Inang, sebutan untuk Ibu, pun dengan Omak, panggilan untuk mamak atau ibu yang melahirkan kita dalam bahasa Batak. Inang, ataupun Omak mendapat peranan yang sangat penting dalam proses regenerasi umat manusia. Bahkan dalam kehidupan beragama, ajaran tentang peranan Ibu sangat vital dibicarakan, karena tempat Ibu yang sangat strategis dalam sebuah keluarga. Tanpa Ibu, maka kehidupan akan hampa, tapi kehadiran Ibu sangat memberikan kehangatan, kebahagiaan, keiklasan, kedamaian, hingga yang diluar logika, ketika seorang Ibu bisa mengandung tanpa noda. Tapi itulah jika Kuasa Tuhan sudah bekerja, tidak ada yang mustahil!
Alkisah dalam kitab atau ajaran keagamaan, dikisahkan dan diakui bahwa ada peranan seorang Maria dalam bahasa Ibrani atau Maryam binti 'Imran dalam Kitab Suci Al-Qur'an yang memainkan peran penting seorang ibu. Ketulusan seorang Maria atau Miryam telah menjadikan, mungkin ratusan juta ibu di dunia ini untuk belajar bagaimana meneladani hidup seorang Maria.
Ok, kembali ke filosofi Inang atau Omak. Saya punya ibu yang sangat belajar pada keteladanan hidup seorang Maria atau Miryam, karena beliau tetap ikhlas dan semangat, serta mengutamakan kebutuhan dan kepentingan anak-anaknya selama dia bisa. Dia melakukan apa saja pekerjaan yang halal untuk menyekolahkan anak-anaknya.
Lebih dari itu, Omakku yang paling kusayang, yang paling kujadikan pahlawan hidupku selalu membina dan menjaga pertumbuhan dan perkembangan hidup kami anak-anaknya. Mulai dari lahir, bertumbuh dalam iman, karena Omakku selalu mengajak kami ke gereja, membiasakan sebelum makan berdoa bersama, membiasakan untuk hidup mandiri, menyisihkan sedikit demi sedikit untuk ditabung sebagai bekal masa depan.
Disamping itu, Ibu selalu mengajarkan untuk mandiri dengan selalu membagi pekerjaan rumah sama rata kepada semua anggota keluarga. Mulai dari bangun pagi, mengerjakan pekerjaan rumah hingga berangkat ke sekolah, pulang sekolah, istirahat dan kembali mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah, belajar hingga istirahat, kesemuanya dibiasakan hingga mendapatkan disiplin hidup yang mumpuni.
Filosofi "Anakkon hi do Hamoraon diau", yang artinya anak-anakkulah kekayaan ku yang paling berharga bagiku, filosofi yang sudah mendarah daging dalam seluruh inang-inang atau omak-omak bermarga Batak. Sebenarnya tidak hanya untuk orang Batak sih filosofi atau ungkapan ini, sebenarnya semua ibu-ibu yang sudah mempunyai anak pasti punya filosofi demikian.
Filosofi ini apabila diresapi dengan baik pastilah memiliki makna yang sangat dalam, dimana contoh dari Ibuku ini adalah rela mengorbankan apa saja dan melakukan apa saja demi masa depan anak-anaknya. Rela untuk tidak membeli emas, tidak berfoya-foya, rela menyisihkan waktunya untuk bekerja daripada markobbur (ngerumpi) dengan emak-emak yang lain. Rela lebih memilih pergi ke ladang setelah pulang kerja dari Puskesmas untuk lumayan mengambil sayur, menyemai rumput kopi daripada tidur siang dirumah.
Bicara masakan? Masakan ibu juga yang paling sedap. Mau ikan asin, atau hanya sambal teri ataupun sayur yang direbus, tetap rasanya enak. Apalagi pada zaman itu, sebelum makan nasi, dibiasakan makan ubi kayu atau jalar atau ubi talas terlebih dahulu. Dicampur dengan kepala ikan asin yang ditumbuk bersamaan dengan cabai dan garam yang digiling, wuihh enaknya minta ampun! Itulah kenangan yang sangat indah bersama Ibu dan keluarga.
Masakan ibu yang paling tidak bisa kami lupakan adalah masakan spesial bernama "Manuk na Pinadar" dan "Nasi Pollong (Nasi Kuning)" khas buatan tangan Ibu. Manuk Napinadar, berasal dari dua kata, yaitu Manuk dan Napinadar. Manuk (bahasa Batak), artinya Ayam Kampung, sedangkan Napinadar, artinya yang dibakar atau dipanggang dengan dilumuri bumbu khas yang telah disiapkan sebelumnya.
Sedangkan Nasi "Pollong" atau "Pelleng" adalah Nasi Kuning khas dari Pakpak Barat yang diracik dengan bumbu-bumbu khas Batak. Warnanya kuning, sehingga kelihatannya sangat unik dan nikmat untuk disantap bersama dengan keluarga besar kami. Biasanya kami makan bersama-sama dengan nikmatnya, sentuhan masakan Ibu tiada duanya! Kedua hidangan ini sudah menjadi hidangan tradisi oleh orang tua kami yang disukai turun temurun hingga sekarang.
Satu hal lagi yang sangat membuat saya sangat sayang dan selalu berterimakasih kepada Ibu, karena Ibu selalu mendukung dan menjadi penengah ditengah-tengah keluarga. Pernah suatu ketika, saya sangat ingin ke melanjutkan sekolah ke Seminari, tetapi mendapat tantangan dari Bapak, alias Bapak tidak setuju. Tetapi Ibu sekali lagi menempatkan dirinya sebagai penengah dan pemberi solusi bijak. Dia selalu mendukung saya dan mengatakan bahwa Ibu bersedia menangung segala resiko apapun, maka jadilah saya tetap pada pendirian untuk melanjutkan sekolah ke Seminari, walau akhirnya pindah ke sekolah SMA biasa.
Sampai sekarang, saya masih sering mendengar doa-doa Ibu apabila dalam kebersamaan. Setiap malam sebelum tidur, beliau selalu membawa kami dalam pendarasan doa-doa kepada Tuhan, pun pagi hari setelah bangun, Ibu selalu tidak lupa mendoakan kami anak-anak dan cucu-cucunya agar sehat-sehat, tumbuh berkembang dan selalu dalam cita-cita hidupnya.
Terimakasih Tuhan telah memberikan Ibu yang sangat menghargai kami anak-anaknya. Beri dia kekuatan, panjang umur, kesehatan dan murah rezeki sehingga masih bisa membimbing kami anak-cucunya! Terimakasih Ibu yang telah menjadikan kami anak-anaknya sebagai sumber kekayaan yang nyata dan abadi! Benar kata Ibu, anak adalah sumber kekayaan yang paling benar dan paling mulia serta berharga... tidak ada kekayaan yang lain selain Anak. Kesuksesan Anak adalah kekayaan nyata seorang Ibu. Selamat Hari Ibu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H