Sepakbola sejatinya membawa kebahagiaan, begitulah ulasan wartawan senior Ian Situmorang yang pernah saya baca, namun benarkah demikian?
Simak fakta berikut ini :
1.   Indonesia negara yang mayoritas penduduknya termasuk gila bola, harus menerima kenyataan pahit. Disanksi oleh FIFA dengan alasan adanya campur tangan oleh Pemerintah. Terlepas siapa yang benar dan salah, Mempora yang mewakili Pemerintah ataukah PSSI? Tidak bisa duduk bersama memecahkan masalahnya, hingga sampai-sampai Presiden RI pun harus memberikan salah satu dukungannya, yang tentunya mendukung langkah Mempora, terlepas itu sanksi, benar atau tidak? Penuh tanggung jawab atau setengah-setengah? Yah kita saja yang menilai, namun akibat sanksi ini, baik dari Mempora maupun FIFA, sepakbola di negeri kita mati suri, tidak ada tontonan yang membahagiakan, semua orang yang terlibat langsung dalam kegiatan sepakbola, vakum menunggu masalah ini selesai.
2.   Timnas U-23 yang masih diberi kesempatan untuk mentas di ajang Internasional sekelas Sea Games harus meratapi nasib. Kalah menyakitkan dari Myanmar yang kualitas sepakbolanya pernah sangat jauh dibawah kita. Skor telak 4 – 2 mengawali perjuangan Garuda Muda untuk membuktikan ucapan pak Jokowi bahwa kita memang tidak pernah menorehkan prestasi tinggi di cabang olahraga yang paling digemari di seluruh dunia ini. Ucapan Pak Jokowi yang mengesampingkan prestasi Timnas U-19 kala menggondol Piala AFC 2013 dirumah sendiri yang juga mayoritas pemainnya adalah punggawa Timnas U-23 sekarang adalah benar adanya. Kesedihan melanda Indonesia karena kalah segalanya dari Myanmar.
3.   Jauh hari sebelum fakta diatas, Persipura yang musim lalu bisa sampai di babak semifinal AFC Cup, batal bertanding dan kemungkinan besar dikeluarkan dari kompetisi AFC Cup 2015 hanya karena masalah administrasi. Persipura pun bersedih, masyarakat Indonesia yang tidak mengerti politik sepakbola pun dibuat sedih dengan hal ini, sampai-sampai wakil ketua DPR Fahri Hamzah muncul bak pahlawan kesiangan untuk meredam kesedihan masyarakat Papua dengan mengadakan Hak Interpelasi untuk Mempora dan Presiden, hmm jadi makin membingungkan dan makin penasaran dengan kisruh ini?
Sepakbola yang sejatinya membawa kebahagiaan telah sirna dari negeri ini yang pernah berkiprah di level Piala Dunia ketika bernama Hindia Belanda tahun 1938. Melihat apa yang dipertontonkan oleh Evan Dimas,dkk kala menghadapi Myanmar, maka sangat minim kemungkinan bisa lolos ke babak selanjutnya, malahan prediksi saya akan berada di dasar klasemen sementara bersama dengan Kamboja, kenapa? Karena :
1.   Spirit untuk bermain sudah tidak ada lagi, terlihat dari gol-gol yang bersarang ke gawang M. Natsir, kebanyakan kesalahan pemain sendiri dan tidak fokus dalam permainan, konsentrasi hilang dan pola permainan amburadul.
2.   Pemain Indonesia mudah terpancing emosinya, tidak terkontrol permainannya, amburadul, tidak solid dan melakukan kesalahan yang tidak perlu.
3.   Sepertinya sanksi dan masalah yang terjadi dalam tubuh organisasi PSSI berdampak pada psikologi para pemain Timnas U-23. Disamping itu ada beban besar yang mereka pikul sehingga tidak berkonsentrasi bertanding. Beban berat itu adalah untuk meraih medali emas dan juara sebagai harga mati, seperti spanduk yang di bentangkan distadion, untuk membuktikan bahwa Indonesia tidak apa-apa disanksi oleh FIFA.
Menurut opini saya, daripada Timnas kita menjadi bulan-bulanan oleh Filiphina, Singapura ataupun oleh Kamboja, lebih baik dipulangkan saja, kan lumayan menghemat anggaran pemerintah. Toh, tidak ada kok gunanya timnas kita capek-capek, berkeringat, menjadi olok-olokan tim lain di ajang Sea Games. Toh, peringkat Indonesia di FIFA tidak akan pernah naik, malah makin turun karena sanksi FIFA. Toh ini kan yang terbaik menurut pemerintah kita sekarang?
Harkat dan martabat bangsa Indonesia tidak perlu dipertaruhkan di dunia Internasional, yang penting didalam negeri terlebih dahulu dibenahi, namun sampai sekarang kita belum mengerti jalur apa yang ditempuh oleh Mempora dan kawan-kawannya untuk membenahi sepakbola negeri ini, kecuali hanya opsi-opsi yang belum jelas aplikasinya, faktanya hanya masih pembekuan PSSI tanpa ada jalan keluarnya.
Kita tidak perlu berharap Pemerintah secepatnya mencabut pembekuan PSSI karena faktanya sanksi FIFA bukanlah akhir segala-galanya, tidak perlu ditakuti setidaknya itu pengakuan Mempora dan Pemerintah. Jadi sanksi FIFA itu bukanlah tinta hitam dan semacam aib yang perlu ditutup-tutupi, apalagi ditangisi.
Tangisan Evan Dimas saat lagu Kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan sebelum pertandingan kontra Myanmar, bukanlah tangisan kesedihan membayangkan nasib mereka dan nasib sepakbola nasional, tapi tangisan kebahagiaan kala FIFA menjatuhkan sanksi untuk Indonesia, dan menjadi tinta emas yang akan dicatatkan dalam sejarah persepakbolaan Tanah Air. Wah kok ngawur gini yah..? akh entahlah...!!! Daripada menambah daftar derita Timnas kita, mendingan dipulangkan saja!. Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H