Mohon tunggu...
Agusliadi PP Btg
Agusliadi PP Btg Mohon Tunggu... -

Senang Berbagi Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Revitalisasi SDM Berlandaskan Epistemologi Kehidupan

29 September 2011   07:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:30 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Revitalisasi SDM berlandaskan Epistemologi Kehidupan

Oleh : Agusliadi (Pemerhati Pendidikan)

Ketika kita membuka tabir ada sekelumit masalah yang menggerogoti multidimensional sendi kehidupan kita ini. Perekonomian yang tidak stabil dimana tingkat kemiskinan yang sangat tinggi menjadi tontonan yang dominan dalam setiap episode kehidupan kita. Gonjang – ganjing politik yang sangat merisaukan dan belum mampu melahirkan elit politik dan elit Negara yang solutif bahkan sebaliknya tindakan, sikap dan pemikiran mereka sebagian besar menjadi pemicu masalah baru yang berkepanjangan. Fenomena sosial lainnya, masih banyak hal yang memberikan indikasi dan mengafirmasi bahwa kini Bangsa Indonesia, Negara tercinta kita ini telah berada diambang jurang kehancuran.

Perekonomian Indonesia masih dikelilingi jeritan tangis yang dipersembahkan oleh kaum miskin sebagai bentuk pengekspresian perasaan sekaligus sebagai bentuk penolakan atas sistem kehidupan yang ada. Elit Politik dan Elit Pemerintah dan sampai pada elit yudikatif masih kurang mampu menjadi solusi atas permasalahan yang ada bahkan sebagian SDM mereka masih diragukan, Adakah yang salah ?. BerbagaiLembaga Swadaya Masyarakan (LSM) atau berbagai bentuk NGO lainnya telah ada dan tersebar dimana-mana, namun sebagian besar belum mampu menjadi solusi karena sebagian dari mereka kurang memahami dantidak melandaskan pergerakannya pada sebuah tujuan perubahan substantif, yang dilandasasi kesadaran kritis sebagai refleksi tauhid sosial dan jiwa transformatif. Sebagian mereka tampil hanya untuk kepentingan pribadi meskipun mereka mengatasnamakan idealisme tapi ternyata sikap, tindakan dan pemikiran mereka sangat tidak idealis.

Berbagai bentuk pendekatan klausalitas dan elaborasi ide yang telah ditempuh untuk mencari embrio permasalahan yang telah bermuara pada penamaan krisis multidimensional untuk menemukan solusi dan ide kreatif. Ada yang mengatakan bahwa embrio permasalahan yang ada adalah perekonomian yang tidak stabil, sehingga berbagai langkah strategis perekonomian telah ditempuh namun belum mampu memberikan solusi yang diharapkan bahkan sebaliknya pemahaman ini dimanfaatkan oleh para kapitalis dengan berbagai teori – teori yang menginsight pendekatan klausalitas tersebut, akan tetapi semua itu salah karena jurang pemisah antara sikaya dan simiskin masih semakin mengangah lebar dan hanya menguntungkan para kaum kapitalis. Setelah atau selain dari itu, muncul pendekatan klausalitas lainnya yang mengatakan bahwa embrio permasalahan yang ada adalah sistem politik yang ada dan telah mewarnai segala dinamika kehidupan, namun pendekatan inipun belum mampu menjadi solusi. Dan berbagai pendekatan klausalitas lainnya telah muncul dipermukaan, hanya saja sebagian besar rumusan mereka tidak murni dan sangat tidak epistimologif akan tetapi dibalik pendekatan mereka ada tujuan yang politis, ekonomis untuk kepentingan diri dan kelompok tertentu.

Bertolak dari berbagai permasalahan yang ada dan berbagai hukum klausalitas yang telah ditempuh, maka saya dan kita semua tentunya sangat menyadari bahwa embrio permasalahan yang ada adalah minimnya Sumber Daya Manusia yang dilandasi oleh Epistemologi kehidupan yang merupakan Integritas dan Sinergitas Visi Mulia Manusia, Kesadaran Kritis(Reflesik Tauhid Sosial) dan Jiwa Transformatif.

Ketika kita menilik dinamika Pendidikan terutama pendidikan formal sebagian besar memberikan representatif gambaran buram dan betapa menyedihkannya Dunia pendidikan kita yang merupakan aspek utama dalam mencapai kemajuan Suatu Bangsa dan Negara.

Minat baca yang minim bagi pelajar, budaya nyontek atau kebiasaan nyontek yang hampir 97% Siswa yang melakukannya, Siswa suka membolos, Siswa lebih senang ditempat Playstation daripada sekolah, Siswa yang tidak sopan, pergaulan bebas dikalangan siswa, Wali kelas dan guru – guru yang menguras tenaga dan pikiran untuk membantu memberikan jawaban kepada siswa ketika Ujian terutama Ujian Nasional, Sebagian besar Guru hanya cendrung mentransfer ilmu daripada mendidik, Tindakan dan Sifat guru yang tidak mencerminkan sebagai sosok pendidik, Mahasiswa Tawuran, Mahasiswa Anarkis, Perguruan Tinggi yang memperjualbelikan Ijazah, Munculnya sarjana – sarjana karbitan / sarjana Instan, semua ini adalah gambaran buram Pendidikan.

Selain daripada itu, muncul Intelektual Korup, Elit Politik dan Elit Negara Korup, rekrutmen CPNS/PNS yang tidak mengedepankan aspek Kapasitas Ilmu dan Skill melainkan aspek besaran nilai rupiah yang disogokkan atau aspek keluarga pejabat, Munculnya para wakil rakyat yang kapasitas SDMnya masih sangat diragukan dan mereka lahir jadi wakil rakyat (Dewan yang terhormat) hanya karena tangan –tangan lincah membagikan uang (Money Politics) sehingga munculnya justifikasi orang miskin dilarang berpolitik, Kurangnya figur – figur yang rela mewakafkan materi, tenaga dan pemikirannya untuk sebuah perubahan. Dan mereka adalah orang – orang yang pernah dibina oleh lembaga pendidikan

Olehnya untuk menempuh langkah solutif ditengah – tengah rancaunya lembaga pendidikan dan entah sampai kita memberikan waktu kepada mereka untuk merubah dan menyadarinya maka kita sebagai generasi muda, Pemuda Kreatif, Pemuda Intelek, Pemuda Solutif harus mampu mengaktualisasikan nilai nilai tersebut dalam kehidupan kita. Nilai – nilai dimaksudkan adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang melandaskan pada epistemology kehidupan (suatu integritas dan sinergitas Visi Mulia Manusia, Kesadaran Kritis dan Jiwa Transformatif)

Visi Mulia Manusia

Berbicara tentang Visi Mulia Manusia tentunya merupakan suatu hal yang menjadi pondasi utama, pandangan utama manusia dalam menelesuri setiap episode kehidupan. Visi Mulia Manusia ada 3 yakni, Pertama, Menyembah (Beribadah), apapun bentuk aktivitas manusia sejatinya itu selalu dilandaskan pada sebuah kesadaran bahwa itu adalah sebagai satu bentuk ibadah. Dan perlu kita pahami bersama bahwa Ritme/irama kehidupan manusia yang telah diciptakan oleh Allah dalam diri kita adalah sebagai penyembah/beribadah. Sehingga ketika gelisah, ketika kita bingung, ketika tak mampu belajar dengan termasuk tidak menguasai ilmu dengan baik maka semestinya kita harus introspeksi diri bahwa jangan sampai apa yang kita lakukan tidak sesuai dengan ritme/irama kehidupan yang telah Allah ciptakan, atau kita telah enggan beribadah. Dan tentunya selain daripada itu beribadah dapat kita derivasikan dalam sebuah pemaknaan bahwa Visi Mulia Manusia adalah Mentauhidkan Allah. Kita sebagai ummat Islam minimal 9 kali sehari semalam membaca kalimat syahadat, kalimat pembebasan/konsep pembebasan, kebebasan diatas kebebasan bahkan melebihi konsep kebebasan yang ditawarkan oleh konsep HAM. Sehingga ketika ini yang kita miliki, maka yakinlah kita akan mampu melepaskan ketergantungan/keterikatan penuh pada segala sesuatu yg tidak absolute (harta, jabatan, karir) karena ketergantungan kita pada sesuatu yang selain dariNya (Allah) akan dapat memenjarakan idealisme kita, sehingga tak mampu melahirkan perubahan dalam realitas kehidpan ini. Kedua. Khalifah, kita semua adalah khalifah/pemimpin, minimal sebagai pemimpin diri sendiri. Ketika nilai khalifah telah menginternalisasi dalam jiwa kita maka yakin saja, kita sebagai Pemuda akan mampu menjadi pemuda – pemuda tidak senang dikesewenang – wenangan, pemuda – pemuda anti ketidak adilan, pemuda – pemuda yang peduli terhadap realitas sehingga kita akan mampu menjadi pemuda – pemuda revolutif. Ketiga. Pendakwah, berdakwah tidak harus selalu diatas podium, karena Pendakwah adalah karakter jiwa yang senang berbagi ilmu dan menyampaikan kebenaran. Dan ketika semangat ini telah kita miliki maka kita akan lahir menjadi pemuda- pemuda yang senang mengajar, senang membina dan tentunya dengan sendiri dengan semangat berdakwah yang bersemayam dalam diri kita akan melahirkan sebuah hukum otomatis lahirnya sebuah semangat untuk meningkatkan dan memperdalam kapasitas keilmuan kita, memperkaya diri kita dengan khazanah keilmuan.

Kesadaran Kritis

Dalam Konsep Kesadaran kritis ada tiga pilar utama Penyadaran, Pembebasan dan Pembelaan. Penyadaran tingkat pertama, ketika kita mampu memahami bahwa dunia ini tidak statis, dunia tidak apa adanya (tidak given) tapi dunia ini dinamis dan dunia ini dapat diubah dan kita yang berkewajiban untuk mengubahnya. Kesadaran tingkat kedua, ketika kita mampu memahami dan menyikapi kontradiksi yang terjadi dalam realitas kehidupan kita baik dari dimensi sosial, budaya, hukum, politik dan dimensi lainnya yang menjadi bingkat dinamika kehidupan kita. Penyadaran tingkat ketiga, dan ini merupakan kesadaran diatas kesadaran adalah ketika kita sudah mampu minimal bertanya pada diri “Sudah terlibatkah saya dalam mengubah realitas kehidupan ini menuju realitas yang lebih baik?.

Jiwa Transformatif

Jiwa transfomatif adalah satu karakter jiwa yang senang melakukan langkah – langkah transformatif, langkah – langkah perubahan, perbaikan minimal pada diri sendiri untuk menjadi yang lebih baik. Sebagai bentuk transformasi jiwa maka marilah kita berupaya menjadi manusia – manusia digital sebagai solusi bangsa yang melebih dari solusi elit bangsa itu sendiri yang mengatakan bahwa solusi bangsa adalah Revitalisasi Nilai dan Karakter Bangsa. Menjadi manusia digital berarti bagaimana kita mampu menderivasi dan menginternalisasi serta mengeksternalisasikan nilai – nilan / angka biner (yakni angka 1 dan 0). Derivasi angka 1 (satu) berarti kita mengesakan Allah, tidak ada tempat bergantung penuh selain kepadaNya. Dan ketika ini mantap maka yakin saja kapitalisme, pragmatisme hedonisme dan materialisme tidak akan mampu memenjarakan idealisme kita. Derivasi angka 0 (nol ) berarti mensucikan diri dari niat negative (korupsi, mencuri, asusila).

Jadi kita sebagai pemuda sebagai harapan bangsa minimal kita mampu mingintegrasikan dan mensinergiskan Visi Mulia Manusia, Kesadaran kritis dan jiwa transformative sehingga dalam realitas kehidupan ini tidak lahir manusia – manusia nekrofilia (meminjam istilah erich fromn Pakar psikoanalisis) dalam artian manusia – manusia yang memiliki cinta meluap – luap terhadap sesuatu yang tidak memiliki makna kehidupan atau nilai kehidupan tapi yang lahir adalah manusia Biofilia (manusia yang memiliki cinta meluap – luap terhadap sesuatu yang memiliki makna kehidupan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun