Bagaimana tidak? Dua bulan selang pengumpulan karya, saya mendapatkan kesempatan langka lewat hadiah dari ikutan lomba Blog Kompasiana bareng Kemenparekraf dengan tema "Heritage of Toba", dimana Kompasianer diajak membuat konten artikel tentang ide, gagasan serta promosi tentang pengembangan pariwisata yang berkualitas, berkelanjutan, ramah lingkungan serta mensejahterakan masyarakat yang ada di kawasan Danau Toba.
Walau belakangan ini saya sudah jarang mengikuti lomba, namun tema kali ini disamping menantang untuk diulas, juga karena inilah kesempatan untuk mengangkat seluruh potensi yang ada pada wajah Danau Toba, danau vulkanik terbesar menyimpan begitu banyak sejarah, tidak hanya indahnya pemandangan, budaya, namun juga semua usulan perubahan yang harus dilakukan agar Danau Toba benar-benar menjadi destinasi wisata dunia, plus Kaldera Geopark Toba yang berkelanjutan dalam genggaman UNESCO.
"Nothing to Lose", berbekal kalimat itulah saya beranikan upload tulisan saya di Kompasiana dan tidak ada menyangka, berada diantara 10 pemenang menjadi sebuah prestasi tersendiri, bisa mengalahkan diri sendiri untuk tetap rendah hati dan fokus mengikuti seluruh rangkaian acara, karena ada satu acara penting diselenggarakan di Museum TB. Silalahi Center.
"Hmm...akhirnya mimpi saya kesampaian berkunjung ke Museum TB Silalahi Center, pas sehari setelah Hari Museum Nasional, ada donk kesempatan berkunjung ke Museum melihat isi dari Museum yang didirikan Oppung Dr. Tiopan Benhard Silalahi ini", gumam saya dalam hati usai membaca itinerary kegiatan.
Inilah acara paling saya tunggu-tunggu, konferensi internasional dengan tema "Heritage of Toba: Natural & Cultural Diversity". Namanya juga konferensi internasional, artinya peserta dan pembicara atau pemateri yang hadir baik itu virtual maupun langsung di Aula TB Silalahi Center dengan pemandanga alam indah Danau Toba disamping kiri kita.
Sungguh beruntung bukan? Bisa sambil berbincang-bincang tentang Danau Toba sambil menikmati indahnya alam Danau Toba dipandang dari Museum TB Silalahi Center.
Di sela-sela istirahat makan siang saya mengambil kesempatan untuk masuk ke Museum TB Silalahi Center yang katanya tidak hanya berisi jejak langkah dan sejarah Oppung Letjen TNI (Purn) Dr. Tiopan Bernhard Silalahi, tapi lebih dari itu, berisi galeri sejarah Batak dan juga sejarah Perjuangan Raja Sisingamangaraja XII yang memang ingin saya kunjungi.
Naik ke lantai dua museum, kita langsung disuguhkan pernak-pernik dan benda-benda sejarah Suku Batak yang hidup di sekitaran Danau Toba.
Suku Batak terdiri dari enam puak (sub etnis), yaitu Batak Toba, Angkola, Mandailing, Karo, Pakpak dan Simalungun. Keenamnya memiliki kekhasannya masing -- masing, bahkan dari segi bahasa.