Setelah sukses menempuh pendidikan setara S-1 dibidang Teologia dan Filsafat, maka si calon imam kembali menempuh pendidikan Tahun Orientasi Pastoral tahap-2 selama satu tahun dengan tujuan agar si calon imam memiliki pengalaman dalam peyalanan bersama umat, sehingga calon imam diutus ke paroki untuk belajar praktik pastoral secara langsung.
Setelah sukses dan mampu menyelesaikan TOR tahap-2 dengan baik, kembali si calon imam melanjutkan studinya setara dengan S-2 atau pascasarjana selama dua tahun jika mulus, dengan tujuan melanjutkan pendidikan teologis di tingkat yang lebih tinggi.
Yaitu masuk ke masa Pendidikan Pastoral atau Pra-Diakon, yaitu masa persiapan sebelum tahbisan diakonat, dimana pendidikan ini berlangsung selama kurang lebih enam bulan, para calom imam lebih dahulu menjadi diakon.
Baca Juga:Â Peran Ikrar Sumpah Pemuda dalam Manajemen Pendidikan
Dan setelah dianggap layak oleh Uskup, maka calom imam menerima tahbisan Imamat dan menjadi imam atau pelayan dalam Gereja dan masyarakat.
Proses pendidikan yang panjang itu tidak hanya mencakup aspek akademis tetapi juga pembinaan spiritual dan pastoral yang mendalam, memastikan bahwa calon imam siap untuk melayani umat dengan baik.
Dan kembali ke Misa Syukur Pesta Perak 25 Tahun, sangat begitu banyak umat antusias mengikuti Misa Syukur. Tampak ketiga imam yang berpesta perak 25 tahun, RP. Florentinus Nongo, OFMConv, RP. Jack Ginting, OFMConv. dan uskup kita Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap. Diiringi oleh sejumlah Imam lainnya berjalan dari ruang Sakristi dengan begitu gembira diikuti oleh para Mesdinar memasuki gereja disambut umat yang memenuhi gereja Paroki St. Fransiskus Padang Bulan Medan.
Dalam Kotbahnya, Uskup Agung Medan Mgr. Kornelius Sipayung mengungkapkan terimakasih dan rasa syukur kepada Tuhan atas karya panggilan hidup yang dia alami, juga sebagai imam dan Uskup selama 25 tahun hidup membiara.
Mengenang 25 tahun tahbisan Imamat, mereka bertiga kembali mengenali kasih karunia Allah dan itulah yang mereka berikan kepada umatnya dimanapun mereka berada selama hidup menjadi Imam dimanapun dan kapanpun berada.
Kasih karunia Tuhan dan perjalanan hidup mereka dikenang kembali, tidak akan sanggup berdiri di depan umat merayakan pesta syukur 25 tahun hidup Membiara apabila tidak ada campur tangan Tuhan.
Imam yang lahir di Bandar Hinalang, Simalungun di tanggal 26 Agustus 1970 dan ditahbiskan di tanggal yang sama, 11 Desember 1999 ini mengungkapkan bagaimana perjalanan hidup panggilan beliau hingga menjadi seorang Uskup Agung di kota Metropolitan Medan dengan keberagaman Suku dan Agama, namun dapat hidup rukun dan damai.