Mohon tunggu...
Bagoes Agus
Bagoes Agus Mohon Tunggu... -

orang biasa dan biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mari Kita  Ikut Berperan Aktif Sukseskan Pilkada Serentak 2015

19 Oktober 2015   08:53 Diperbarui: 19 Oktober 2015   08:53 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2015, semakin dekat atau kurang dari 2 bulan lagi. Saat ini telah masuk pada tahapan kampanye dimana setiap pasang calon dan tim suksesnya  baik pada pemilihan bupati/walikota maupun gubernur telah mensosialisasikan  kepada masyarakat pemilih,   program-program apa saja yang menjadi andalannya untuk menarik simpatinya. Proses pada penyelenggaraan Pilkada banyak elemen berperan dalam pelaksanaannya, seperti KPU yang menyelenggarakan, Bawaslu yang mengawasi, pemerintahan daerah sebagai Fasilitator, Polri sebagai pengamanan, Kesbangpol dan elemen terkait lainnya. Jadi  semuanya   punya tugas  masing-masing. Karenanya sinergitas itu menjadi penting. Permasalahannya, bagaimana mencoba mengetahui persoalan sekecil apapun yang akan muncul harus diketahui oleh semua pihak, agar pilkada berjalan lancar dan aman. Semua gejolak itu harus terpantau, baik dari stakeholder-stakeholder terkait.

Untuk suksesnya Pilkada serentak, semua stake holder atau pemangku kepentingan tentunya harus mendukung.  Semua stake holder berperan sangat strategis, semisal  KPUD, lembaga tersebut adalah yang menentukan pemenang Pilkada. Karena semua perhitungan suara kandidat muaranya di KPUD. Rapat pleno yang dilakukan dari tingkat PPS (Panitia Pemilihan Suara/PPS) atau pada tingkat desa, dilanjutkan pada tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) atau ditingkat kecamatan,  serta jenjang keatasnya  rapat pleno pada KPUD Kabupaten /kota, dan  pleno di KPU Provinsi. Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah baik pada pilkada maupun pada pemilihan legislatif, suara kandidat calon kepala daerah, rawan di manipulasi pada tingkat PPK atau kecamatan. Memang pada tingkat PPS perhitungan suara dilakukan sesuai dengan data dilapangan, tetapi ketika perhitungan di lakukan ditingkat kecamatan, potensi suara kandidat  dapat berubah, apabila tim sukses dan calon yang berkepentingan tidak menjaga suaranya. Biasanya suara kandidat yang sudah kalah khususnya pada calon kepala daerah (cakada) yang lebih dari dua pasang akan merelakan “menjual” suaranya kepada kandidat yang membutuhkan.  Hal itulah yang harus dicegah atau tidak dilakukan oleh KPUD dan tingkatan dibawahnya.  

Sementara, peran  pemerintah daerah yang mengadakan pilkada serentak juga harus netral, terlebih kandidat yang akan bersaing salah satunya dari petahana. Seperti kita ketahui, petahana cenderung  akan melakukan strategi menggganti bawahannya yang tidak loyal dan menggunakan anggaran daerah misal dana bansos untuk pencitraannya. Hal itu sebaiknya dihindari, walaupun pastinya sulit pada prakteknya. Yang paling penting pemerintah derah harus all out mendukung terciptanya pilkada yang bersih, damai dan transparan agar publik mempercayai pemerintah. Partai pengusung  dan kandidat cakada, juga sangat berperan aktif dalam suksesnya pelaksanaan Pilkada. Partai politik  dan cakada diharapkan bekerja sesuai dengan aturan yang ada,  siap kalah, kalau menang pastinya siap. Tidak melakukan provokasi apabila kandidatnya tidak memperoleh suara terbanyak/kalah dalam pemilihan, ataupun tidak menjual suaranya kepada cakada yang membutuhkan. Partai politik   sebaiknya merekrut kandidat yang mempunyai kemampuan untuk membangun daerah dalam 5 tahun kedepan, bukan berdasarkan kandidat mempunyai finansial berlebih tetapi mempunyai watak yang tidak baik atau mempunyai track record yang buruk, yang nantinya dapat merugikan daerah. 

Sementara untuk kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), baik di provinsi, maupun Panwaslu di tingkat kabupaten/kota, juga mempunyai peranan yang sentaral dalam menciptakan pilkada yang berkualitas. Diharapkan peranan mereka dalam pilkada untuk  tidak menjadi macan ompong yang hanya mengawasi tetapi minim tindakan.  Bawaslu/panwaslu, diharapkan mampu menindaklanjuti setiap laporan yang masuk terkait pelanggaran pemilu. Demokrasi harus bisa berjalan sehat,  transparan, damai dan berkualitas. Peran pemilih dalam hal ini masyarakat  baik yang tidak berstatus sebagai PNS/biasa, maupun  PNS  tidak lepas dari keberhasilan pesta demokrasi tersebut. Masyarakat sebaiknya sebelum menggunakan haknya untuk memilih benar-benar cerdas memahami kandidat atau calon kepala daerah yang akan dipilihnya, walaupun sulit  dilaksanakan ditingkat desa khususnya yang terisolir karena biasanya ada keterbatasan pendidikan dan informasi mengenai calon kandidat.   Sebaiknya masyarakat, menjauhkan permainan uang karena akan merusak pembangunan dalam 5 tahun yang akan datang.  Biasanya kandidat yang menang dengan memakai money politik,  cenderung akan berusaha mengembalikan dana politiknya, dalam pilkada lewat jalur-jalur yang dapat merugikan masyarakat itu sendiri. Misalnya meminta kelulusan CPNS dengan harga-harga tertentu dan proyek-proyek “main mata” yang melanggar aturan hukum, dan lain sebagainya

 Netralitas PNS dalam Pilkada serentak 2015, juga harus  dijaga. Kalau calon dari petahana, membawanya  dalam kegiatan politik, apalagi disertai ancaman,  nantinya akan membuat pilkada tidak berkualitas.  Pemerintah pusat pastinya  ingin aparatur sipil negara (ASN) atau PNS bersikap netral dan mampu melayani kepentingan publik tanpa melihat adanya perbedaan pandangan politik. Selain memperhatikan kandidat yang akan dipilih, masyarakat juga harus dapat menghindari golongan putih atau tidak menggunakan haknya untuk memilih.  Golput atau golongan putih adalah suatu tindakan untuk tidak menggunakan hak pilihnya pada saat pemilihan umum (pemilu) secara sadar dengan berbagai faktor dan alasan. Biasanya golput dilakukan dengan tiga cara yaitu pertama tidak datang ke tempat pemungutan suara (TPS), kedua datang ke TPS tetapi memberikan suara kosong ( tidak mencoblos sama sekali) dan yang ketiga datang ke TPS tetapi memberikan suara yang tidak valid (mencoblos lebih dari satu gambar kandidat atau bagian putih/diluar kotak). Di era reformasi sekarang pilihan untuk Golput sudah tidak relevan. Hal ini karena kebebasan dalam mengeluarkan pendapat sudah benar-benar terbuka. Keran demokrasi sudah dibuka selebar-lebarnya. Oleh karenanya partisipasi  masyarakat  pemilih dapat menggunakan haknya dengan memilih pemimpin yang berkualitas  dan juga sinergitas pemangku kepentingan yang dapat menciptakan pilkada serentak 2015 ini sesuai harapan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun