Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pak SBY Klarifikasi Pernyataan Pak Jokowi

28 April 2015   17:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:35 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika saya membuka Facebook sore ini, saya terkejut dengan sebuah pemberitahuan dari teman yang berbagi status. Ternyata status dari Facebook resmi Susilo Bambang Yudhoyono atau lebih dikenal dengan pak SBY, sang mantan Presiden RI periode 2004-2014 atau presiden RI ke – 6. Dalam status tersebut, ditampilkan bagaimana tulisan pak SBY meluruskan pernyataan pak Jokowi yang dimuat di media nasional Harian Rakyat Merdeka tanggal 27 April 2015.

Setelah kurang lebih enam bulan berkuasanya pemerintahan Jokowi – JK, pak SBY selalu mendukung langkah-langkah dan kebijakan pak Jokowi. Namun, untuk hal ini perihal pernyataan Pak Jokowi yang menyatakan bahwa Indonesia (masih) sangat tergantung kepada Dana Moneter Internasional (IMF), mendapat tanggapan dan koreksi yang sangat keras dari pak SBY. Ini terbukti dengan tulisan pak SBY di akun sosial FB-nya yang dibagi oleh teman tersebut. Terlihat dengan jelas bagaimana pak SBY menceritakan dengan sejelas-jelasnya bagaimana kronologis pembayaran hutang RI sekisar US$ 9,1 miliar yang bila dirupiahkan dengan kurs sekarang setara dengan 117 triliun rupiah, dibayarkan tahun 2006 empat tahun lebih cepat dari yang diperkirakan. Jika anda bertanya-tanya, seperti apa tulisan pak SBY, berikut saya tampilkan :

SBY: Utang Indonesia ke IMF Lunas Tahun 2006

Saya terpaksa menanggapi dan mengoreksi pernyataan Presiden Jokowi menyangkut utang Indonesia ke IMF. Kemarin, tanggal 27 April 2015, harian Rakyat Merdeka memuat pernyataan Pak Jokowi yang intinya adalah Indonesia masih pinjam uang sama IMF. Berarti kita masih punya utang kepada IMF. Maaf, demi tegaknya kebenaran, saya harus mengatakan bahwa seluruh utang Indonesia kepada IMF sudah kita lunasi pada tahun 2006 yang lalu. Keseluruhan utang Indonesia terhadap IMF adalah US$ 9,1 miliar, jika dengan nilai tukar sekarang setara dengan Rp. 117 triliun, dan pembayaran terakhirnya kita lunasi pada tahun 2006, atau 4 tahun lebih cepat dari jadwal yang ada. Sejak itu kita tidak lagi jadi pasien IMF.

Saya masih ingat mengapa keputusan untuk melunasi semua utang IMF 4 tahun lebih cepat dari jatuh temponya itu saya ambil. Memang, sebelum keputusan final itu saya ambil, sejumlah pihak menyarankan agar lebih baik pelunasannya dilaksanakan secara bertahap, agar tidak mengganggu ketahanan ekonomi Indonesia. Tapi saya berpendapat lain. Lebih baik kalau utang itu segera kita lunasi. Ada 3 alasan saya mengapa keputusan dan kebijakan itu saya ambil. Pertama, pertumbuhan ekonomi kita waktu itu telah berada dalam tingkatan yang relatif tinggi. Jadi aman untuk menjaga ketahanan ekonomi makro dan sektor riil kita. Di sisi lain, disamping kekuatan fiskal kita aman, dari segi moneter cadangan devisa kita juga relatif kuat. Kedua, dengan telah kita lunasi utang IMF tersebut, kita tidak lagi didikte oleh IMF dan negara-negara donor. Tidak didikte dalam arti perencanaan pembangunan kita, termasuk APBN dan juga penggunaan keuangan kita, tidak harus mendapatkan persetujuan dari IMF. Saya tidak ingin pemerintah disandera. Kita harus merdeka dan berdaulat dalam mengelola perekonomian nasional kita. Saya masih ingat, ketika masih menjadi Menteri Pertambangan dan Energi (tahun 1999-2000), saya harus "melaporkan" dulu kepada negara-negara donor yang tergabung dalam forum CGI berkaitan dengan kebijakan dan rencana kementerian yang saya pimpin, utamanya menyangkut APBN. Situasinya sungguh tidak nyaman. Pernah saya diminta untuk menaikkan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik secara serentak dengan angka yang sangat tinggi. Hal itu saya tolak, karena pasti ekonomi rakyat akan menjadi lebih buruk. Sedangkan alasan yang ketiga, selama Indonesia masih punya utang kepada IMF, rakyat kita merasa terhina (humiliated). Dipermalukan. Di mata sebagian rakyat, IMF diidentikkan dengan penjajah. Bahkan IMF-lah yang dianggap membikin krisis ekonomi tahun 1998 benar-benar buruk dan dalam.

Setelah utang IMF kita lunasi, saya juga ingat ketika para pemimpin IMF (Managing Director) satu-persatu berkunjung ke Indonesia dan menemui saya di kantor Presiden, mulai dari Rodrigo de Rato (2007), Dominique Strauss-Kahn (2011) hingga Chistine Lagarde (2012). Saya menerima kunjungan mereka dengan kepala tegak. Bahkan, pada kunjungan pemimpin IMF tahun 2012, IMF berharap Indonesia bisa ikut menaruh dananya di IMF karena kita telah menjadi anggota G20, dengan peringkat nomor 16 ekonomi besar dunia. Pasalnya, IMF kekurangan dana untuk digunakan membantu negara yang mengalami krisis berat dan perlu penyelamatan dari IMF. Artinya, tangan kita tidak lagi berada di bawah, tetapi sudah berada di atas.

Jika yang dimaksudkan Presiden Jokowi, Indonesia masih punya utang luar negeri, itu benar adanya. Utang Indonesia ada sejak era Presiden Soekarno. Meskipun, ketika saya memimpin Indonesia (2004-2014) rasio utang terhadap GDP terus dapat kita turunkan. Jika akhir tahun 2004 rasio utang terhadap GDP itu sekitar 50,6 %, di akhir masa jabatan saya tinggal sekitar 25 %. Artinya, jika dulu separuh lebih GDP kita itu untuk menanggung utang, maka tanggungan itu telah kita turunkan menjadi seperempatnya. Tetapi, kalau yang dimaksudkan Pak Jokowi bahwa kita masih punya utang kepada IMF, hal itu jelas keliru. Kalau hal ini tidak saya luruskan dan koreksi, dikira saya yang berbohong kepada rakyat, karena sejak tahun 2006 sudah beberapa kali saya sampaikan bahwa Indonesia tidak berhutang lagi kepada IMF. Rakyat pun senang mendengarnya. Saya yakin Pak Jokowi yang waktu itu sudah bersama-sama saya di pemerintahan, sebagai Walikota Surakarta, pasti mengetahui kebijakan dan tindakan yang saya ambil selaku Presiden.

Ditulis oleh Susilo Bambang Yudhoyono

Intinya mungkin pak SBY tidak setuju dengan pendapat pak Jokowi bahwa Indonesia – dijaman pemerintahan SBY – masih minjam uang ke IMF (International Monetery Fund) sehingga sampai sekarang kita masih tergantung dengan suntikan IMF. Setali tiga uang, anak pak SBY sekaligus Sekjen Partai Demokrat Ibas juga berkomentar perihal ucapan pak Jokowi.

Yah, semoga saja miskomunikasi antara pak SBY dengan pak Jokowi ini cepat-cepat diselesaikan, sehingga tidak menimbulkan polemik dan merembes kemana-mana, semoga saja pak Jokowi mau membuka data dan fakta utang Indonesia yang mana yang belum dibayar atau dilunasi dan utang yang mana yang telah dibayar pak Jokowi selama kurang lebih tiga bulan ini.

Kami menunggu pernyataan langsung dari pak Presiden Jokowi perihal "Siapa yang bilang Indonesia anti-IMF. Siapa? Kita kan masih minjem uang ke sana (IMF). Itu sebuah pandangan, bahwa perlu suatu tatanan keuangan global yang lebih baik," kata Jokowi di Bandara Halim Perdanakusumah sebelum berangkat ke Malaysia untuk menghadiri Asean Summit. Sehingga para rakyatmu ini tidak bertanya-tanya dan berfikir multitaksir sehingga ada perasaan negatif. Namun, kami mengharapkan pikiran yang positif, jangan ada dusta diantara kita, sehingga rakyat dari Sabang sampai Merauke bersatu padu, percaya serta tetap mendukung pak Presiden Jokowi dalam bertugas sebagai Kepala Negara. Semoga...!!!

Medan, 28 April 2015

Sumber : https://www.facebook.com/SBYudhoyono

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun