Tahun ini mungkin adalah tahun paling sulit yang harus kita alami setelah sekian tahun tidak pernah mendapatkan serangan pandemi global seperti yang kita rasakan di awal tahun 2020 ini, apalagi kalau bukan mendapatkan serangan pandemi covid-19 yang penyebarannya sangat cepat dan luar biasa telah memakan korban jiwa yang tidak sedikit.
Semenjak diumumkan di negara kita ada dua pasien positif terjangkit virus mematikan ini di awal bulan Maret kemarin dan Pemerintahan Pak Jokowi mengumumkan kita harus Work From Home alias Belajar dari Rumah, Bekerja dari Rumah hingga Beribadah di Rumah saja, semuanya serasa berubah dan terjadilah perubahan global dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sekolah tutup karena kebijakan Belajar di Rumah, generasi tahun ini yang biasanya lulus setelah melewati serangkaian ujian, ujian sekolah, ujian semester, hingga UNBK alias Ujian Nasional Berbasis Komputer, kini lulus dengan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan kita, Nadiem Anwar Makarim lewat Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) yang dikeluarkan tanggal 24 Maret lalu.
Kebijakan Peniadaan UN, tidak perlu diperdebatkan lagi karena memang keselamatan generasi muda bangsa kita lebih penting dengan jaga jarak, daripada harus dipaksakan untuk bergerombol masuk ruangan, berdesak-desakan dan bahkan saling bersentuhan untuk menjawab soal-soal dari komputer.
Tetapi jujur, belajar di rumah selama kurang lebih tujuh minggu sudah kita lalui, membuat orangtua dan siswa merasa terbebani, karena orangtua harus mampu mengatur waktu dan menjadi guru yang sebenarnya bagi anak-anak mereka. Tidak terkecuali dengan saya, walau sudah menjadi guru selama kurang lebih dua belas tahun, tetapi harus butuh kesabaran ekstra dalam membimbing mereka dan menyemangati mereka agar tidak bosan belajar dari rumah.
Lucu juga melihat tingkah mereka yang kadang menggerutu, bingung dan bolak-balik mencoret buku tulisnya dikala dia merasa tidak benar apa yang dia kerjakan. Dia bolak-balik meminta handphone android ibunya yang kebetulan nomor sang istri yang masuk ke grup WhatsApp kelas sekolah anak-anak.
"Mak... sini dulu hp-nya, nga jelas tadi halaman berapa dibilang ibu guruku!", setengah berteriak.
"Ia, ini", kata mamaknya dari dapur sambil menunjukkan kembali WhatsApp ibu gurunya.
Lalu dia kembali membolak-balik bukunya sambil menggerutu, "Ini kan sudah aku kerjakan? Kenapa aku kerjakan lagi?", gerutunya sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Bukunya dia coret lagi, saya diam saja sambil tersenyum memperhatikan tingkahnya.
Lain lagi tingkah anakku yang kelas II SD, dia selalu menyuruh ayahnya untuk standby disampingnya. Saya tidak boleh beranjak dari sisinya, alasannya agar gampang dia bertanya ketika ada pelajaran yang sulit.