Sungguh aneh tapi nyata, itulah kelakuan dari para pejabat dan juga politikus negeri ini. Sebuah prestasi yang dihasilkan oleh atlet kita dengan kerja keras dan penuh keringat, berjibaku, penuh pengorbanan dan berjuang di gelanggang pertandingan dan jika juara atau merebut medali, maka semua pejabat dan politikus akan ramai-ramai pamer diri bahwa itu juga adalah berkat kerja keras mereka.
Masih ingat tentunya dengan kelakuan para politikus usai atlet bulu tangkis ganda putri Indonesia, Greysia Polii dan Apriani Rahayu, di Olimpiade Tokyo 2020. Para politikus ramai-ramai manfaatkan momen kerja keras dan perjuangan atlet kita untuk memulangkan medali emas ke tanah air dengan nebeng poster ucapan selamat, tapi dengan menampilkan gambar politikus lebih besar dari foto atlet yang meraih prestasi.
Poster dukungan dengan kata-kata lebay, alay dan menggelitik seperti pernah trending 'lelahmu lelahku juga' oleh ketua umum salah satu partai, sungguh membuat kita tertawa.
Bagaimana tidak tertawa sekaligus geram? Emangnya situ setiap timnas Garuda main atau tanding, ikut juga main atau tanding? Apakah yakin setiap timnas tanding Anda nonton? Atau ikut berikan bonus atau sumbangkan sepatu, baju latihan dan nutrisi atau asupan gizi?
Pun ketika Timnas Indonesia masuk final untuk ke-6 kalinya sepanjang keikutsertaan mereka di ajang Piala AFF 2020, para pejabat kita banyak gunakan momen ini dengan numpang tenar dan akting seakan-akan sudah memberikan yang terbaik akan lolosnya Timnas Garuda ke final.
Saat di final, kita menghadapi Thailand dengan kultur sepakbola khas dan juga dibangun dengan pondasi yang kuat karena memang mereka dilatih fisik dengan baik dan juga teknik bermain, koordinasi antar lini dan mental juara. Kita melihat bagaimana para pemain kita ketika terjadi body chash kalah jauh, kalah telak, apalagi dalam hal kerjasama tim? Aih kalah jauh dari Thailand.
Gol pertama bukti pemain belakang kita tidak kokoh fisiknya.
Berbenturan dengan Philip Roller yang merengsek dari sisi kiri pertahanan kita, dua orang pemain belakang mencoba menghalangi dan merebut bola, namun Philip Roller tidak tumbang atau terjatuh, malah bisa menguasai bola dan mengirim umpan matang ke kapten Chanatip yang berdiri bebas dan langusung lancarkan tendangan keras melengkung. Bamm...gawang Nadeo kebobolan, padahal baru 1 menit pertandingan berlangsung.
Timnas Garuda menjadi bulan-bulanan, kalah 1 gol sama saja di leg pertama ini. Dan kepanikan terjadi karena mau tidak mau Timnas Garuda harus bangkit untuk menyamakan kedudukan.
Disinilah para pemain Thai yang fasih memainkan bola-bola pendek khas Samba yang dilatih Alexandra Polking ini memainkan tempo dan membuat Timnas kita bermain sambil emosi sehingga pola permainan amburadul, koordinasi antar lini tidak terjalin, apalagi komunikasi tidak terjalin sehingga tinggal menunggu waktu untuk kebobolan sebanyak 4 gol.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!