Berita heboh pemecatan Claudio Ranieri sepertinya belum tuntas untuk dibicarakan, walau sudah berjasa besar membawa klub yang dimiliki oleh jutawan asal Thailand, Vichai Srivaddhanaprabha ini menjadi jawara Liga Primer Inggris sembilan bulan yang lalu, juga berpotensi lolos dari babak 16 besar Liga Champions usai hanya kalah selisih satu gol dari Sevilla di pertemuan pertama 23 Februari 2017 yang lalu. Dimana Sevilla sebagai tuan rumah hanya mampu menang tipis 2-1 lewat gol Pablo Sarabia (menit 25) dan Joaquin Correa (62) yang mampu dibalas oleh satu gol milik mesin gol Si Rubah, Jamie Vardy (73) yang akan menjadi modal berharga saat Leichester gantian menjamu Sevilla di King Power Stadium tanggal 15 Maret 2017 nanti.
Dengan hanya menyarangkan satu gol ke gawang Sevilla tanpa kebobolan, maka sejarah baru akan kembali ditorehkan oleh klub yang promosi kembali ke EPL musim 2013-2014, klub medioker yang mampu bersaing di kasta tertinggi sepakbola benua biru.
Lantas, apakah pemecatan pelatih yang lebih dikenal dengan sebutan “The Tinkerman” sudah tepat? mengingat prestasi yang ditorehkan dan rentetan hasil buruk yang ditorehkan anak asuhnya selama musim kompetisi baru ini sangat kontras dengan musim lalu yang begitu mengejutkan bagaikan mimpi yang terjadi di dongeng-dongeng ala britania raya. Dimana, musim lalu anak-anak asuh Ranieri yang dipandang sebelah mata karena total nilai jual pemainnya apabila diakumulasikan sangat jauh berada dibawah dari the big four maupun tim papan tengah EPL musim lalu. Namun, fakta berkata lain.
Di tengah riuhnya pembicaraan siapa diantara MU, Manchester City, Liverpool, Chelsea dan Arsenal yang bakal jadi juara? Leichester City muncul ke permukaan sebagai penantang dengan rentetan kemenangan yang membawa mereka pelan tapi pasti beranjak ke papan atas. Namun, sekali lagi, belum banyak yang memprediksikan bahwa si Rubah bakalan finish di peringkat pertama, apalagi Ranieri memiliki rekam jejak pelatih yang dianggap hanya mampu membawa memperbaiki dan paling barter jadi runner-up. Pun sebelum jadi pelatih si Rubah, Ranieri boro-boro baru dipecat dari pelatih timnas Yunani karena dianggap gatot alias gagal total menuju Piala Eropa 2016.
Namun, bagaikan kisah Cinderella, Ranieri tampil jadi pesulap yang mampu menyulap Leichester City pesaing tunggal di puncak mengalahkan the Spurs dan kawan-kawan untuk merengkuh gelar Liga Inggris untuk pertama kalinya sepanjang sejarah klub lahir. Semua mata terbelalak, seakan tidak percaya akan capaian si Rubah yang mengalahkan mitos “Jika ingin jadi juara EPL, harus bergelimang uang untuk membeli pemain-pemain kelas atas” seperti Chelsea hingga Manchester City yang mampu sukses instant dengan kekuatan finansial tak terhingga dari pemilik klub. Kita seakan-akan dibuat tidak percaya akan mitos itu, masih ada buah dari kerja keras, kesabaran, keberuntugnan, hingga keajaiban.
Tapi itu dulu, sekarang nasib Ranieri sudah jadi bubur. Secara tiba-tiba, rasa peri kemanusiaan itu tidak ada lagi. Pemilik klub tidak memandang jasa Ranieri yang dilabeli dengan gelar ‘Sir’ bagi seseorang yang telah berjasa di tanah Britania Raya oleh Kerajaan Inggris oleh karena jasa besarnya membawa Leichester City jadi juara dari peluang 5.000 berbanding 1 tidak menjadikan Ranieri sosok yang untouchable di Leichester.
Dalam hitungan jam usai takhluk dari Sevilla, Ranieri mendapat kado pahit pemecatan dirinya dari petinggi klub yang sudah gerah dengan hasil buruk si Rubah di posisi 17 klasemen sementara dengan hasil 21 point dari 25 pertandingan. Sungguh kontras di musim lalu dimana Leichester sudah menjadi pemuncak klasemen sementara.
Fenomena Leichester itulah yang membuat saya sedikit tertarik dan suka mengulas perjalanan klub yang bermarkas di kota Leichester ini. Namun belakangan ini selalu muncul pertanyaan di benak saya, “Bisa apa si Rubah tanpa Ranieri?”. Ya, pasca di pecat, Leichester akan bersua dengan Liverpool penghuni the big four yang mencoba mengembalikan kejayaan mereka bersama pelatih anyar Jurgen Klopp di pekan ke 26 liga Inggris tengah pekan ini.
Pasca pemecatan Ranieri yang oleh banyak kalangan dianggap tidak manusiawi, para petinggi klub belum menentukan pilihan siapa penggantinya yang sepadan. Walau berseliweran pelatih-pelatih top yang non job, tapi taipan Thailand yang dikendalikan langsung oleh anaknya, Aiayawatt 'Top' Raksriakorn yang gila bola, belum menentukan siapa pilihan yang tepat menggantikan posisi Ranieri. Tampak jelas bahwa masih ada duka yang mendalam, sedih yang tidak terungkapkan akan nasib Ranieri setelah dipecat secara tidak hormat dan nasib Leichester kedepannya pasca pemecatan? Tampak kayak buah simalakama, di pertahankan, posisi klub hancur, tidak dipertahankan, nasib Ranieri tidak jelas alias kajol karena dipecat ditengah sengitnya perburuan gelar di akhir musim. Sungguh tragis memang!. Namun, pilihan tetap ada dimana para petinggi klub ternyata mempercayakan nahkoda kapal Leichester sementara kepada tangan asisten Ranieri yang namanya mirip dengan sastrawan legendaris asal Inggris juga, William Shakespeare.
“Tugas saya hanya untuk satu pertandingan, itulah yang saya katakan sebelum pertandingan melawan Liverpool. Namun, apakah saya bisa menjalankan peran sebagai pelatih permanen? Saya rasa saya bisa dan bersedia,” begitulah ujaran sang pengganti yang dikutip dari Skysports, Selasa (28/2/2017) sebelum kontra Liverpool. Siapakah pelatih caretaker pengganti Claudio Ranieri? Dialah sang asisten pelatih, Craig Shakespeare yang sudah mengenal bagaimana racikan Ranieri sepanjang jadi asisten.
Craig sudah tau apa strategi yang cocok, bagaimana karakter pemain dan permainan yang dipoles oleh Ranieri, metode latihan dan sebagainya, sehingga tidak heran apabila Craig tidak menolak ditawari dengan modal satu pertandingan awal di pekan 26 kontra Liverpool.