Bagaimanakah menciptakan kehidupan yang nyaman dan aman di dunia ini? Pertanyaan yang sulit saat ini melihat kondisi dan realita yang terjadi diberbagai belahan di dunia. Jangankan di dunia, di Indonesia saja sekarang telah terjadi gonjang-ganjing yang menjurus rusaknya persatuan dan kesatuan di Negara kita akibat kurangnya control terhadap lalu lintas komunikasi dan informasi lewat media sosial. Media sosial seakan-akan menjadi momok yang dapat menjadi dilema. Ibarat buah simalakama, maka media sosial disatu sisi bisa memberikan seribu satu manfaat jika dimanfaatkan dengan sebijak-bijaknya, namun bisa menjadi senjata yang mematikan yang mampu memicu perang dan kerusuhan. Dalam sebuah komentar (anonime) ada dua hal permasalahan yang mampu memantik perpecahan sebuah Negara atau golongan masyarakat, yaitu :
Pertama,pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali. Beberapa Negara di belahan dunia ini sedang dalam konflik perang antar saudara. Ini banyak ditimbulkan karena reaksi atas terjadinya ledakan penduduk yang kurang terkendali dan tidak merata, kelompok ras lain mencoba membinasakan ras lain, golongan mayoritas ingin menjadi yang berkuasa atas golongan minoritas, dan lain sebagainya adalah contoh masalah akibat ledakan pertumbuhan penduduk yang kurang terkendali.Â
Nah, tanpa kita sadari ini juga menjadi masalah besar di Negara kita ini. Ibarat bom waktu, ledakan penduduk yang kurang terkendali di Indonesia juga bisa menjadi boomerang yang suatu waktu akan menjadi pemicu perpecahan, apabila tidak dikendalikan dari sekarang. Sebagai informasi dengan jumlah penduduk kurang lebih 255 juta jiwa, Indonesia menjadi Negara berpenduduk terbanyak ke empat di dunia setelah Amerika Serikat, Cina, dan India. Oleh karena itu sudah sangat dibutuhkan kesadaran untuk mendukung program Pemerintah, Keluarga Berencana demi keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Kedua, masalah CyberWar (Perang Penggunaan Perangkat IT), Amerika Serikat menjadi Negara pelopor penggunaan perangkat IT untuk menghindari perang nuklir dengan Uni Sovyet di tahun 1969 dengan membentuk ARPANET untuk menelusuri persenjataan milik Uni Sovyet, khususnya senjata nuklir. System jaringan yang menjadi cikal bakal internet ini telah menjadi sumber dan penyatu komunikasi seluruh dunia yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.Â
Internet menjadi media teknologi yang sangat menjanjikan dan media yang sangat digandrungi oleh seluruh lapisan masyarakat, tidak terkecuali di Indonesia. Media sosial telah menjadi media kebutuhan dan keharusan yang didapat dan dipergunakan oleh seluruh kalangan di tanah air. Pertumbuhan pengguna media sosial dari tahun ke tahun meningkat dengan cepatnya dan telah menjadi global village untuk kehidupan yang lebih baik.
Namun, tidak dapat dipungkiri ternyata keberadaan media sosial disamping memberikan seribu satu manfaat, mampu menjadi senjata pembunuh massal yang baru, kok bisa? Yah karena telah banyak contoh kasus perpecahan akibat beredarnya informasi hoax yang disebarkan oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab untuk memicu timbulnya konflik sosial di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang heterogen.
Akhir-akhir ini di Sumatera Utara telah terjadi beberapa contoh kasus terjadinya konflik sosial akibat informasi-informasi yang bersifat provokasi dan belum tentu 100% kebenaran informasi yang diberitakan, namun mampu menimbulkan perpecahan yang berujung pada perpecahan dan kerusuhan, penjarahan, dan pembakaran rumah-rumah ibadah. Sumut tiba-tiba belakangan ini menjadi provinsi yang tidak toleran terhadap umat beragama. Kejadian di kota Tanjung Balai menjadi contoh nyata retaknya hubungan kekeluargaan, hidup rukun dan damai, ketenangan dan kebebasan beribadah sesuai dengan ajaran agamanya ternodai oleh informasi yang provokatif lewat media sosial.
Si X yang mengalami depresi dan tidak senang dengan roda pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden sekarang memanfaatkan momentum yang ada, dimana di SUMUT gara-gara protes seorang warga keturunan atas suara Adzan yang berkumandang, beredar di media sosial dengan cepatnya. Walau telah diselesaikan dengan baik dan secara kekeluargaan, namun bagi sebahagian warga yang terlanjur emosi dan sakit hati atas ulah seorang warga yang protes tersebut belum merasa puas atas hasil mediasi tersebut, ternyata disulut oleh si X tersebut dengan menyebarkan informasi hoax lewat media sosial dengan mensetting informasi yang dikirim, membuat informasi yang hiperbola, memprovokator yang menyulut emosi warga sehingga berbuat tindakan yang anarkis. Secepat kilat, warga Tanjung Balai marah dan membakar sejumlah rumah ibadah, menjarah dan membakarnya. Seketika itu juga hati nurani, logika, perasaan baik, berubah menjadi beringas, kasar, dan bertindak di luar nalar, logika dan perasaan.
Ternyata yang paling sial, setelah ditelusuri oleh CyberCrimenya Kepolisian Republik Indonesia, oknum yang menyebarkan informasi hoax dan penuh provokasi itu adalah seseorang yang tinggal jauh dari Sumut, orang Jakarta! Wah tidak terbayangkan, betapa malunya provinsi berpenduduk 1.250 juta jiwa ini mampu di provokasi dan diorganisasi oleh orang tak bertanggung jawab, lewat media sosial pula itu. Ketidakpuasan oknum mr X atas kondisi ekonomi yang dia alami, dia giring ke arah provokasi berbau SARA (Suku, Agama, RAS, dan Antar Golongan) yang paling gampang memang diisukan untuk menimbulkan perpecahan.Â
Karena aksi tersebut tidak mempan di Jakarta, kota yang sudah cerdas dan tidak mau dibenturkan dengan isu-isu murahan, isu-isu sampah berbau SARA, maka si oknum mr X sukses menebarkan aksinya di Sumatera Utara, provinsi yang dulunya sangat toleran, tiba-tiba menjadi intoleran dan paling gampang dibenturkan dengan isu-isu SARA. Yang paling ironis, sang penyulut provokasi di media sosial itu ternyata kondisi fisiknya dalam keadaan sakit, tidak dalam keadaan sehat, namum mampu memicu perpecahan di dunia nyata.
Kasus kedua, belum lekang kejadian di Tanjung Balai, di Medan tepatnya tanggal 28 Agustus 2016 sebuah Gereja kecil hendak dijadikan bahan percobaan bom bunuh diri oleh seorang anak ingusan, anak dibawah umur yang over aktif berselanjar di dunia maya (media sosial) untuk mencari-cari informasi dari search engine (mesin pencari) yang menyediakan beribu juta cara dan informasi, yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan positif maupun negative, juga terobsesi oleh informasi yang disediakan oleh media sosial tentang suksesnya pengeboman di sebuah gereja di Perancis baru-baru ini.Â