Di desa, sayur masih bisa didapat dengan gratis, tinggal lempar batang ubi kayu ke lahan kosong, maka otomatis akan tumbuh dan menghasilkan ubi kayu dan juga daunnya bisa dijadikan sayur ubi tumbuk.
Juga dengan cabai atau sayuran lainnya, bahkan jika kita rajin mengolah lahan pertanian kita? Padi darat juga bisa ditanam dan menghasilkan beras yang dapat dikonsumsi sendiri. Juga tanaman jagung, tanaman muda lainnya, bahkan tanaman-tanaman pengganti beras dapat kita temukan dengan mudah di desa-desa yang lahannya masih banyak kosong dan diberdayakan dengan baik.
Jadi, masih perlukah progam makan gratis di desa-desa? Bukankah dengan program ini akan menghasilkan pembodohan yang mengakibatkan kemalasan bagi masyarakat di desa-desa untuk mengolah lahan mereka?
Entahlah, saya kok kurang sreg dengan program makan siang gratis dan susu gratis yah? Apakah Cuma saya yang merasakan bahwa program makan siang gratis dan susu gratis ini nantinya hanya akan semakin memanjakan generasi sekarang?
Mengapa saya katakan demikian? Karena pastinya dengan terus menerus disusupi dengan yang gratisan? Maka semangat dan daya juang generasi muda untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidup mereka yang utama dan pertama, yaitu bagaimana agar mendapatkan rezeki halal demi memenuhi perut yang sejengkal alias membuat perut kenyang akan menjadi berkurang?
Entahlah, karena sedangkan daya juang untuk memenuhi kebutuhan paling utama saja (makan) sudah malas, apalagi untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya?
Terus terang saja, tidak semua warga negara Indonesia, khususnya generasi muda yang nantinya akan menjadi generasi emas di tahun 2040, adalah generasi yang selalu didukung dan diberikan karpet merah oleh orangtua mereka, seperti yang dialami oleh mas Gibran atau mas AHY.
Ada sekitaran 66.822.389 atau 33,60 persen pemilih dari generasi milenial (generasi yang lahir di rentan tahun 1981 sampai tahun 1996) dan sekitaran 46.800.161 atau sekitar 22,85 persen generasi Z (generasi yang lahir di antara tahun 1997 sampai dengan tahun 2012) dan generasi Post Gen Z (generasi yang lahir di tahun 2013 sampai sekarang) yang sedang berjuang menentukan nasibnya sendiri dan tidak seberuntung mas Gibran atau mas AHY dengan segala fasilitas yang mereka dapat, plus dukungan 'mati-matian' dari orang tua mereka agar menjadi orang sukses di negeri ini.
Banyak di negeri ini masih kita lihat ketidakberuntungan dengan mengalami kemiskinan. Banyak anak-anak yang mengalami putus sekolah, tidak mau sekolah karena takut diejek dan lebih memilih untuk membantu orangtua mereka mencari nafkah.
Tak di desa, di kota-kota besar seperti di Medan, masih banyak kita lihat anak-anak jalanan yang harus menjual jajanan di pagi hari di lampu-lampu merah kota Medan. Banyak anak-anak mengecat tubuh mereka dengan cat warna putih (manusia silver) demi mendapatkan uang.