Setuju atau tidak, konsep dan output ataupun goal dari tujuan pendidikan nasional sudah sangat berubah dari eranya Ki Hajar Dewantara dengan eranya sebelum Mas Nadiem Makarim jadi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek).
Ki Hajar Dewantara kita kenal sebagai Bapak Pioner Pendidikan Nasional dengan kokohnya menancapkan dasar pendidikan nasional berlandaskan pada semboyan pendidikan di Taman Siswa. "Ing Ngarsa Sun Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani".
Bahkan, kalimat "Tut Wuri Handayani" sampai kini digunakan dalam logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Konsep pendidikan di Taman Siswa, jelas menamamkan rasa nasionalisme, rasa kebangsaan, cinta tanah air, bahkan hak untuk mendapatkan kesetaraan pendidikan, tidak membeda-bedakan satu sama lain berdasarkan kedudukan, pangkat, atau garis keturunan.
Ki Hajar Dewantara tau betul bahwa karena pendidikan rendah makanya kita gampang dijajah dan gampang merekrut penghianat bangsa dengan sistem mengadu domba.
Istilah pribumi dan bangsawan harus dihapuskan dari dunia pendidikan, untuk itu Ki Hajar Dewantara mengedepankan konsep kesetaraan dalam pendidikan. Sebisa mungkin menghapus perbedaan sosial.
Dan makin kesini, ke era kekinian konsep dan tujuan pendidikan di sekolah sudah sangat beragam dan sangat makin kompleks. Jika dulu untuk mengentaskan buta huruf dan fokus pada kemampuan membaca dan menulis saja, maka sekarang kita lihat sekolah-sekolah berlomba-lomba menjadi terbaik dengan segala fasilitasnya.
Dikotomi antara sekolah favorit dengan sekolah non favorit membuat sistem pendidikan kita seperti 'ladang bisnis' yang hanya menghasilkan sumber daya manusia kita kejar target dengan nilai tinggi dalam bidang akademisi dan non-akademik, dan abai akan pengembangan Soft Skill, Hard Skill, dan Life Skill dalam menghadapi era disrupsi teknologi atau era globalisasi, bahkan untuk hidup di era society 5.0.
Oklah, dikotomi favorit dan non favorit sudah bisa diatasi dengan perbelakuan sistem Zonasi saat PPDB alias Penerimaan Peserta Didik Baru dan juga pengejaran target nilai sudah dihapuskan seiring dengan digantinya UNBK alias Ujian Nasional Berbasis Komputer menjadi ANBK alias Asesmen Nasional Berbasis Komputer, dimana program ini lebih bermanfaat sebagai evaluasi yang diselenggarakan oleh Kemdikbudristek untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan memotret input, proses dan output pembelajaran di seluruh satuan pendidikan.
Namun, pelaksanaannya lagi-lagi tidak maksimal akibat hampir seluruh dunia tiba-tiba diserang pagebluk Covid-19 yang berkepanjangan dan merengut banyak korban jiwa, tak terkecuali di Indonesia.