk dirinya. Seorang jenderal mengatakan "tembak" maka prajurit akan menembak, seorang bos mengatakan "lakukan" maka anak buahnya akan melakukan, seorang atasan mengatakan "kerjakan" maka bawahannya akan mengerjakan, begitu seterusnya.

Jika kita menyuruh seseorang meminum racun, membunuh diri, mengajak korupsi, menjerumuskannya memakai narkoba atau menyuruhnya di luar kemampuannya dan lain sebagainya. Pilihan aktivitasnya dua kebaikan atau keburukan, silahkan dipilih.

Ketiga, Expresif.

Menggunakan bahasa untuk mengekspresikan prasaan atas dasar kesesuaian antara apa yang dirasakan dengan apa yang diekspresikan. Ucapan terimakasih, maaf, bela sungkawa, selamat adalah contoh ungkapan ekspresi.

Ungkapan terimakasih kita gunakan ketika seseorang telah membantu atau memberikan sesuatu kepada kita. Salah ketika kita menggunakannya ketika kita dikecewakan. Ungkapan maaf kita gunakan ketika kita melakukan kesalahan, menyakiti hati atau mengecewakan orang lain. Silahkan pilih mau pura-pura atau tulus. Jika ini yang dilatih maka konsekuensinya kita akan menjadi orang yang tulus.

Keempat, Commisif.

Menggunakan bahasa untuk berjanji melakukan sesuatu di masa depan atas dasar niat untuk melakukannya. Ketika berjanji (berkomitmen) kepada seseorang untuk datang ke rumahnya harus disertai niat untuk datang. Jika tidak ada niat untuk melakukannya maka seribu alasan akan lahir untuk membenarkan kebohongan-kebohongan atas apa yang kita janjikan.

Faktanya bahkan karena di tengah-tengah masyarakat telah terjadi distrust (kekurang percayaan antar sesama) maka nama Tuhan dibawa-bawa untuk membenarkan kebohongan kita "inshaAllah arab atau Insha Allah Indonesia?".

 Jika melatih ini semua dengan sendirian mungkin agak berat (Selama inikan rajin, tawakkal, tawadduq, ahli ibadah, khusuk hanya terbatas pada orang-orang tertentu saja seperti ustadz, tuan guru ataupun seorang wali), maka kita butuh sebuah komunitas untuk berlatih bersama-sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun