Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan-Jangan Pernah Bohong.......!!!!

8 November 2010   10:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:46 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendidikan yang berlandaskan Patriotisme dan Heroisme, Pendidikan yang berbasiskan IT dengan Metode Pengajaran yang diberikan oleh Yesus”.Untuk menggambarkan pentingnya pengenalan terhadap Audiens ataupun para pendengar sebelum mengajar, Injil Lukas 5:1-11 tentang “Yesus memutuskan untuk menaiki perahu karena dikerubuti oleh orang banyak. Jika Yesus nekat untuk berbicara dalam keadaan yang demikian, paling hanya beberapa orang yang mendengar Yesus,” namun supaya ajaran yang diberikan oleh Yesus berdampak, Yesus sengaja mengambil jarak, agar bisa melihat dan dilihat oleh audiensnya ataupun para pendengarnya. Selain itu, Yesus juga mengenal mata angin. Dia mengetahui bahwa pada siang hari angin bertiup dari laut ke darat, dengan demikian suara Yesus bisa dibawa oleh angin.

Setelah mengajar, Yesus tidak langsung menutupnya , tetapi Ia melakukan sebuah praktek dengan menyuruh para murid untuk menebarkan jalanya ke tengah laut, disana jelas kita lihat bahwa Simon Petrus walaupun dengan perasaan Ragu tetap percaya akan Perkataan Yesus dan menebarkan jalanya.Ada keraguan di antara murid-muridNya, tetapi keraguan itu dihapus oleh tangkapan yang nyaris mengoyakkan jalanya. “Semua yang melihat itu takjub.”

Apa yang bisa kita petik dari Pengajaran Metode Yesus ini, dimana bahwa kita harus dapat membuat Siswa/I kita selalu termotivasi untuk menemukan hal-hal yang baru yang berguna untuk orang lain, karena cara penyampaian kita yang jelas, sederhana, dan mengandung unsur-unsur baru.

Saudara/I yang terkasih dalam Kristus, dalam Injil Yohannes 21 :15-19, dikatakan disana secara umum, bagaimana proses Yesus memberikan kekuasaan kepada seorang Simon Petrus untuk meneruskan Pekerjaan Yesus dalam menggembalakan domba-dombaNya. Ketika Tuhan Yesus mengutus Simon Petrus atau merekrut Petrus untuk Menggembalakan domba-dombaNya (Umat Tuhan), Yesus tidak memperhatikan Indeks Prestasinya atau Nilai Ujian Petrus ataupun keterampilan Komputernya Petrus, tetapi apa yang Yesus perhatikan dan menjadi bahan pertimbangan Yesus saudara/I ? yang diperhatikan Yesus ialah, apakah Petrus punya hati untuk mengemban tugas yang maha berat itu. Apakah Petrus bersedia untuk disiksa, dianiaya, dikecam, dirajam dan bahkan disalibkan seperti Yesus, apakah Petrus bersedia untuk setia dan melanjutkan pengajaran Yesus di Dunia ini. Itu yang menjadi bahan pertimbangan Yesus dalam memilih Simon Petrus menjadi penerusNya dalam membimbing kita umatnya di dunia ini. Terbukti dengan pertanyaan Yesus Kristus sampai 3x untuk mengetahui kesediaan Hati Simon Petrus.

Oleh karena itu saudara/I, tanpa Hati, maka kita-kita ini akan menjadi robot-robot modern yang terampil dalam memanfaatkan teknologi, tetapi akan kehilangan kehangatan sebagai Manusia Mahluk Ciptaan Tuhan yang paling Mulia. Apakah kita sadar akan hal ini ? untuk menemukan jawabannya, saya beharap marilah kita setelah pulang dari tempat ini untuk merenungkan barang 2 atau 3 menit, “Apakah saya masih punya Hati atau Perasaan???”.

Oleh karena itu saudara/I, dalam kesempatan ini, saya berpesan bahwa secanggih apa pun pemikiran dan keterampilan kita, tanpa dasar Iman, semuanya akan sia-sia. Dalam iman, tidak ada kata Putus Asa.

Saya mengambil contoh kecil, pada suatu ketika seorang ibu merasa tidak enak badan, dan ingin beristirahat sepanjang hari. Oleh karena itu si IBu berpesan kepada anaknya, katakanlah namanya Jay, agar jika ada tamu, tolong beritahu agar urusannya ditunda besok. “Katakan, mama sedang tidak ada dirumah.” Si Ibu berpikir tidak semua kebohongan itu jelek, ada juga kebohongan putih yang dilakukan demi suatu kepentingan yang lebih besar. Benar saja, tamu yang datang segera pulang ketika si Jay berkata “Mama bilang mama lagi nga ada dirumah. Urusannya ditunda besok!”. Besoknya si tamu datang dan menceritakan hal itu, si Ibu jadi malu, karena ketahuan menyuruh anak berbohong.

Namun yang perlu saya sampaikan disini bahwa anak memiliki duniannya sendiri, Dunia ekspresif, dunia kepolosan, dunia kejujuran, apa adanya. Disana tidak ada kemunafikan, intrik, tipu daya dan hipokrat. Namun kepolosan seorang anak justru akan memudar seiring bertambahnya usia. Kepolosan dan kejujuran seorang anak justru dirusak oleh orang dewasa dan bahkan orang tua sendiri.

Saudara/iku yang terkasih dalam Kristus, Kebohongan itu bagaikan sebuah bola salju yang semakin jauh bergulir, semakin ia menjadi besar. Sebab, untuk menutupi kebohongan yang pertama, ia harus berbohong untuk yang kedua kalinya; dan untuk menutupi kebohongan pertama dan kedua, ia harus berbohong untuk ketiga kalinya, dan seterusnya. Namun jadilah menjadi seorang yang jujur, karena orang jujur adalah orang yang tampil apa adanya, berani mengakui diri sebagai dirinya. Sebab orang jujur adalah orang yang paling bebas di dunia ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun