Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menikmati Sajian 100 Halaman Kompas Dengan Harga Empat Ribu Rupiah

27 Juni 2015   21:25 Diperbarui: 27 Juni 2015   21:25 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas, tidak terasa telah berumur 50 tahun, terbit sejak 28 Juni 1965 Kompas telah menjadi lokomotif dan indikator berita arah kemajuan Bangsa Indonesia yang dituangkan dalam tulisan-tulisan yang ringan, padat, lugas, bermakna dan mampu mengajak pembaca untuk berkomunikasi serta serasa bagian dari berita.

Kompas dan Sejarah

Harian Kompas yang didirikan oleh Petrus Kanisius Ojong (1920 – 1980) dan Jakob Oetama (1931 – sekarang) adalah harian terbaik di Indonesia yang dibangun dengan susah payah yang awalnya bernama Majalah Intisari. Harian Kompas dibangun dengan semangat untuk mengembangkan Indonesia dan memberitakan peristiwa dari Sabang sampai Merauke dalam satu bingkai harian yang bernama Kompas. “Small Indonesia in the making,” itulah ungkapan cita-cita bahkan mimpi the founding father’s Kompas Gramedia yang telah terwujud di usia 50 tahun ini.

Sejarah dalam sejarah, itulah kesimpulan yang saya ungkapkan ketika membaca harian Kompas, khusus edisi ulang tahun yang ke – 50 dengan sajian 100 lembar. Cukup fantastis hadiah yang diberikan oleh Kompas Gramedia dalam memanjakan para pembacannya. Yang lebih fantastis lagi, harga yang super-super murah, hanya Rp. 4000,- / eksemplar, harga yang seharusnya cocok untuk semua kalangan dan golongan masyarakat. 100 halaman, kita disuguhkan berita-berita yang bermanfaat, isi yang berkualitas dan kembali menapaktilasi sejarah kejadian-kejadian penting selama 70 tahun Indonesia Merdeka. Sejarah dari tahun 1967 dapat kita nikmati di edisi spesial 50 tahun Kompas berdiri. Namun, kembali masalah kualitas minat baca masyarakat Indonesia yang kurang dan tergolong parah, mengakibatkan Kompas edisi 100 halaman di hari ulang tahunnya tidak mendapat sambutan yang luar biasa.

Ini terbukti ketika saya melihat langsung bagaimana susahnya tukang-tukang koran, khususnya para penjaja koran yang menjual korannya di lampu-lampu merah kota Medan. Saat saya melintas di persimpangan RS. Siti Hajar misalnya, ketika saya melihat penjaja koran Kompas edisi Ulang Tahunnya dengan harga Rp. 4000,- ketika saya beli dan foto selfie dengan penjaja korannya, hanya saya yang membeli saat itu, padahal saya masih menyempatkan diri untuk ngomong-ngomong dengan si penjaja koran selama kurang lebih lima menit. Di waktu yang lima menit itu, tidak ada pembeli Kompas edisi 100 lembar dengan hanya Rp. 4000-nya. Apakah ini menandakan bahwa jiwa membaca masyarakat Indonesia ini memang dikenal sangat minim? Ah entahlah.   

Kompas dan Pendidikan

Jika saya bagikan harga Kompas Rp. 4000 dengan jumlah 100 halaman, maka biaya cetaknya hanya 40 rupiah per halaman, padahal halaman-halaman koran Kompas Gramedia itu dikenal full color, full text, dan kualitas cetakan nomor wahid. Asli kita tidak pernah melihat koran Kompas itu cacat cetakan, namun punya kualitas kertas nomor satu dan memiliki ciri khas tersendiri.

Kompas adalah Pendidikan, “Jika ingin pintar, smart dan berwawasan luas, maka bacalah Kompas,” itulah pesan Pastor Paroki, Pastor Purnomo, O. Carm ketika saya pertama kali kenal dengan Kompas 19 tahun yang lalu. Ketika itu, saya akan mendaftar di Seminari dan saya duduk diruang tamu, tanpa sengaja menunggu Pastor, saya membaca-baca koran Kompas yang terletak dimeja tamu. Saya perhatikan halaman per halaman, to the point aja jika baca koran maka halaman yang saya tuju pertama kali adalah kolom olahraga Sepak Bola, saya ingat sekali berita yang sangat menarik perhatian “Piala Afrika 1996 yang diselenggarakan di Afrika Selatan”, itulah berita yang saya baca ketika mengenal Kompas.

Nah, eksistensi, dukungan dan komitmen untuk memajukan dunia pendidikan dan memberitakan pembangunan dan perkembangan Indonesia telah menjadikan Kompas Gramedia pilihan terbaik bagi sekolah-sekolah, yayasan-yayasan, perusahaan, maupun individu-individu yang ingin memperoleh Informasi lebih.

Ketika saya berada di Seminari, benar saja Kompas menjadi santapan setiap pagi dan malam, bersama dengan Tabloid Olah Raga Bola adalah bacaan wajib di Komunitas seusai makan malam dan sarapan pagi. Kadang harus berbagi halaman dengan teman-teman yang lain. Sungguh lucu kala itu.

Pengalaman, mengapa saya mengatakan koran Kompas adalah Pendidikan, karena isi koran Kompas edisi Februari 2013 yang kala itu mengupas tentang hasil PISA (Programme for International Student Assessment) yang menempatkan Indonesia berada di urutan 10 paling bawah bersama dengan Brazil dengan predikat terendah dalam hal penguasaan ilmu-ilmu Sains. Ketika itu fakta yang saya ambil dari sumber Kompas tersebut ikut membantu saya untuk meraih 10 finalis dalam Lomba Karya Tulis yang diselenggarakan oleh salah satu Universitas terbaik di Indonesia dan mendapatkan kesempatan untuk presentasi lebih di Jakarta. Sehingga hingga sekarang, jika ada kesempatan untuk membaca koran Kompas, maka halaman per halaman akan tetap saya pelototi sampai habis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun