Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bocoran Kurikulum Baru "Deep Learning" dan Penguatan Peran Informatika dalam Kurikulum Baru

9 November 2024   08:36 Diperbarui: 9 November 2024   08:39 1905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benar juga prediksi saya pribadi bahwasanya ganti menteri bakalan ganti kurikulum. Isunya sih seperti itu, karena beberapa hari ini santer diberitakan baik itu lewat pesan yang beredar di grup-grup whatsapp, juga telah menjadi tren pekan ini di Kompasiana.

Gambaran Kurikulum Baru sendiri dibocorkan langsung oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Abdul Muti yang mengarah pada pemahaman mendalam (deep learning) dan kurikulumnya lebih ramping.

Pak Menteri, Abdul Mu'ti menyatakan bahwa model deep learning yang akan dia usung, dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning (pembelajaran mendalam, bermakna dan menyenangkan).

Konsepnya bagaimana? Apakah Kurikulum Merdeka tidak memberikan pembelajaran yang mendalam, bermakna, dan menyenangkan?

Eits, tunggu dulu, makanya dalam artikel kali ini, saya akan mencoba membahas apa itu kurikulum deep learning, kurikulum merdeka, apa perbedaan, dan apa persamaan dari kedua kurikulum ini.

Dalam penjelasannya, pak menteri, Abdul Mu'ti menyebutkan bahwa materi pelajaran yang diberikan kepada siswa perlu perampingan, mengurangi volume materi, namun dengan eksplorasi mendalam. Maka ia akan menyempurnakannya dengan kurikulum yang ramping. Lebih lanjut pak menteri mengatakan bahwa konsep deep learning, bukan hal baru bagi pak menteri. Ia telah mengenal model pembelajaran serupa sejak tahun 1995 saat menempuh studi Master of Education di Flinders University, Australia. Pengalaman tersebut menginspirasi pak menteri untuk mengimplementasikan pembelajaran yang mindful, meaningful, dan joyful di Indonesia.

Ketiga kata ini, mindful, meaningful, dan joyful, bukan istilah baru lagi dalam dunia pendidikan kita. Selama saya mengikuti Program Guru Penggerak Angkatan 10, kita juga dijejali materi pembelajaran yang berpusat pada murid, refleksi filosofis Pendidikan Nasional oleh Ki Hadjar Dewantara, dimana dalam refleksi itu, kita kembali mengenang bagaimana filosofis pendidikan, bagaimana pendidikan yang menghamba kepada murid, bagaimana melaksanakan budaya-budaya positif.

Lalu masuk ke paket modul 2, dimana kita dijejali dengan bagaimana praktik-praktik pembelajaran yang berpihak pada murid, itu hampir sama dengan istilah mindful, meaningful, dan joyful. Mengapa? Karena pada materi tersebut, kita dijejali dengan bagaimana sebenarnya membuat pembelajaran itu menyenangkan dan memenuhi kebutuhan belajar murid. Pada modul inilah kita diberikan pemahaman tentang apa itu pembelajaran berdiferensiasi. Itulah masuk dalam ranah Joyfull Learning.

Modul 2.2 kita dijejali tentang urgensi Pembelajaran Sosial Emosional alias PSE. Tujuan materi ini jelas, agar kita guru sebagai garda terdepan dalam dunia pendidikan harus mampu mengendalikan emosi, harus memiliki kemampuan berkomunikasi secara sosial sehingga mampu menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman agar seluruh individu di sekolah dapat meningkatkan kompetensi akademik dan kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.

Kita juga harus mampu memiliki konsep Pembelajaran Sosial dan Emosional berdasarkan kerangka kerja CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) yang bertujuan untuk mengembangkan 5 (lima) Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Nah ini kan sudah masuk ranah Meaningfull Learning.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun