Menjadi kelaziman ketika penetrasi internet masuk ke dalam ruang yang paling dalam, paling privasi penggunanya hingga mungkin beberapa orang berani menanyakan warna celana dalam yang dipakai lawan chattingnan jauh disana atau bahkan lebih dari itu.
Tidak ada kompetensi saya untuk membahas apa yang dicatat diawal lebih jauh lagi, tetapi tidak sedikit yang mengamini atas keberadaan internet yang menjauhkan yang dekat dan pada saat bersamaan mendekatkan yang jauh. Dan atas fenomena tersebut berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tulisan yang mengupasnya hingga telanjang.Sekali lagi saya juga tidak memiliki kemampuan untuk menambah tulisan akan fenomena tersebut.
Hasrat untuk berkomentar tentang “internet yang mendekatkan yang jauh” begitu menggebu, layaknya anak kecil melihattukang somay lewat dan merengek meminta emaknya untuk menghentikan laju pura-pura si emang untuk kemudian membelinya. Apakah benar internet itu mendekatkan yang jauh atau yang jauh dengan keberadaan internet menjadi dekat dengan kita sebagai penggunanya. Seberapa tingkat kedekatan yang mampu dijalin dengan media internet, setiap pengguna internet akan mendapatkan pengalaman yang berbeda tentunya.
Karena hanya menggunakan internet gratisan saat jam kerja satu setelahnya, alias menggunakan fasilitas kantor, saya adalah kategori pengguna/konsumen internet yang tidak menjadi bidikan operator selular karena tingkat konsumsi yang rendah. Walaupun sebenarnya jika mengikuti apa yang menjadi patokan BankDunia, IMF maupun pemerintah Indonesia saya masuk kategori kelas menengah Indonesia. Bukannya mengaku-aku sebagai kelas menengah, karena standard Bank Dunia, IMF juga pemerintah sangat rendah, untuk membeli rokok, sarapan dan makan malam setiap hari saya sudah mengeluarkan lebih dari 2 dollar, jadi saya adalah kelas menengah Indonesia……. Yaa kelas menengah yang rawan menjadi miskin kembali, anehnya tidak ada yang menggugat definisi kelas menengah versi lembaga-lembaga tersebut, yang menggunakan acuan tingkat konsumsi dengan mengabaikan variable variable lainnya.
******
Beberapa kawan mengisahkan tentang temen deket, mantan pacar (sekarang istri/suami) didapat dari hasil semedi di depan layar monitor yang terkoneksi ke internet. Amat sangat sulit mencari pohon besar di seputaran Jakarta untuk bersemedi, sekalinya ada pohon besar di bawahnya ada tukang pangkas rambut atau tempat mangkal banci Ibu Kota dan jikapun ditemukan pohon besar yang bersih di bawahnya, giliran aroma pesing begitu menyengat. Jadilah si kawan ini mulai ba’da Isya sampai menjelang subuh bersemedi di depan monitor, entah rayuan macam apa yang digunakan hingga membius lawan chatting-nya yanghanya bisa dilihat lewat layar monitor dengan gambar yang sering putus-putus hingga mampu ngobrol berjam-jam. Andai ini dilakukan saat bertemu langsung, hanya orang-orang hebat yang mampu berbicara berjam-jam. Moivator macam Mario Teguh-pun saya meragukan kemampuannya untuk mampu berbicara lebih dari dua jam.
“Babak kopi darat adalah hal paling krusial setelah dilakukan chatting berhari-hari”, cerita seorang kawan. Ini macam pertaruhan, judi, gambling atau apalah namanya. Karena di babak ini, dua orang yang sebelumnya hanya ngobrol via computer harus bertemu langsung, melihat fisik masing-masing. Jangan jangan….., jangan jangan. Setelah kopi darat, ada yang lanjut, ada yang jadi rekan bisnis, ada yang jadi sahabat, dan yang paling konyol nggak jadi ketemuan karen sudah melihat dari kejauhan si teman yang mau diajak ketemuan tidak sesuai ekspektasi sebelumnya.
Masih bingung untuk memahami model model komunikasi bermedia seperti ini, karena kepercayaan menjadi taruhan. Tidak sedikit Televisi, Koran atau Situs Internet memberitakan penipuan, pemerkosaan dan hal negative lainnya berawal dari komunikasi via internet. Akan tetapi akan selalu ada sisi terang dari sekian banyak sisi gelap.
Dan sudah jam sembilan malem ketika saya berkirim pesan via RIM (Reasech In Motion), untuk kemudian data contacts entah hilang kemana. Depok, 23/12
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H