Keberadaan Danau Toba tak lepas dari berbagai cerita mitos ataupun legenda. Bahkan berangkat dari cerita mulut ke mulut itulah maka keberadaan Danau Toba sampai ke telinga orang asing untuk berburu kekayaan alam ataupun keindahan dan nilai-nilai budaya yang ada di Danau Vulkanik Terbesar di dunia ini.
Keindahan alam yang terbentuk secara alami usai tiga kali letusan dan letusan terakhir paling dasyat dengan tingkat erupsi lebih besar 8 VEI (Volcanic Explosivity Index), sehingga disebut 'Supervolcano' alias letusan gunung api besar yang membentuk lubang atau kawah besar dengan diameter lebih dari 2.000 meter diseputar dapur magma yang dikenal dengan Kaldera Toba.
Ya, kaldera Sibandang yang menyatukan Kaldera Porsea dan Kaldera Haranggaol yang memiliki tidak hanya keindahan alam tiada tara dengan Pulau Samosir di tengah-tengahnya, namun juga nilai-nilai budaya dan kekayaan alam tiada duanya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan sebagai warisan untuk dunia dan bagian dari Wonderful Indonesia yang akan bisa dinikmati oleh anak cucu kita.
Ya, bagaimana caranya agar warisan Geologis ataupun Geo-Heritage, dimana Danau Toba adalah situs atau area geologi yang memiliki nilai-nilai teramat penting di bidang keilmuan, pendidikan, budaya, dan nilai estetika (The Geological Society of America, 2012) maupun keragaman Geologis atau Geo-Diversity, keragaman komponen geologi di suatu daerah, dimana keberadaan penyebaran, dan keadaannya dapat mencerminkan proses evolusi bumi di seputaran Danau Toba dapat memberikan manfaat dan dilestarikan sehingga benar-benar jadi Heritage of Toba untuk warisan dan wisata dunia.
Danau Toba, selain keindahan tiada tara yang disuguhkan, juga menjadi tonggak sejarah berkembangnya empat etnis Batak yang bermukim di sekitaran Kaldera Toba. Oh ia tau kan bahwa Danau Toba dikelilingi oleh tujuh kabupaten, ada Kabupaten Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, Karo dan Kabupaten Samosir dengan beragam etnik dan suku, ada Suku Karo, Simalungun, Batak Toba, dan Pakpak Dairi yang mana awalnya dipercaya adalah keturunan Si Raja Batak yang bermukim dan membentuk sebuah desa yang terorganisir bernama Sianjurmulamula dan hidup melalui usaha pertanian bersawah dengan sistem irigasi. Desa ini terletak pada dua lembah kecil di kaki sebelah barat Gunung Pusuk Buhit, di pantai barat daya Danau Toba.
Ulos, Dalihan Na Tolu dan Bona Pasogit
Dua lembah itu adalah Lembah Sagala dan Lembah Limbong, yang berbentuk lekukan antara Pusuk Buhit dan dinding luar danau di sebelah barat. Sebuah lembah kembar itu berada pada ketinggian 150 m di atas permukaan air danau toba dan 100 m lebih tinggi dari lembah-lembah sepanjang garis pantai danau.
Dalam kisah Si Boru Partonun Na Utusan atau Maha Ahli Tenun, diturunkan oleh Batara Guru, aspek pertama dari Mula Jadi Na Bolon sebagai Trimurti ke bumi. Di bumi, dia menikah dengan Raja Padoha, Naga Pemikul Jagad Raya dan berketurunan sebagai generasi pertama di Sianjurmulamula. Nah, hasil tenunan Si Boru Partonun Na Utusan inilah disebut Ulos.
Kenapa dikatakan Ulos? Karena awalnya hasil tenunan dari Si Boru Partonun Na Utusan itu digunakan untuk menghangatkan tubuh mereka dari serangan dinginnya udara di sekitaran Danau Toba. Bagi masyarakat sekitaran danau toba sejak dahulu kala ada tiga sumber kehangatan, yaitu matahari, api dan ulos. Namun seiring berjalannya waktu, maka nilai budaya dari tenunan Ulos ini semakin tinggi dan digunakan pada setiap acara adat Batak. Tak lengkap rasanya adat Batak, jikalau Ulos tidak disertakan beserta dengan kata-kata petuah atau Umpasa Batak.