...
Bendera tak berkibar, karena angin tak pernah lagi bertiup di tanah ini.
Kubacakan kembali puisi yang dilupakan matahari sebagai ganti.
Kemenyan pemanggil arwah dan muara angkara orang-orang mati.
Bagi lini, terdepan yang berubah menjadi garda mucikari.
Memulai mutilasi, harkat dan nyali.
Disodomi ribuan kali, pasca Munir mati.
Aku bacakan kembali artefak pitam serupa aksara kabut profan dan suci.
Mereka yang menyongsong kepulan asap penjarahan massal pasca kudeta.
Saat Kondor terjaga, saat parang menggantikan bahasa.
Kami eja ulang mantra-mantra dari artefak para pendosa, di tanah mereka yang memenggal kepala mereka yang membacakan prosa.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!