Mohon tunggu...
Agus Setiawan
Agus Setiawan Mohon Tunggu... lainnya -

Bekerja di pemberdayaan masyarakat pemilik Blog www://surgabansel.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cermin

15 Agustus 2014   08:30 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:30 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang itu di dalam bis antar kota jurusan Rajabasa—Metro, lelaki itu menetapkan hatinya memilih Tari sebagai pilihan hatinya, bukan Yuni wanita yang telah ia pacari selama tiga tahun lebih.Padahal Tari baru ia kenal beberapa bulan yang lalu karena satu kelompok dalam Kuliah Kerja Nyata di kampusnya.  “Mas aku ingin menemani hidupmu, merawatmu, dan mengabdi padamu... aku ingin menjadi istrimu..”Kata Tari sambil memotong kuku jari jemari lelaki itu.Begitulah yang ia ingat sampai kini, kenapa ia memutuskan mencampakkan Yuni dengan dera yang begitu kejamnya ketika itu. Kedua orang tuanya yang tidak merestui hubungannya dengan Tari pun tidak lagi ia perdulikan. Begitu juga nasib Yuni yang hampir hilang ingatan, hampir bunuh diri, dan hampir tidak selesai kuliahnya karena dicampakkannya.

Tanggal 25 April 1996, wisuda sarjananya pun tidak dihadiri kedua orang tuanya karena mereka kecewa atas tindakannya.Selepas wisuda, berharap cepat mendapat pekerjaan yang layak juga hanyalah angan-angan yang tidak pernah ia dapatkan.Sampai dua tahun kemudian, ia putuskan untuk pulang, memohon maaf kepada kedua orang tuanya dan sekali lagi memohon agar mereka merestui hubungannya dengan Tari.Singkat cerita, 25 April 1998 ia pun menikah dengan Tari.

Di awal pernikahannya, ia tinggal di sebuah kamar kost bermodalkan satu lusin piring, satu lusin sendok, dan beberapa perabotan sisa-sisa kost ketika menjadi mahasiswa.Suka dan duka ia lalui bersama Tari sang pujaan hatinya. Dengan membuat makanan ringan yang dititipkan di warung-warung makan, dan kadang menerima jasa pengetikan sekripsi, ia syukuri rejeki itu bersama istrinya untuk bertahan hidup.

Akhir tahun 1998, ia putuskan bersama istrinya untuk merantau ke Jakarta.Tiga tahun hidup di Jakarta yang serba terbatas, lama-lama membuatnya berfikir bahwa harus membuat perubahan agar hidupnya bisa lebih baik.Kakaknya menyarankan agar mereka kuliah lagi mengambil akta IV agar bisa mengajar dan menjadi guru, karena ia dan istrinya dulu kuliah bukan di fakultas pendidikan.Akhirnya malam itu ia memutuskan untuk tetap di Jakarta melanjutkan pekerjaannya, sedangkan istri dan anaknya yang baru berusia tiga tahun pulang ke Lampung.Istrinya akan kuliah lagi mengambil akta IV, sedangkan ia menopang biayanya dengan tetap bekerja di Jakarta.

Tahun 2003, perusahaan tempatnya bekerja tak mampu lagi melanjutkan usahannya, semua karyawannya di PHK.Namun ia cukup bersyukur karena bersamaan dengan itu, istrinya telah selesai kuliah dan langsung diterima sebagai guru bantu.Hidup di kampung dengan penghasilan istrinya dan ditambah penghasilannya kerja sebagai buruh harian di sebuah perusahaan gula, dirasanya ada sedikit perubahan.Apalagi sejak tahun 2005, ketika istrinya di angkat menjadi PNS golongan tiga sebagai guru di SMA dekat tempat tinggalnya, setahun kemudian ia bersama istri berhasil membuat rumah di tanah warisan mertuanya.

Singkat cerita, masalah baru kemudian muncul dalam rumah tangganya, ketika penghasilannya sebagai kepala rumah tangga ternyata jauh lebih kecil dibandingkan istrinya yang PNS.Sedikit demi sedikit sering terjadi cekcok, yang mengawali babak baru kisah hidupnya.Kisah ini berakhir ketika ia memutuskan untuk meninggalkan rumah dan hanya membawa beberapa setel baju pribadinya, karena tidak dapat lagi memperbaiki rumah tangganya, dan menahan sakit akibat mengetahui perselingkuhan istrinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun