Inti dari surat pernyataan yang ditandatangani oleh ketiga anak dari ibu tersebut yang disertai dengan tanda tangan dan prangko itu, bahwa mereka sudah melepaskan tanggung jawab sebagai anak kepada yayasan pantai jompo dengan alasan kesibukan masing-masing.
Sungguh bagi saya di luar nalar bukan? Tapi menimbang dan melihat dari berbagai sudut pandang, memang hal seperti ini sudah biasa terjadi di keluarga ataupun di lingkungan masyarakat kita.
Banyak pertimbangan memang hingga hal demikian sering terjadi, dimana ibu atau ayah diserahkan ke panti jompo atau yayasan lain sejenis yang menampung orang tua yang tidak sanggup lagi dirawat oleh anak-anaknya.
Bisa karena ibu atau ayah dalam keadaan sakit dalam waktu yang tidak sebentar, misalnya stroke, sehingga butuh penanganan dan perawatan. Ketimbang repot-repot maka dirawat di panti jompo.
Atau karena hal lain, seperti ketidakcocokan antara orang tua, menantu dan anak, ada juga karena orang tua kembali bersifat anak-anak, sehingga tidak menghargai perjuangan anak untuk merawat para lansia, keterbatasan ekonomi atau bisa juga karena posisi sulit yang dihadapi, terhimpit antara kebutuhan finansial dengan keperluan keluarga.
Jadi banyak alternatif yang membuat ketiga anak kandung tersebut untuk membuat keputusan super sulit, menyerahkan pengasuhan ibunya ke panti jompo.
Dan saya bukan pada posisi menghujat atau mendukung, tapi pada posisi belajar akan kejadian tersebut agar nantinya bisa mengambil langkah positif dalam menjaga Ibu saya yang diberikan umur panjang oleh Yang Maha Kuasa.
Adalah ketika orang tua (ibu atau bapak) masih hidup, disitulah kita memberikan dukungan kepada mereka di hari tuanya. Maka saya tekadkan dalam diri saya untuk menjaga dan merawat ibu saya yang masih hidup, sehingga surga yang dijanjikan ada di telapak kaki ibu benar-benar dirasakan oleh anaknya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H