Rumah ibadah menjadi bagian penting dari kehidupan kita. Saya sangat terkesan dan selalu bersikap sopan ketika berhadapan dengan rumah ibadah agama apapun itu. Kuil atau Vihara, Gereja, Masjid, Klenteng ataupun Pura. Di Medan menjumpai rumah ibadah enam agama yang diakui tidaklah sulit. Masjid dan Gereja serta Vihara atau Kuil bisa kita jumpai tanpa susah payah.
Masjid Raya Medan, siapa yang tidak kenal dengan Masjid megah yang sudah berumur 114 tahun ini? Masjid yang dibangun pada tahun 1906 dan selesai pada tahun 1909 ini dibangun saat masa kejayaan Kesultanan Deli yang menguasai Kota Medan saat itu.
Masjid Raya ini dibangun disamping Istana Maimun yang memiliki gaya arsitekturnya khas Timur Tengah, India dan Spanyol. Masjid ini megah berbentuk segi delapan dan memiliki sayap di bagian selatan, timur, utara dan barat. Dimulai di bangun masa kejayaan Sultan Ma'mun Al Rasyid Perkasa Alam yang memakan dana sebesar satu juta Gulden dan dalam waktu kurang lebih empat tahun.
Pembangunan Masjid megah ini juga memiliki prinsip yang sama di kalangan semua pemimpin, bahwa pembangunan Rumah Ibadah lebih penting dari pembangunan fisik lainnya. Sultan Ma'mun Al Rasyid Perkasa Alam sebagai pemimpin Kesultanan Deli kala itu, lebih menginginkan Rumah Ibadah Masjid lebih kokoh dan lebih megah dari Istana Maimun, sehingga bagaimanapun caranya, Masjid Raya Medan harus rampung dan berdiri megah sebagai tempat umat untuk Salad Jumat.
Dan karena arsitektur yang bagus serta bahan-bahan yang diimpor dari luar negeri, diantaranya marmer dari Italia dan Jerman, kaca patri dari Tiongkok dan lampu gantung langsung dari Perancis, maka hingga kini Masjid megah di tengah-tengah kota Medan ini dapat kita nikmati hingga sekarang.
Konon, Masjid yang letaknya sangat strategis dan berada di depan Perpustakaan Sumatera Utara ini, dananya juga banyak disokong oleh Tjong A Fie, tokoh Kota Medan dari etnis Tionghoa yang seumuran dengan Sultan Ma'moen Al Rasyid.
Kenal dengan Tjong A Fie kan? Jika belum, maka Anda juga harus datang ke Medan untuk menjelajahi rumah Tjong A Fie yang berada di Jl. Ahmad Yani. Luas bangunan Mansion Tjong A Fie diperkirakan sekitar 4.000 m2 dengan 35 ruangan. Nah, jika Anda penasaran akan riwayat kesuksesan seorang pengusaha, bangkir dan kapitan yang berasal dari Tiongkok dengan kesuksesan besar sebagai pebisnis dibidang perkebunan? Maka Anda harus mengunjungi Mansion yang sudah direnovasi dengan baik.
Kembali ke cerita Masjid Raya Medan atau sering disebut Masjid Al-Mashun yang kini masih berdiri kokoh. Masjid bergaya Eropa dan Asia ini tidak akan sepi oleh pengunjung, karena setelah berjalan-jalan ke Istana Maimun, maka tidak akan lengkap jika tidak beribadah atau sekedar melihat keindahan Masjid ang diarsiteki oleh Van Erp, arsitek kenamaan asal Belanda.
Di Masjid Raya Al-Mashun ini juga ada Alquran berusia ratusan tahun dan dipajang di pintu masuk jamaah laki-laki. Alquran tersebut terbuat dari kertas kulit tua dan dibuat di Timur Tengah. Meski sudah berusia ratusan tahun, Alquran tersebut masih utuh dan tulisannya masih dapat dibaca dengan jelas. Penasaran kan? Silahkan berkunjung ke kota Medan!
Tapi, bukan Masjid Raya Al-Mashun atau Masjid Agung yang sebentar lagi akan difungsikan itu yang akan saya bahas disini sebagai Masjid yang saya kagumi atau yang akan saya bahas disini, melainkan dua Masjid yang selalu saya jumpai dalam kehidupan saya sehari-hari di lingkungan sekitar saya.
Pertama, Masjid Baitul Mukmin, Masjid yang ada di sebelah rumah saya. Persis lima rumah di samping rumah saya ada Masjid megah -- gambar pertama -- yang menemani hari-hari saya jika berada di rumah. Mengapa saya katakan demikian? Karena benarlah adanya. Saya non Muslim, tetapi saya selalu diingatkan akan waktu. Terutama pada pagi hari. Ketika Azan Subuh berkumandang, maka otomatis saya juga harus bangun pagi untuk beribadah pagi hari sesuai dengan agama dan kepercayaan saya.