Tanpa terasa upaya pemberontakan yang dilakukan oleh para anggota dan simpatisan pada tahun 1965 itu terjadi 50 tahun lalu yang antara lain ditandai dengan diculiknya dan dibunuhnya secara keji beberapa jenderal, perwira menengah Tentara Nasional Angkatan Darat serta seorang gadis cilik, Ade Irma Nasution yang merupakan anak kedua Jenderal Abdul Haris Nasution.
Penegasan Presiden Joko Widodo tentang tidak adanya penyampaian permintaan maaf kepada PKI itu muncul karena seiring maraknya isu fitnah yang dialamatkan kepada pemerintah bahwa  pemerintah akan meminta maaf kepada PKI yang akhirnya menimbulkan polemik di tengah masyarakat, sementara pemerintah membutuhkan konsentrasi yang fokus untuk menyelesaikan berbagai masalah ekonomi serta persiapan pilkada serentak.
Sikap Presiden tersebut sangat tepat karena partai terlarang tersebut  telah membunuh banyak perwira senior ABRI (saat itu yang kini bernama TNI) khususnya TNI-AD. Masalah ini mungkin sudah lama dilupakan Bangsa Indonesia terutama generasi mudanya yang tidak mengalami masa pahit getirnya suasana di tahun 1965-an saat antek- antek PKI bermunculan dalam pemerintahan. Generasi muda yang tidak merasakan suasana "panas' saat G-30S/PKI melaksanakan aksinya . Masyarakat yang hidup saat itu, pasti tidak akan melupakan situasi yang menggambarkan betapa sulitnya mencari mayat- mayat perwira Angkatan Darat yang diculik, dibunuh dan kemudian dimasukkan ke dalam lubang di kawasan Lubang Buaya di Jakarta Timur. Kemudian bagaimana usaha para perwira bersama tokoh- tokoh masyarakat untuk memulihkan pemerintahan apalagi ada saling kecurigaan terhadap berbagai pihak-pihak yang terlibat pada peristiwa berdarah-darah itu.
Namun pertanyaan yang bisa muncul akibat fitnah tersebut adalah kenapa pemerintahan Republik Indonesia yang harus minta maaf kepada PKI dan antek- anteknya? Kalau pemerintah RI yang harus minta maaf dan bahkan kemudian memberi ganti rugi maka sedikitnya bias timbul kesan atau pendapat bahwa pemerintahan yang salah, padahal kita tahu bahwa PKI telah beberaspa kali melakukan pemberontakan dan pengrongrongan terhadap Republik ini dalam hal ini pemerintah yang sah.. Karena itu, sangatlah tepat kalau Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemerintahannya tidak pernah berpikir untuk minta maaf kepada PKI. Bangsa Indonesia kini sedang terus membangun yang sayangnya "diganggu" oleh berbagai faktor dalam negeri dan eksternal seperti melemahnya kegiatan ekonomi dunia. Karena itu, niat bangsa ini untuk mengembangkan dirinya jangan diganggu oleh fitnah atau  ajakan atau usul yang "aneh-aneh" yang malahan hanya membuat bangsa ini semakin banyak masalah.
Tentu boleh saja jika keluarga Pahlawan Revolusi seperti anak dan cucu Jenderal Achmad Yani, Jenderal DI Pandjaitan, Jenderal Sutoyo, Jenderal AH Nasution dan lainnya untuk bermaaf-maafan dengan keluarga Aidit dan lainnya. Namun bukan berarti aspek hukum dari pemberontakan itu harus dihapus atau dihilangkan. Biar bagaimanapun juga pemberontakan demi pemberontakan yang dilontarkan PKI sedikitpun tidak boleh dilupakan atau "ditinggalkan" hanya demi rekonsiliasi.
Â
Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H