Mohon tunggu...
Agus Setiawan
Agus Setiawan Mohon Tunggu... lainnya -

Bekerja di pemberdayaan masyarakat pemilik Blog www://surgabansel.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agenda Tahunan Demo Buruh Menuntut Kesejahteraan yang Tidak Pernah Selesai

1 Mei 2017   19:41 Diperbarui: 1 Mei 2017   20:11 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2000 sd 2003 saya pernah bekerja di salah satu perusahaan yang memproduksi kaleng di Jakarta Barat, ada sekitar 150 an orang pekerjanya termasuk saya.  Saya ingat ketika itu, setiap tahun pemerintah menaikkan Upah Minimum Regional (UMR).  Namun meskipun sudah menjadi keputusan pemerintah, pemilik perusahaan tetap tidak secara serta merta menyetujui menaikkan upah pekerjanya.  Tentu dengan banyak pertimbangan, dari kualitas pekerja yang belum memadai, sampai karena orderan yang sedang sepi, termasuk konsumen yang belum mau harganya dinaikkan karena kenaikan upah.  Singkat cerita, upah dinaikkan, tetapi harga kebutuhan pokok sudah naik juga.  Dan tahun berikutnya kejadian ini terulang lagi.

Sampai suatu saat tahun 2003, perusahaan hampir kehilangan lebih dari 75% order karena krisis moneter.  Pendapatan perusahaan sebenarnya telah tidak mampu membayar buruhnya, tetapi pengusaha belum mau mem-PHK pekerjanya dengan alasan uang pesangon yang lumayan besar tak mampu ia bayar.  Saya ingat ketika itu para pekerja tetap digaji meskipun di pabrik hanya duduk-duduk saja tidak ada pekerjaan, dengan catatan mereka menerima gaji tanpa kenaikan UMR.

Kondisi ini berjalan hampir sekitar enam bulan, sementara harga kebutuhan pokok juga semakin tinggi kala itu.  Akhirnya pekerja kehilangan kesabarannya, mereka menyewa pengacara dan berdemo.  Akhirnya negosiasi dilakukan, semua tuntutan pekerja dikabulkan, mereka bergembira. 

Selesai negosiasi antara pengusaha dan pekerja yang diwakili pengacara mereka, pimpinan sekaligus pemilik perusahaan berpamitan, tidak lupa meminta kartu nama sang pengacara.  Singkat cerita, minggu berikutnya sang pengacara datang lagi, kali ini bukan untuk memperjuangkan kesejahteraan para pekerja.  Akan tetapi sebagai juru bicara perusahaan yang akan mem-PHK mereka dengan setengah pesangon yang seharusnya dibayar.  Semua diselesaikan pada hari itu juga, pekerja pulang membawa pulang uang pesangon dengan tatapan kosong karena esok harinya sudah tidak memiliki pekerjaan lagi.

Cerita ini saya kira adalah potret yang menggambarkan bahwa sebenarnya buruh tidak akan pernah sejahtera.  Karena setiap rupiah kenaikan upah berarti dianggap sebagai kenaikan biaya produksi.  Setiap kenaikan biaya produksi pasti akan diiringi kenaikan harga.  Buktinya adalah agenda tahunan demo buruh menuntut kesejahteraan yang tidak pernah selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun