Menyimak pernyataan Presiden SBY tanggal 26 Juli 2010 kemarin, saya terkejut karena ternyata memang benar Negara kita telah mengalami Degradasi alias Penurunan Etika, Moral, Sopan Santun, yang lebih dikenal dengan “Akhlak Mulia”. Jauh-jauh pada masa Penjajahan sampai masa era Orde Baru, Bangsa kita dikenal dengan Bangsa yang Adat Istiadatnya, Budayanya kental dengan Budaya Timur, dimana sangat Sopan, masih mengutamakan Musyawarah untuk Mufakat, mendahulukan kepentingan Masyarakat dan Negara diatas kepentingan Pribadi dan Golongan, Hormat, Sopan kepada yang Tua atau yang dituakan, hormat kepada Guru, menghargai sesama Manusia. Namun sekarang setelah era reformasi, apa yang kita lihat sekarang ini? Tidak lebih adalah praktek Liberalisme atau “kebebasan”, adalah praktek Siapa Loe, sapa Gue, bahkan ada istilah sekarang ini, bahasa “DL”, “UL”, “HL”, yang artinya: “Derita Loe”, “Urusan Loe”, “Hidup Loe”. Bahasa gaul sebagai akibat perkembangan dari Pergaulan bebas dikalangan anak-anak muda yang meliputi anak remaja sampai orang tua, mengakibatkan terjadinya “Degradasi Moral”, dimana telah terjadi penurunan Akhlak, penurunan Moral, penurunan saling simpati, saling menghargai, saling memiliki, saling gotong royong, saling menyapa, namun meningkatnya rasa empati, rasa ingin menang sendiri, rasa egoisme, rasa hanya ingin dimengerti tanpa ingin mengerti orang lain, rasa ingin diperhatikan tanpa ingin memperhatikan perasaan orang lain, tidak menjaga perasaan orang lain, namun pengen menguasai sesuatu hal tanpa memberikan peluang kepada orang lain. Begitulah kira-kira apa yg kita lihat dan rasakan dalam kehidupan bermasyarakat sekarang ini.
Presiden SBY tidak salah dalam menilai dan menyimpulkan tentang penurunan Akhlak dan Moral Bangsa ini. Yang salah adalah kenapa sampai bisa terjadinya penurunan Akhlak dan Moral yang Beliau maksud dimasa kepemimpinan beliau, apa yang salah?. Tidak heran apabila dalam lima tahun terakhir ini begitu banyak goncangan-goncangan yang terjadi terhadap Negara kita, mulai dari Kasus Bank Century yang malah oleh orang-orang Partai Demokrat notabene Pembinanya Presiden SBY sendiri menyuruh ditutup, belum lagi masalah Video Porno yang melibatkan publik figur alias Artis yang belum kunjung akhir masalahnya, juga masalah Susno Duadji yang membongkar rekening Gayus Tambunan sampai ke masalah yg sangat polemik, masalah Biaya Pendidikan yang sangat mahal.
Bicara tentang Pendidikan, tidak lepas dari 4 unsur, Biaya Operasional, Gedung, Pendidik (Guru) serta Peserta Didik (Siswa). Bagaimana suatu sekolah bisa eksis jikalau tidak ditunjang oleh Biaya Operasional yang meliputi Gaji Pegawai Sekolah, Gaji Guru, Gaji Honor, Biaya Pemeliharaan Gedung Sekolah dan Biaya lain-lain, belum lagi apabila Sekolah sudah harus masuk tahap Renovasi, Biaya Lab Komputer, Biaya Lab Multimedia. Sebab dengan peralatan yg memadai, maka suatu sekolah bisa bersaing dengan sekolah-sekolah lain. Namun apa yang terjadi kita lihat sekarang ini, maraknya pemberitaan-pemberitaan baik di Media Massa, Elektronik maupun di Dunia Internet telah mencoreng Dunia Pendidikan kita pada umumnya. Dimana mulai dari Penyelewengan dana BOS, Korupsi Dana BOS, sampai ke permainan buku LKS yang membebani Murid (Orang Tua) Murid, yang membuat Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh berjanji untuk Mengkaji Penyebab Biaya Pendidikan yang Mahal. Apa yang menjadi penyebab Mahalnya Biaya Pendidikan, padahal dana APBN telah dianggarkan untuk Biaya Pendidikan sebesar 20%. Masalah Korupsi juga tidak luput dari perhatian beliau, beliau mengatakan “Apabila nanti memang terbukti institusi sekolah melakukan korupsi atau tindakan penyelewengan, entah itu dana BOS, dana masyarakat atau orang tua, ya kami tuntut, ada jalur hukum”, janji beliau. Menyingkapi LKS yang ternyata berupa bisnis antara penerbit dengan sekolah yang bersangkutan, beliau juga berkomentar “Saya minta Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah untuk mensinergikan LKS (Lembar Kerja Siswa) dengan BSE (Buku Sekolah Elektronik) guna mengurangi biaya, memang LKS lebih mendalam dari BSE, tapi masalahnya bukan disitu, melainkan LKS itu ternyata hanya bisnis sejumlah penerbit ke sekolah-sekolah dan masyarakat yang akhirnya terbebani.” Kata Menteri Pendidikan.
Apapun ceritanya, ini adalah masalah kepentingan, karena adanya kepentingan pribadi dan golongan itulah maka terjadi hal yang sedemikian rupa. Janji-janji Pemerintah tidak semuluk-muluk kenyataan yang terjadi didunia nyata atau realitas yang terjadi. Banyak program-program Pemerintah yang apabila didengung-dengungkan atau dibacakan sangat manis rasanya, tetapi kenyataannya adalah sangat miris dan iba, prihatin dan sekaligus marah. Misalnya: Sekolah Gratis, wacana yang masih butuh pembenaran, apa indikator Sekolah Gratis ?, Anak-Anak Terlantar dan Fakir Miskin di biayai oleh Negara, namun yang kita lihat sekarang ini, disetiap lampu merah di kota medan saja sudah banyak diisi oleh anak-anak jalanan, mulai dari yang masih kecil setaraf SD, SMP sampai anak-anak yang seharusnya SMA malah menjadi tukang ngamen dengan berdandan ala anak Punk. Taman-taman bunga disekitar Lampu Merah dijadikan tempat oleh anak-anak Punk ini untuk tidur, istirahat dan lain-lain. Stop mempekerjakan anak, eksploitasi anak, stop kekerasan terhadap anak, stop KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), dan lain sebagainya. Khusus pada Hari Anak Nasional, begitu banyak janji Pemerintah terhadap Perkembangan Anak, namun realisasinya bagaimana? Kitalah yang dapat menilai, sampai kapan semuanya ini terjadi.....???
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H